Wacana pemindahan ibu kota negara terus memicu polemik. Presiden Joko Widodo telah mengumumkan bahwa ibu kota Indonesia akan dipindah dari Jakarta ke wilayah yang berada di antara kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Namun banyak pihak meragukan ibu kota negara memang harus atau pantas dipindah.
Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (3/9), ahli hukum tata negara Irman Putra Sidin menjelaskan dalam Undang-undang Dasar 1945 disebutkan ibu kota adalah tempat seluruh rakyat Indonesia mengambil keputusan tertinggi, makanya Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang di ibu kota negara.
Undang-undang Dasar 1945 juga menyebutkan semua uang negara yang dipakai oleh institusi-institusi negara akan diawasi oleh lembaga yang berkedudukan di ibu kota negara, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Mengenai ibu kota, lanjut Irman, pada 1964 keluar undang-undang yang menyatakan Jakarta adalah daerah khusus ibu kota. Soekarno beralasan Jakarta adalah tempat proklamasi kemerdekaan, tempat bendera merah putih dikibarkan pertama kali, dan tempat menyebarkan ideologi Pancasila ke seluruh penjuru dunia.
"Lalu pertanyaannya adalah bisa tidak ibu kota ini dipindahkan. Jawabannya adalah ketika ada fakta baru bahwa bukan Jakarta tempat proklamasi 17 Agustus (1945). Ada fakta baru bahwa bukan di Jakarta pusat aktivitas revolusi dan lain sebagainya," kata Irman.
Irman menegaskan selagi tidak ada fakta baru tersebut, maka ibu kota Indonesia sampai kapan pun tetap di Jakarta. Ketika ibu kota dipindahkan, maka sama saja mau menganulir Jakarta sebagai tempat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dia memperingatkan ketika ibu kota diutak-atik berarti itu awal dari orang ingin mengutak atik dasar negara.
Menurutnya, ibu kota adalah salah satu hal paling fundamental di sebuah negara, sehingga harus hati-hati kalau mau melakukan perubahan.
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad meminta agar rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur tersebut dikaji ulang, supaya dibuka ruang publik terhadap kajian-kajian akademis mengenai rencana pemindahan ibu kota negara itu. Alhasil, banyak pihak bisa memberi masukan sehingga ketika ibu kota memang jadi pindah, dapat menciptakan pemerataan pembangunan dan ekonomi.
Tauhid mengatakan pemerintah juga harus memiliki skenario lain, yakni bagaimana tetap memajukan perekonomian dan pembangunan di Jawa dan daerah lainnya ketika ibu kota negara dipindahkan dari jakarta. Dia menyebutkan dampak pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur sangat besar terhadap, misalnya tingkat hunian hotel di Jakarta dan daerah sekitarnya, biasa dipakai untuk rapat dan seminar beragam lembaga pemerintah akan anjlok.
Menurutnya, dampak ekonomi jangka panjang terhadap Jakarta dan daerah sekitarnya itu yang belum dihitung oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ketika ibu kota negara dipindahkan ke Kalimantan Timur.
"Otomatis sepi karena semua pindah ke Kaltim (Kalimantan Timur). Hotel di Kaltim akan tumbuh, jasa akan tumbuh, ini tumbuh. Kaltim akan cepat tumbuh. Tapi yang ditinggalkan seperti apa? Karena di negara berkembang, fasilitas ekonomi bisnis banyak didorong oleh belanja pemerintah dan otomatis di mana belanja itu tumbuh, itulah ekonomi berkembang," ujar Taudih.
Dia mencontohkan dampak lainnya dari pemindahan ibu kota negara adalah akan turunnya tingkat okupansi gedung-gedung perkantoran di Jakarta. Dia mempertanyakan apakah swasta akan mampu mengambil alih gedung-gedung perkantorang yang akan dtinggalkan oleh pemerintah.
Oleh karena itu, lanjut Tauhid, pemindahan ibu kota negara sedianya bersifat jangka panjang. Artinya, proses pemindahan lima tahun tidak cukup. Apalagi belum ada hitungan secara mendalam mengenai aspek pembiayaan dan ekonominya. Anggaran disiapkan sebesar Rp 466 triliun tidak mencukupi dan tidak masuk akal.
Sementara pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno mengatakan melihat alasan di balik pemindahan ibu kota, maka niat baik Presiden Joko Widodo itu perlu didukung.
"Siapapun presidennya, siapapun gubernurnya, sepertinya kepadatan, kemacetan, dan polusi susah dihilangkan oleh Jakarta. Maka pindah ibu kota (negara) ini menjadi satu-satunya solusi untuk mengurangi beban-beban itu," tutur Adi.
Adi melihat pemindahan ibu kota negara juga akan menciptakan pemerataan pembangunan ekonomi, supaya Indonesia itu tidak Jawa sentris dan Jakarta sentris. (fw/em)