Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menegaskan, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) plastik yang akan dijalankan di salah satu pabrik kertas di Kabupaten Mojokerto, siap beroperasi pada awal Agustus nanti.
Hal itu merupakan bagian upaya mengubah sampah menjadi energi listrik yang digagas pemerintah, untuk mengatasi masalah sampah plastik. Indonesia merupakan satu dari lima negara penghasil sampah plastik terbanyak di dunia.
“Yang dikelola di sini, insyaallah, awal Agustus sudah akan beroperasi. (Ini) adalah sampah plastik menjadi listrik. Jadi, ini inisiator pertama untuk mengelola sampah plastik menjadi energi listrik. Nah, sekarang ini sedang berjalan proses yang disiapkan oleh Kementerian ESDM dan BPPT,” terang Khofifah Indar Parawansa pekan lalu.
Khofifah mengatakan sampah plastik sebagai sumber energi listrik terbarukan itu diharapkan mampu membantu penyediaan listrik di Jawa Timur.
“Kita punya PR (pekerjaan rumah) sampah plastik. Kita termasuk lima besar di dunia. Maka, bagaimana pengolahan sampah plastik menjadi energi listrik itu salah satu di dalam rencana umum energi daerah, sekarang sedang dibahas di DPRD (Provinsi Jawa Timur)," ujar Khofifah.
"Kita berharap renewable energy, energi yang terbarukan atau energi non-fosil, di tahun 2025, di Jawa Timur ini sudah bisa mencapai 16,8 persen,” jabarnya.
Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028, pemerintah pusat menargetkan produksi listrik dari energi baru dan terbarukan mencapai 23 persen dalam bauran energi nasional.
PLTSa yang akan diuji coba itu dioperasikan oleh pabrik PT. Mega Surya Eratama di Kabupaten Mojokerto, yang diperkirakan berkapasitas kurang lebih 7 megawatt (MW). Selama ini, pabrik kertas ini telah memanfaatkan sampah kertas bercampur plastik untuk memenuhi kebutuhan energi listriknya sendiri, yang mencapai 7,8 MW.
PT. Mega Surya Eratama saat ini telah memiliki pirolisis atau mesin pengolah limbah sampah, yang mampu mengolah 15 ton sampah plastik per harinya. Belum ada informasi lebih lanjut mengenai apakah PT. Mega Surya Eratama sudah menandatangani perjanjian jual beli listrik (PJB) untuk penjualan listrik yang dihasilkan kepada PLN.
Risiko Kesehatan
Rencana pemerintah memanfaatkan sampah untuk energi listrik, diakui mampu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Namun, risiko yang merugikan lingkungan dan masyarakat patut diperhatikan.
Menurut Dosen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember, Anita Dewi Moelyaningrum, pemanfaatan sampah plastik sebagai bahan bakar untuk menghasilkan listrik berisiko mencemari lingkungan hidup serta mengancam kesehatan masyarakat.
Bila pengoperasian dan kontrol pembakaran sampah plastik yang dilakukan kurang baik, maka bahaya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan akan sulit dihindari. Pembakaran sampah yang akan menghasilkan abu sisa dan asap yang tidak terkontrol, berisiko terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat.
“Bahan plastik jika dibakar, akan menghasilkan senyawa toksik, terutama berupa dioksin dan furan. Ketika dia terakumulasi, maka akan menyebabkan berbagai macam risiko kesehatan, seperti batuk, sesak napas, bahkan dioksin ini memiliki sifat karsinogenik tipe 1, yaitu bahan pencetus kanker ketika dia memapar pada manusia,” papar Anita.
Andrew Joewono, dosen Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, menambahkan, meski secara teknis pembakaran sampah melalui insinerator untuk dikonversi menjadi energi listrik dapat dilakukan, tetap perlu penanganan khusus agar proses ini tidak berdampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan.
Pemanfaatan sampah plastik untuk dijadikan biji plastik maupun minyak bakar, jauh lebih bernilai ekonomis dibanding hanya sekedar dibakar untuk menjadi energi listrik, kata Andrew. Banyak pabrik plastik yang masih berminat membeli biji plastik yang diolah dari plastik kresek, paparnya.
“Justru tambah rugi kalau misalnya plastik dibakar, tapi tidak digunakan untuk yang lain. Ya, mengeluarkan karbon, polusi, lalu sampahnya juga jadi karbon polusi lagi. Mau dijadikan apa?” ujar Andrew Joewono.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), saat ini sedang menyiapkan proses pengelolaan sampah di Jawa Timur yang dibagi dalam 3 varian, yaitu sampah reduce, reuse, dan recycle.
Kota Surabaya sendiri sudah memiliki pengolahan sampah organik menjadi energi listrik, tepatnya di TPA Benowo, yang digunakan untuk penerangan jalan dan kawasan sekitar TPA. [pr/ft]