Diaspora Indonesia, Malik Basri telah mengabdi di dunia bulutangkis selama kurang lebih 25 tahun. Kerja kerasnya telah membawanya ke berbagai kejuaraan, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Olahraga bulutangkis ini memang sudah mendarah daging di keluarganya. Pria kelahiran tahun 1981 ini mulai menekuni dunia bulutangkis sejak berumur 10 tahun sewaktu tinggal di Solo dengan bimbingan sang ayah.
“Kebetulan ayah saya dan paman saya itu juga pemain nasional Indonesia sebelumnya. Jadi sudah runs in the blood gitu ya kali ya,” papar Malik Basri saat dihubungi oleh VOA belum lama ini.
Dari situ ia mulai berlatih dengan serius dan bergabung di klub bulutangkis Perkumpulan Masyarakat Surakarta. Kecintaan Malik terhadap bulutangkis terus berlanjut hingga ia pindah ke Singapura pada tahun 1998.
“Dari situ saya mengikuti pertandingan-pertandingan internasional,” ujar Malik.
Pertandingan-pertandingan internasional itu telah membawanya keliling Asia dan Eropa. Tahun 2010 ia kemudian memutuskan untuk pindah ke Amerika. Bertekad melahirkan atlet-atlet bulutangkis yang baru, kini ia mendedikasikan dirinya sebagai pelatih bulutangkis profesional di Amerika. Ia pernah mengajar di dua klub lokal yang berada di dua negara bagian yang berbeda, Maryland dan Virginia.
“Kami sukses memproduksi atlet nasional,” kata Malik.
Tahun 2016, Malik memutuskan untuk mendirikan klub bulutangkisnya sendiri yang diberi nama Capital Badminton Academy yang melayani wilayah Maryland, Virginia dan Washington, DC. Tidak seperti klub bulutangkis biasa yang terbuka bebas untuk publik, Capital Badminton Academy akan membina para muridnya berdasarkan kurikulum khusus.
“(Capital Badminton Academy) adalah pusat pelatihan untuk para atlet-atlet muda atau maupun atlet dewasa yang ingin serius berkompetitif di tingkat nasional,” jelas Malik.
“Jadi kita membikin akademi ini seperti sekolah. Jadi ada kelasnya masing-masing. Dengan adanya modul seperti ini, semua pemain, semua orang tua begitu juga dengan pelatih kita, tahu jelas apa yang harus mereka latih. Dengan adanya moduls of training seperti ini kita mengharapkan kemajuan di skill mereka itu dapat berkembang dengan cepat,” tambahnya.
Awalnya Capital Badminton Academy belum memiliki gedung sendiri. Sehingga Malik harus bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat untuk menyewa lapangan di sekolah-sekolah atau klub untuk berlatih. Hal ini terkadang menjadi kendala baginya.
“Kalau misalkan tiba-tiba mereka ada kegitatan gitu mereka bisa (membatalkan) jadwal kita kapan saja dan ini juga (mengganggu) planning development program kita untuk jangka panjangnya,” papar Malik.
Dengan bantuan dari beberapa investor, tahun 2017 ini Capital Badminton Academy akan memiliki tempat untuk latihan sendiri di negara bagian Maryland.
“Kita juga beryuskur akhirnya kita dapat beberapa investor yang mau investasi dan buka gym demi kemajuan olahraga badminton ini, terutama di Maryland,” kata Malik.
Saat ini Capital Badminton Academy memiliki enam orang pelatih yang mana satu diantaranya, Yuda Satria, didatangkan langsung dari Indonesia.
“Untuk ke depannya kita telah memanggil tiga pelatih lagi dari Indonesia dan juga bekas pemain Indonesia juga, untuk dapat membantu mengembangkan olahraga badminton di masyarakat sekitar kita ini. Nantinya, saya ke depannya itu lebih ke sebagai head coach untuk memberi arahan dari segi training program secara keseluruhan. Tapi lebih utamamnya itu adalah saya bisa menyambung komunikasi yang lebih kuat lagi (dengan) beberapa orang tua. Jadi mereka akan lebih paham dan lebih jelas planning ke depannya itu akan seperti apa,” jelas pria yang juga menjabat sebagai Director of Youth Development Program di Capital Badminton Academy ini.
Hingga kini, murid yang tergabung di Capital Badminton Academy sudah mencapai sekitar 100 orang yang berusia mulai dari lima hingga 70 tahun. Kebanyakan adalah warga negara Amerika keturunan Cina dan India.
“Dua komunitas itu sangat besar sekali peminatnya di negara Amerika ini,” ucap penggemar sepak bola ini.
Menurut Malik olahraga bulutangkis di Amerika, terutama di pantai timur, masih kalah pamor jika dibandingkan dengan olahraga lainnya seperti basket, futbol, dan baseball.
“Badminton itu di Amerika lebih dikenal sebagai backyard sports. Jadi masih dianggap remeh bagi mereka dibandingkan dengan sports culture-nya mereka,” ujar Malik.
Berbeda dengan di Indonesia, dimana olahraga bulutangkis sudah sangat dikenal dan mengharumkan nama bangsa dengan berbagai prestasi yang diraih oleh para pemain nasionalnya, di Amerika para warganya masih belum tertarik dengan olahraga yang satu ini.
“Jadi kita saat ini masih dalam tahap memperkenalkan olahraga badminton itu kepada masyarakat,” jelas pria yang gemar bermusik ini.
Sebagai pelatih, Malik mengaku senang jika bisa melihat hasil dari kerja keras para muridnya, mengingat pengorbanan yang telah dilakukan oleh para orang tua mereka.
“Semua biaya itu ditanggung oleh orang tua sendiri. Jadi seperti latihan terus (perjalanan) ke beberapa negara bagian kalau misalkan harus ke California, Texas, atau ke Chicago itu biasanya mereka biaya sendiri. Jadi kami sangat senang dengan segala pengobranan yang telah dilakukan. Kita dapat menghasilkan empat pemain nasional di Amerika ini. Cuman untuk saat ini baru satu yang dapat tembus ke world junior,” ujarnya.
Malik juga menambahkan, merupakan suatu kepuasan tersendiri ketika ia bisa melatih bulutangkis dan membina para muridnya.
“Dari mengajar badminton inilah saya mendapatkan kepuasan dan kebanggaan tersendiri untuk bisa mewujudkan semua impian atlet muda beserta orang tua, untuk bisa membimbing mereka tampil sebagai sang juara dan dapat bermain untuk negaranya,” pungkas Malik.