Jumlah tenaga kerja warga negara Indonesia yang terancam, maupun pernah terancam hukuman mati, mencapai 576 orang di seluruh dunia, sejak periode 2011 hingga saat ini, kata Lalu Muhammad Iqbal, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, dalam jumpa pers di kantornya, Kamis (15/2). Sedangkan yang sudah berhasil dibebaskan dari ancaman hukuman mati sebanyak 393 orang dan kasus yangmasih ditangani melibatkan 183 WNI.
Di Arab Saudi, yang terdapat konsentrasi warga negara dan tenaga kerja Indonesia terbesar kedua di dunia setelah Malaysia, banyak kasus yang melibatkan tenaga kerja Indonesia, terutama WNI yang terancam hukuman mati.
“Untuk Arab Saudi, jumlah kasus hukuman mati dari 2011 hingga saat ini, persis seratus. Yang sudah berhasil kita bebaskan 79 sampai Januari. Yang masih kita tangani 21, tiga di antaranya dalam masa-masa kritis,” kata Iqbal menjelaskan.
Baca: Siksa TKW Indonesia, Majikan Hong Kong Bayar Ganti Rugi 100 Ribu Dolar
Iqbal menambahkan pada akhir Januari lalu, pemerintah Indonesiaberhasil membebaskan satu WNI dari hukuman mati. Dia menegaskan untuk setiap kasus hukuman mati, pemerintah akan memperjuangkan, akan melakukan pendampingan, dan melakukan berbagai upaya terbaik untuk bisa membebaskan WNI yang terancam hukuman mati.
Di tempat yang sama, KonsulatJenderal Indonesia di Jeddah Mohamad Hery Saripudin menyebutkan pihaknya selalu menggunakan tiga pendekatan dalam menghadapi kasus hukuman mati. Pertama, pendekatan legalistik formal, yakni menyewa pengacara sejak yang bersangkutan ditangkap. Kedua, pendekatan politik diplomatik, yaitu mulai dari presiden berkirim surat kepada raja, hingga konsulatjenderal menemui pejabat terkait. Pendekatan ketiga adalah secara sosial, yang tidak selalu langsung ke pihak korban, tapi juga lewat majelis pemaafan.
Lebih lanjut dia mengungkapkan saat ini terdapat tiga WNI dalam waktu dekat terancam dieksekusi.
“Ketiganya berada di wilayah kerja KJRI Jeddah. Dua di penjara Thaif, satu di penjara Makkah. Ketiganya kasus pembunuhan. Yang dua dilakukan oleh dua warga Majalengka: Tuti Susilawati dan Eti Thoyyib. Satu lelaki warga Madura,” kata Hery menjelaskan.
Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel menekankan hanya satu pihak yang bisa membebaskan seseorang dari hukuman mati, yakni ahli waris korban.
“Hukuman mati ada di Saudi ini yang bisa menyelamatkan bukan raja, bukan gubernur, bukan orang kaya, bukan menteri. Tapi yang bisa menyelamatkan hanya satu: ahli waris,” kata Agus.
Selain itu, tambah dia, juga hanya ahli waris yang diberitahu mengenai jadwal eksekusi mati. Pihak KBRI pun tidak diberitahu. Setelah keluarga korban diberitahu mengenai jadwal eksekusi mati, mereka diamankan secara ketat selama 24 jam menjelang eksekusi dilakukan.
Pemerintah masih akan memberlakukan moratorium penempatan TKI sektor informal atau pekerja rumah tangga ke Arab Saudi karena lebih memprioritaskan penempatan tenaga kerja terlatih.
Baca: Jenazah TKW Filipina yang Dibunuh di Kuwait Tiba di Manila
Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, menilai kebijakan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi yang diberlakukan sejak Mei 2015 perlu dievaluasi, karena menurutnya meskipun pemerintah menerapkan kebijakan tersebut, masih saja ada pengiriman TKI ke negara itu secara ilegal.
“Ini memperlihatkan bahwa moratorium atau penghentian permanen itu juga harus difikirkan ulang karena jika tidak implikasinya mereka yang tetap berangkat ke sana itu akan sangat potensial mengalami kerentanan-kerentanan seperti tersekap dan juga menjadi korban perdagangan manusia,” kata Wahyu.
Wahyu Susilo menambahkan hal tersebut disebabkan tidak adanya mekanisme pengawasan dan evaluasi yang ketat sehingga pengiriman TKI sektor informal tetap mengalir secara ilegal ke Arab Saudi dan beberapa negara Timur Tengah lainnya.