Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, Senin (8/10), mengumumkan rencana pertemuan bulan ini dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Fatah untuk menyusun kebijakan baru terhadap Israel, Amerika dan Hamas.
Hubungan antara Hamas yang menguasai Gaza dan Fatah bertambah tegang. Setelah bertahun-tahun kedua pihak memerintah wilayah masing-masing sebagai pemerintah terpisah, Abbas mengeluarkan ultimatum pada Jumat (5/10), menyusul pembicaraan yang macet. Isi ultimatum Abbas, yaitu serahkan pemerintahan di Gaza kepada Otoritas Palestina selambatnya akhir bulan atau aliran dana dari Otoritas kepada Gaza dihentikan.
Sekarang, kata Abbas, sudah waktunya mencari cara baru dalam bertindak.
“Saya pikir dalam pertemuan itu ada keputusan untuk mengaktifkan resolusi yang ada. Misalnya, menarik pengakuan PLO terhadap Israel, menolak kerja sama keamanan dengan Israel, menghentikan hubungan keamanan dengan Amerika dan menghentikan semua pendanaan Otoritas Palestina kepada Gaza,” kata Mouin Rabbani anggota senior Institute Studi Palestina.
“Namun, dari pengalaman masa lalu, saya pikir satu-satunya resolusi yang paling mungkin dilaksanakan adalah yang diarahkan terhadap bangsa Palestina di Gaza,” kata Rabbani.
Kemudian ada kekhawatiran Mesir mungkin menengahi gencatan senjata antara Israel dan Hamas tanpa mengikutkan Otoritas Palestina sehingga semakin merongrong otoritasnya.
“Pelaksanaan perjanjian gencatan senjata itu, beda dari yang terdahulu, tidak dibangun dari tujuan untuk reunifikasi pemerintahan Palestina, tetapi memisahkannya,” ujar Mouin Rabbani. [al]