Tautan-tautan Akses

Jack Ma: Saya Terlalu Tua untuk Alibaba


Pendiri Alibaba Jack Ma menjadi pembicara di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF- Bank Dunia 2018 di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10). (Foto: Antara/ICom/AM IMF-WBG/M Agung Rajasa/hp/2018)
Pendiri Alibaba Jack Ma menjadi pembicara di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF- Bank Dunia 2018 di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10). (Foto: Antara/ICom/AM IMF-WBG/M Agung Rajasa/hp/2018)

Pendiri Alibaba, Jack Ma, ikut datang ke forum Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali. Kehadirannya bahkan menjadi sesi yang paling banyak diminati delegasi karena disana ia memaparkan sejumlah resep bagi anak muda yang ingin berwirausaha.

Presiden Grup Bank Dunia, Jim Yong Kim sempat mempertanyakan keputusan pendiri Alibaba, Jack Ma, ketika memutuskan untuk pensiun dari perusahaanya itu. “Jadi Anda pensiun? Saya katakan, Anda tidak bisa lakukan ini? Anda sedang membangun sebuah model bisnis dan membawanya ke seluruh dunia. Saya tidak mau melihat Anda main kungfu, bersantai dan berlibur entah kemana. Anda harus terus terlibat dalam semua ini. Anda dan Bank Dunia bekerjasama membawa anak muda Afrika ke Cina untuk belajar. Bagaimana ini bisa bekerja tanpa Anda?” kata Kim.

Kedua orang ini bertemu dalam forum mengenai inovasi dan platform digital di Bali yang diselenggarakan Bank Dunia.

Jawaban yang disampaikan Jack Ma sungguh mengejutkan, tetapi sekaligus menginspirasi ratusan hadirin yang memenuhi ruangan konferensi. “Bagiku ini bukan pensiun, ini perubahan pekerjaan. Aku kembali ke pekerjaan awalku, yaitu pendidikan. Aku terlalu tua untuk menjalankan Alibaba, tetapi aku masih cukup muda untuk mendidik wirausahawan,” jawab Jack Ma yang memang pernah berprofesi sebagai guru.

Jack Ma mengaku sudah terlalu tua untuk berbisnis dan memilih mengajar anak muda berwirausaha. (Foto courtesy: Bank Dunia)
Jack Ma mengaku sudah terlalu tua untuk berbisnis dan memilih mengajar anak muda berwirausaha. (Foto courtesy: Bank Dunia)

Awal September lalu Jack Ma memang menyatakan berhenti dari Alibaba, perusahaan perdagangan online yang memiliki jutaan pengguna dan menjadi wahana bertemuanya jutaan pengecer dan pebisnis. Alibaba yang memiliki tiga situs utama: Taobao, Tmall dan Alibaba.com memiliki jaringan paling banyak di dunia dibanding perusahaan e-commerce lain di dunia. Dengan transaksi online tahun lalu yang mencapai 248 miliar dolar, Alibaba jauh lebih besar dan kuat dibanding kombinasi eBay dan Amazon.com.

Pensiun pada usia seperti Jack Ma, yang kini menginjak 53 tahun, dinilai sangat jarang dilakukan oleh pemimpin usaha di Cina. Namun rupanya, Jack Ma berprinsip bahwa tantangan ke depan hanya bisa dijawab oleh anak muda. Untuk itulah, setelah mundur dari Alibaba, Jack Ma mengabdikan waktu sepenuhya melatih anak muda berbisnis. Dia memiliki program bersama Bank Dunia untuk mengubah nasib Afrika.

Internet dan Usaha Kecil

Salah satu kunci kesuksesan Alibaba, lanjut Ma, adalah menghadapi tantangan. Jika sebuah fasilitas tidak tersedia, mereka membuatnya. Ini yang mendorong Jack Ma beralih ke Afrika saat ini. Dia merencanakan mengundang 1.000 anak muda Afrika ke Cina dalam lima tahun ke depan untuk belajar wirausaha. Mereka akan dibawa ke kawasan pedesaan yang memiliki kondisi yang sama seperti di Afrika, untuk belajar membuka peluang dari keterbatasan fasilitas. Jack Ma yakin, apa yang berhasil dilakukannya di Cina, akan berhasil pula di Afrika, bukan sekarang tetapi setidaknya 10 tahun lagi.

“Internet di desain untuk membantu negara berkembang, 19 tahun lalu ketika saya memulai Alibaba, kami hadir untuk membantu usaha kecil menengah. Kami percaya harus membantu mereka untuk memperoleh uang melaui internet. Kami memulai dengan Cina yang tanpa internet, tidak ada perusahaan pengiriman, tidak ada metode pembayaran internet. Itu membuat usaha kecil tidak bisa berkembang,” kata Ma.

Alibaba Lahir karena Kepedulian

Lebih jauh Jack Ma mengatakan Alibaba lahir karena kepedulian. Pertanyaan besar mereka sejak awal adalah bagaimana bisa membantu para produsen barang untuk bisa menjual produk mereka. Ketika itu, produsen di Cina bahkan kesulitan untuk menjual produk ke kota lain, apalagi ke luar negeri. Karena itulah, Ma membawa internet ke mereka. Ma juga mendirikan perusahaan pengiriman karena dibutuhkan usaha kecil. Ketika terdesak ketiadaan sistem pembayaran online, Ma menciptakan Alipay.

Hingga kini, Jack Ma lebih memilih mendorong pemerintah negara manapun untuk meningkatkan infrastruktur internet. Namun, pemerintah tidak berperan banyak dalam menggerakkan bisnis, karena peran terbesar tetap dipegang wirausahawan. Pemerintah hanya perlu menyediakan iklim yang mendukung, misalnya dengan penerapan e-government. Sistem ini menghadirkan birokrasi yang tanpa korupsi, transparan, terbuka, dan terhubung dengan semua orang.

Kebijakan Pemerintah Jadi Salah Satu Kunci Pengembangan UKM

Nguyen Xuan Thanh, pakar kebijakan publik di Fulbright University Vietnam, dalam forum yang sama mengatakan kebijakan pemerintah menjadi salah satu kunci pengembangan usaha kecil. Berkaca dari pengalaman Vietnam dan Kamboja, kata Thanh, masuknya industri manufaktur ke negara itu sementara ini cukup menolong perekonomian. Namun mungkin itu tidak akan berlangsung lama. Negara itu harus segera melakukan perubahan mendasar, seperti dalam kurikulum pendidikan dan penyelenggaraan pelatihan untuk mengembangkan usaha kecil.

“Kebijakan yang diterapkan oleh negara sangat bermanfaat bagi usaha kecil, karena banyak yang masih kesulitan mengakses pinjaman dan layanan sektor keuangan. Usaha kecil juga tidak akan mampu bersaing melawan industri dalam mengakses layanan pemerintah. Perhatian lebih harus diberikan kepada usaha kecil, ke dalam apa yang disebut sebagai kompetisi yang adil,” kata Thanh.

Rovolusi industri karena perkembangan teknologi tidak hanya bermakna positif bagi usaha kecil, tetapi juga membawa potensi negatif. Meski Jack Ma sangat optimis bahwa internet akan mendorong kemajuan usaha kecil, Thanh mengingatkan tanpa pelatihan yang tepat dampak itu tidak akan terasa.

Jim Yong Kim dan Christine Lagarde meluncurkan Bali Fintech Agenda. (Foto courtesy: Bank Dunia).
Jim Yong Kim dan Christine Lagarde meluncurkan Bali Fintech Agenda. (Foto courtesy: Bank Dunia).

Bali Fintech Agenda

Dana Moneter Internasional (IMF) dan Grup Bank Dunia telah meluncurkan Bali Fintech Agenda. Ini merupakan paket yang terdiri dari 12 elemen kebijakan. Tujuannya adalah membantu negara-negara anggota memanfaatkan kemajuan teknologi keuangan yang mengubah penyediaan layanan perbankan dan mengelola risiko yang menyertai kemajuan itu.

"Ada sekitar 1,7 miliar orang di dunia tanpa akses ke layanan keuangan. Fintech memiliki dampak sosial dan ekonomi yang besar bagi mereka. Kita membutuhkan kerja sama internasional yang lebih besar untuk mencapai itu, dan untuk memastikan revolusi fintech menguntungkan lebih banyak pihak. Agenda ini menyediakan kerangka kerja untuk menilai pilihan kebijakan masing-masing negara dan menyesuaikannya dengan keadaan dan prioritas mereka sendiri,” kata Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde.

Dua belas poin penting yang disusun bersama ini berisi pedoman :

  1. Semua berhak atas manfaat fintech.
  2. Teknologi baru untuk meningkatkan layanan keuangan.
  3. Memperkuat persaingan dan komitmen untuk pasar yang terbuka, bebas, dan bersaing.
  4. Mendorong fintech untuk mempromosikan inklusi keuangan dan mengembangkan pasar keuangan.
  5. Memantau perkembangan dengan seksama untuk memperdalam pemahaman tentang sistem keuangan yang sedang berkembang.
  6. Mengadaptasi kerangka pengaturan dan praktik pengawasan untuk pengembangan dan stabilitas sistem keuangan yang teratur.
  7. Menjaga integritas sistem keuangan.
  8. Memodernisasi kerangka hukum untuk menyediakan lanskap hukum yang mendukung.
  9. Memastikan stabilitas sistem moneter dan keuangan domestik.
  10. Mengembangkan infrastruktur keuangan dan data yang kuat untuk mempertahankan manfaat fintech.
  11. Mendorong kerjasama internasional dan pembagian informasi.
  12. Meningkatkan pengawasan kolektif terhadap sistem moneter dan keuangan internasional.

“Bali Fintech Agenda menyediakan kerangka kerja untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah, di mana akses ke layanan keuangan rendah. Grup Bank Dunia akan fokus dalam memberikan solusi fintech yang meningkatkan layanan keuangan, mengurangi risiko, dan pencapaian pertumbuhan ekonomi inklusif yang stabil,” ujar Presiden Grup Bank Dunia, Jim Yong Kim menutup dialog di pertemuan itu. [ns/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG