Media sosial yang aksesnya dibatasi adalah Facebook, Instagram, dan Whatsapp.
Menurut analisa data VOA, aktivitas di Facebook terkait pemilu di Indonesia turun 94,9%, dan Instagram turun 91,9% dalam periode 21-24 Mei.
(Data kami berdasarkan waktu di Washington, D.C. yang 11 jam lebih lambat dibandingkan Waktu Indonesia Barat)
Juru bicara Facebook Indonesia Ai Putri Dewanti mengatakan mereka terus berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia.
“Kami akan terus memegang komitmen kami untuk tetap memberikan layanan bagi masyarakat agar dapat terus berkomunikasi dengan kerabat dan keluarga,” ujar Ai dalam pesan singkat Whatsapp.
Menurut Menkominfo Rudiantara, pengguna ponsel di Indonesia ada lebih dari 200 juta orang, dan “hampir semua menggunakan Whatsapp.”
Pengguna Facebook di Indonesia ada 120 juta orang, dan Instagram 56 juta per April 2019.
Twitter jadi ‘tempat pelarian’
Rudiantara katakan tidak semua media sosial dibatasi, hanya beberapa fitur dan messaging system.
"Kita tahu modusnya adalah posting di media sosial, Facebook, Instagram, dalam bentuk video, meme, foto," ujar Rudiantara dalam konferensi pers Rabu (22/5).
"Kemudian screen capture diambil, viralnya bukan di media sosial, viralnya di messaging system Whatsapp.”
Netizen pun ‘kabur’ ke Twitter untuk menyampaikan unek-unek mereka. Aktivitas terkait pemilu di Twitter naik 56,7% pada tanggal 22 Mei, saat medsos lainnya mulai dibatasi.
Pembatasan Medsos “Agak Lebay”
Meski Menkopolhukam Wiranto katakan pembatasan akses media sosial “semata-mata untuk keamanan sosial,” sejumlah pihak menilai langkah ini berlebihan dan bahkan tidak sesuai Undang-Undang Dasar.
“Kita menganggap, apa dasarnya gitu. Menurut kita agak lebay lah itu. Terganggu kita mau komunikasi” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kamis (23/5).
“Mendapatkan informasi itu kan hak asasi, memang bisa dilimitasi, tapi harus dengan alasan tertentu, prosedur tertentu,” ujar Taufan.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga mengatakan langkah ini tidak sesuai Pasal 28F UUD 1945 dan pasal 19 Deklarasi Universal HAM yang menyatakan setiap orang berhak mencari dan memperoleh informasi.
“Kami menyadari bahwa langkah pembatasan oleh pemerintah ini ditujukan untuk mencegah meluasnya informasi yang salah demi melindungi kepentingan umum,” ujar Ketua Umum AJI Indonesia Abdul Manan lewat keterangan tertulis di situs AJI.
“Namun, kami menilai langkah pembatasan ini juga menutup akses masyarakat terhadap kebutuhan lainnya, yaitu untuk mendapat informasi yang benar.”
Sementara Rudiantara mengatakan pembatasan media sosial ini didasarkan pada UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“UU ITE itu intinya ada dua,” paparnya. “Satu, meningkatkan literasi, kemampuan, kapasitas, dan kapabilitas masyarakat akan digital. Dan kedua, manajemen konten, yang salah satunya dilakukan pembatasan konten ini.”
Komunikasi lewat SMS dan telepon juga tidak terpengaruhi pembatasan ini, tambah Rudiantara. [np/dw]