Pemerintah berencana akan memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke wilayah yang berada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.
Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Wisnu Widjaja dalam jumpa pers di kantornya, Jumat (30/8), mengatakan wilayah yang akan menjadi calon ibu kota negara Indonesia di Kalimantan Timur, berada pada zona dengan tingkat risiko ancaman bencana rendah hingga sedang.
Potensi ancaman bisa menjadi besar tambahnya apabila tata kelola ruang tidak memperhatikan aspek lingkungan, apalagi jika tidak ada perubahan perilaku manusia pada alam.
Berdasarkan data dari alat kaji potensi bencana Inarisk, ancaman risiko bencana yang bisa terjadi diantaranya hidrometeorologi seperti banjir, terutama di wilayah muara sungai. Namun, lanjut Wisnu, risiko tersebut bersifat dinamis. Artinya hal itu bisa berkembang apabila terdapat beberapa faktor pendukung seperti tata kelola ruang yang tidak baik tidak memperhatikan kajian lingkungan dan faktor urbanisasi.
“Risiko itu dinamis, kalau banyak manusia di sana bisa berkembang menjadi tinggi ancaman bencananya khususnya hidrometrologi, karena ini hubungannya dengan lingkungan, kalau manusia dan tinggal di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) maka ada ancaman,” jelas Wisnu.
Sehubungan potensi ancaman gempa dan tsunami, Pakar dan peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko, mengatakan bahwa tingat risiko ancaman bencana Kalimantan Timur berada pada level rendah hingga sedang.
Widjo Kongko menjelaskan potensi risiko dari gempa dan tsunami ini merupakan dampak dari wilayah lain, seperti Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan Sedangkan potensi dari tsunami yang disebabkan longsoran bawah laut, kata Widjo, berada di tiga titik lokasi di wilayah Selat Makasar dengan potensi kerawanan 4 persen.
Terkait potensi kebakaran hutan dan lahan, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo tidak menyangkal bahwa Kalimantan Timur masih berada pada peringkat kelima dengan total luas lahan yang terbakar mencapai 4430 hektar dari 34 provinsi di Indonesia. Sementara peringkat pertama sehubungan kebakaran hutan dan lahan adalah Nusa Tenggara Timur dengan total luas 71.712 hektar.
Pemantauan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) melalui satelit jumlah titik hotspot yang muncul di beberapa wilayah Kalimantan bukan selalu merupakan kebakaran hutan. [fw/em]