Menteri Luar Negeri Amerika dan Rusia mengadakan pembicaraan di sela-sela forum regional di Filipina.
Pertemuan itu adalah kontak tingkat tinggi pertama antara kedua negara sejak Presiden Donald Trump pekan lalu dengan enggan menandatangani sanksi baru menjadi undang-undang untuk menghukum Rusia karena ikut campur dalam membantu Trump memenangkan pemilihan presiden 2016.
Menlu Rex Tillerson mengatakan, "Dan mencoba membantu mereka memahami betapa serius kejadian ini; dan betapa seriusnya kejadian itu mengganggu hubungan antara Amerika dan rakyat Amerika, dan rakyat Rusia, dan bahwa kejadian ini telah menimbulkan ketidakpercayaan yang serius antara kedua negara kita, dan bahwa kita intinya harus menemukan cara untuk mengatasinya."
Tillerson juga mengatakan, ia memberitahu Lavrov bahwa sebelum 1 September Amerika akan menanggapi perintah Rusia untuk memulangkan ratusan diplomat dan staf lain dari fasilitas diplomatik Amerika di Rusia.
Beberapa minggu sebelum masa jabatannya selesai, Presiden Barack Obama mengusir 35 diplomat Rusia dan menutup dua fasilitas Rusia di Amerika setelah komunitas intelijen Amerika menyimpulkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin secara pribadi mengarahkan campur tangan dalam pemilihan tersebut.
Rusia tidak melakukan pembalasan saat itu, tetapi dengan disetujuinya sanksi baru itu, Rusia memerintahkan Amerika agar mengurangi 755 diplomat dan pekerja staf, banyak di antaranya adalah orang Rusia, dari kedutaan dan konsulatnya di Rusia.
Sejumlah penyelidikan kongres sedang berlangsung mengenai campur tangan Rusia dalam pemilihan di Amerika, sementara Penasihat Khusus Robert Mueller membuka penyelidikan grand jury guna mencari tahu apakah ajudan kampanye Trump secara ilegal berkolusi dengan kepentingan Rusia atas nama Trump dalam pemilihan itu, dan apakah Trump menghalangi jalannya penyelidikan ketika memecat direktur FBI James Comey, yang memimpin penyelidikan agen itu terhadap Rusia sebelum Mueller mengambil alih.
Trump meremehkan penyelidikan itu, menyebutnya upaya mencari-cari kesalahan dan alasan Partai Demokrat untuk menjelaskan kemenangannya yang mengejutkan atas penantangnya dari Partai itu, mantan Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton. [ka/jm]