Kubu pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kesulitan mencegah anak-anak untuk tidak terlibat dalam kampanye terbuka pemilu 2019. Hal tersebut terlihat dari jawaban kedua kubu saat menanggapi temuan Bawaslu terkait pelibatan anak dalam kampanye kedua pasangan calon.
Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Ade Irfan Pulungan mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk menjalankan aturan soal larangan pelibatan anak dalam kampanye. Namun, ia mengatakan hal tersebut juga sulit dihindari jika anak-anak diajak kampanye oleh keluarganya.
"Kami tidak pernah melakukan mobilisasi, mengerahkan anak-anak itu untuk ikut aktif terlibat dalam arena kampanye. Dan kita juga tidak bisa menghindari kehadiran anak-anak itu, apakah diajak ikut serta dalam arena itu oleh orang tua atau keluarganya," jelas Ade Irfan di Posko Cemara, Jakarta, Selasa (26/3).
Ade Irfan menambahkan TKN Jokowi-Ma'ruf juga telah membuka posko pengaduan di seluruh provinsi untuk menerima laporan pelanggaran yang terjadi. Menurutnya, laporan yang masuk nantinya akan ditindaklanjuti ke lembaga terkait untuk penuntasan kasusnya.
Senada, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno juga menyatakan tidak pernah memobilisasi anak untuk terlibat dalam kampanye mereka. Menurut - juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Ferdinand Hutahaean, anak-anak tersebut datang ke tempat kampanye kemungkinan karena ada hiburan saat kampanye.
"Mereka ini bukan ingin berkampanye tetapi ingin melihat keramaian. Jadi Bawaslu jangan terlalu kakulah menyikapi hal ini. Karena tidak mungkin Prabowo atau Jokowi hadir di satu tempat, terus anak-anak di daerah itu kita kurung dalam kamar. Tidak mungkin itu. Dan yang penting adalah tidak ada organisasi dari capres-cawapres yang melibatkan anak-anak," jelas Ferdinand kepada VOA.
Di sisi lain, kata Ferdinand, turut sertanya anak-anak dalam kampanye dapat menjadi pembelajaran politik bagi anak-anak. Meski demikian, hal tersebut bukan berarti, ia setuju anak-anak yang belum memiliki hak pilih tersebut dilibatkan dalam kampanye.
Ancaman Pidana 1 Tahun Penjara
Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengingatkan kepada kedua pasangan calon, bahwa ada ancaman pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta bagi pihak yang melanggar larangan kampanye. Hal tersebut diatur dalam Pasal 493 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sementara larangan pelibatan anak-anak diatur dalam Pasal 280 ayat 2 UU Pemilu.
"Pertanyaannya ini yang menyelenggarakan siapa? Dia kan harus bertanggung jawab. Tidak boleh bilang tidak diorganisir, diundang dan sebagainya. Tapi selaku panitia yang terdaftar di Bawaslu dan ada sederatan nama ya tentu harus bertanggung jawab. Tidak boleh dilepas begitu saja, karena ada UU Pemilu yang menyatakan seperti itu," jelas Jasra Putra.
Jasra menambahkan lembaganya bersama Bawaslu, KPU, dan Kementerian Perlindungan Anak telah membuat surat edaran bersama tentang pemilu ramah anak. Surat edaran ini diharapkan dapat mencegah terjadi pelibatan anak dalam kampanye.
Selain persoalan aturan, Jasra juga mengingatkan pelibatan anak dapat merugikan anak dan pasangan calon yang melibatkan anak. Bagi anak, kampanye tersebut dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental anak. Sementara bagi pasangan calon, citranya akan menjadi negatif di masyarakat karena dianggap tidak memiliki kepedulian terhadap anak.
"Dampaknya secara fisik, tentu kelelahan. Kekuatannya tidak sama dengan orang dewasa. Secara psikis dia akan mendengarkan informasi-informasi yang mengherankan dan situasi keriwuhan. Dan ini akan menjadi dampak psikologis bagi kita," imbuhnya.
Di samping penegakan hukum, Jasra meminta KPU dan Bawaslu serta peserta pemilu 2019 melakukan langkah-langkah kreatif guna mencegah pelibatan anak di kampanye terbuka. Semisal dengan membuat iklan larangan pelibatan anak di kampanye secara intensif dan menyediakan tempat bermain di lokasi kampanye. Sebab, KPAI mencatat setidaknya ada 10 kasus pelibatan anak hingga Selasa (26/3) kemarin. [sm/uh]