Keluarga Rio Nanda Pratama, salah satu korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610, menggugat Boeing dengan tuduhan kecelakaan terjadi kemungkinan akibat masalah sistem kontrol pesawat di pesawat jet 737 terbaru, kantor berita AFP melaporkan Jumat (16/11), pekan lalu.
Gugatan didaftarkan Rabu (14/11) pekan lalu di negara bagian Illinois, lokasi kantor pusat Boeing. Rio, yang seorang dokter, seharusnya menikah dengan kekasihnya pada November ini.
Rio, dokter berusia 26 tahun adalah satu dari 189 korban tewas ketika pesawat Boeing 737 MAX jatuh di Laut Jawa pada 29 Oktober, tak sampai 20 menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Pangkal Pinang, Bangka-Belitung. Tidak ada korban selamat dalam kecelakaan tersebut.
Pesawat Boeing 737-MAX yang nahas itu baru mulai dipakai oleh Lion Air pada Agustus.
Setelah kecelakaan banyak pertanyaan seputar dugaan kegagalan Boeing tidak memberitahu maskapai penerbangan dan pilot menggenai perubahan dalam sistem pencegahan kehilangan daya angkat atau anti-stall system. Hal ini sedang dalam penyelidikan untuk kemungkinan kaitannya dengan kecelakaan tersebut.
Menurut Asosiasi Gabungan Pilot (Allied Pilots Association) Boeing memodifikasi sistem anti-stall tanpa memberitahu maskapai penerbangan dan pilot.
“Penyelidik pemerintah biasanya tidak akan menentukan siapa yang salah dan kompensasi yang adil kepada keluarga-keluarga ini tidak akan diberikan oleh penyelidikan pemerintah,” kata Curtis miner, dari kantor pengacara Colson Hicks Eidson di Amerika yang mengajukan gugatan tersebut, dalam pernyataan seperti dikutip oleh AFP.
“Inilah peran penting gugatan perdata dalam tragedi seperti ini.”
Belum ada kejelasan mengenai penyebab jatuhnya salah satu pesawat penumpang komersial terbaru dan tercanggih di dunia. Laporan awal kecelakaan Lion Air diharapkan akan dirilis akhir bulan ini.
AFP tidak bisa mendapatkan pernyataan dari keluarga Rio. [ft]