Pada suatu malam, seorang yang tidak dikenal muncul di pintu rumah seorang gadis, menawarkan pekerjaan menggiurkan. Orang itu mengatakan, "Tinggalkan duniamu, dan saya akan memberimu masa depan yang baik."
Ini adalah kesempatan bagi Marselina Neonbota, usia 16 tahun meninggalkan desanya yang terpencil di salah satu bagian termiskin di Indonesia, untuk pergi ke negara tetangga Malaysia, di mana pekerja migran bisa memperoleh penghasilan lebih banyak dalam beberapa tahun, daripada penghasilan di kampungnya seumur hidup.
Ini adalah sebuah jalan keluar bagi seorang gadis yang sangat haus akan kehidupan di luar lahan pertanian yang dia lalui setiap hari sejauh 22 kilometer ke sekolahnya pulang-pergi. Dia mengambil kesempatan itu dan menghilang.
Anak perempuan ceria yang dikenal keluarganya sebagai Lina, bergabung dengan rombongan warga Indonesia yang bermigrasi setiap tahun ke negara-negara kaya di Asia dan Timur Tengah untuk bekerja. Tapi ribuan dari mereka pulang dalam peti-peti jenazah karena meninggal di negara orang, atau hilang. Di antara mereka, mungkin ratusan anak perempuan yang hilang tanpa diketahui dari bagian barat pulau Timor yang miskin dan di tempat-tempat lain di provinsi Nusa Tenggara Timur.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia mencatat, lebih dari 2.600 migran Indonesia meninggal atau hilang sejak tahun 2014. Jumlah tersebut kebanyakan mengabaikan orang-orang seperti Lina yang direkrut secara ilegal. Jumlah mereka diperkirakan 30 persen dari 6,2 juta pekerja migran Indonesia.
Bibi Lina, Teresia Tasoin, menyadari bahwa gaji bekerja di Malaysia bisa mendukung seluruh keluarga. Suaminya tidak bisa menghentikan hasrat Lina untuk pergi. Kurang dari satu jam setelah, masuk ke rumah mereka, orang yang tidak dikenal itu pergi dengan Lina, meninggalkan kampung halamannya.
Dalam masalah nasib para migran, Asia merupakan tempat yang paling tidak bisa ditembus. Asia memiliki lebih banyak migran dibanding wilayah manapun di dunia, karena jutaan orang pergi ke Asia dan ke Timur Tengah untuk bekerja. Namun Asia mempunyai paling sedikit data migran yang hilang.
Dalam sebuah penghitungan eksklusif, kantor berita Associated Press mendapati, lebih dari 8.000 migran meninggal dan hilang di Asia dan Timur Tengah sejak 2014, di samping 2.700 yang terdaftar meninggal atau hilang oleh Organisasi Internasional PBB untuk Migrasi. Lebih dari 2.000 korban yang dicatat oleh AP berasal dari Filipina saja. Dan tak terhitung kasus lain yang tidak pernah dilaporkan.
Penyelidikan oleh AP mencatat, setidaknya 61.135 migran meninggal atau hilang di seluruh dunia dalam periode yang sama, dan angka ini terus meningkat. Jumlah itu lebih dua kali lipat dari jumlah yang dicatat oleh Badan Migrasi Dunia atau IOM, satu-satunya kelompok yang telah berupaya menghitungnya. (ps)