Jelang akhir tahun 2019, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Perdagangan Agus Supramanto Senin (30/12) sore melemah 29,775 poin atau 0,47 persen ke level 6.299,53.
Meski berada pada zona merah, namun Menteri Keuangan Sri Mulyani tetap mengapresiasi kinerja Bursa Efek Indonesia (BEI) dan stakeholder terkait atas pencapaian dan kinerja pasar modal Indonesia selama 2019 yang cenderung positif. Hal tersebut salah satunya ditandai dengan meningkatnya jumlah investor di pasar modal Indonesia lebih dari 50 persen, padahal tahun 2019 diakuinya merupakan tahun yang tidak mudah bagi seluruh pelaku ekonomi.
“Kita semua tahu di tengah banyaknya bursa efek negara lain yang mencatatkan pertumbuhan negatif, IHSG kita masih mampu tumbuh positif sepanjang 2019. Jumlah investor saham kita 2,4 juta investor, tumbuh 50 persen dibanding tahun 2018, itu kinerja yang sangat impresif, juga ini dilakukan pada saat BEI maupun OJK bersama-sama ingin terus membersihkan dari transaksi maupun pelaku yang dianggap tidak baik yang bisa mencederai reputasi dari bursa dan pasar modal Indonesia, karena bagaimanapun juga pasar modal Indonesia hanya akan tumbuh jadi pasar modal yang menciptakan pendalaman ekonomi dan keuangan, apabila reputasi dan kredibilitas dari regulator maupun SRO nya bisa berjalan dengan efektif, “ ujar Sri Mulyani dalam penutupan perdagangan IHSG 2019, di BEI, Jakarta, Senin (30/12).
Ia pun berpesan agar seluruh stakeholder pasal modal Indonesia senantiasa mengutamakan perlindungan investor, sehingga masyarakat percaya bahwa mereka berinvestasi di tempat yang benar-benar aman.
Lanjutnya, mewakili pemerintah mantan Direktur Pelaksana World Bank ini juga berharap industri pasar modal bisa berperan lebih aktif lagi dalam membiayai pendanaan pembangunan infrastruktur di tanah air. Menurutnya, sebuah negara akan bisa maju dengan pesat kalau mempunyai infrastruktur yang baik, dapat dipercaya, dan bisa menciptakan konektivitas di seluruh pelosok tanah air.
“Faktanya tadi pagi saya masih naik sepeda dengan Bapak Presiden (di Semarang) dan sekarang menutup bursa itu menunjukkan bahwa infrastruktur kita sudah baik. Tapi itu masih belum (cukup), yang kita inginkan maksimal. Oleh karena itu kita perlu terus membangun infrastruktur dan pembiayaan serta pendanaan termasuk instrumen melalui pasar modal menjadi kritikal,” jelasnya.
Oleh karena itu ia berharap pelaku pasar modal dapat mendukung seluruh program pembangunan pemerintah, khususnya infrastruktur, baik dari sisi program kerja maupun inovasi dalam regulasi dan instrumen pembiayaan.
Sri Mulyani menekankan bahwa Kementerian Keuangan sebagai otoritas pengelola kebijakan fiskal siap berkoordinasi untuk menghasilkan berbagai kebijakan yang optimal untuk dapat mendorong lebih banyak investasi ke Indonesia.
Mendag : Penawaran Saham Umum Perdana dan Obligasi untuk Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Tetap Banyak
Senada dengan Menkeu Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Agus Supramanto mengapresiasi industri pasar modal yang turut mendukung program pemerintah selama 2019, khususnya dalam pembangunan infrastruktur. Selama tahun ini hasil dari penawaran saham umum perdana/ initial public offering (IPO) dan juga obligasi mengalir cukup deras untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur ini.
“Hal tersebut tercermin dari pengembangan instrumen pasar modal yang ditujukan khusus untuk memberikan pembiayaan pembangunan infrastruktur. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga dapat menggunakan mekanisme pendanaan melalui penawaran umum penerbitan saham maupun obligasi, dimana sepanjang tahun 2019 hasil penawaran umum yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur senilai Rp15,4 triliun,” ujar Agus.
Agus mengatakan melalui berbagai kebijakan strategis, pasar modal juga dapat berperan dalam akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional antara lain pajak bagi negara yang berasal dari perdagangan di bursa efek dan wajib pajak dari indsutri pasar modal lainnya.
“Bantuan likuiditas bagi perusahaan melalui penerbitan instrumen pasar modal serta peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat yang berinvestasi di pasar modal. Kebijakan juga telah ditetapkan OJK untuk memberikan kesempatan yang lebih luas bagi perusahaan skala kecil dan menengah untuk memperoleh pendanaan melalui pasar modal serta kemudahaan bagi start up company untuk memperoleh pendanaan ,” tambah Agus.
Meski Target IPO Tidak Tercapai, BEI Klaim Bursa Saham di Indonesia Terbaik se-ASEAN
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djayadi juga mengakui bahwa kondisi pasar modal Indonesia pada tahun ini cukup berat karena terdampak dari kondisi perekonomian global yang tidak menentu.
Meski begitu, Inarno cukup bangga dengan capaian kinerja BEI tahun ini yang masih bisa dikatakan positif. Hal tersebut tercermin dari peningkatan jumlah investor saham yang meningkat 30 persen menjadi 1,1 juta investor saham berdasarkan Single Investor Identification (SID).
Hingga saat ini, kata Inarno, jumlah investor di pasar modal meliputi investor saham, reksa dana, dan surat utang telah mencapai 2,48 juta investor (SID) atau naik lebih dari 50 persen dari tahun 2018 yakni sebanyak 1,62 juta investor.
Namun, sepanjang tahun 2019, hanya 55 perusahan yang melantai atau IPO di BEI. Jumlah ini meleset dari target dan turun dari tahun lalu, di mana tercatat sebanyak 57 emiten melakukan IPO. Walaupun tidak mencapai target, Inarno mengklaim bahwa jumlah ini masih lebih baik dari negara-negara lainnya di ASEAN. Menurut catatan BEI, jumlah perusahaan yang go public di bursa saham Thailand menjadi terbanyak setelah Indonesia yaitu 30 perusahaan, diikuti oleh Malaysia sebanyak 29 perusahaan.
“Alhamdulilah tahun ini kita bisa mencapai 55 company listed di 2019 saham, dan ini merupakan, bahwa ini yang terbesar di ASEAN. Kalau kita dibandingkan dengan negara-negara tetangga, kita ini adalah yang tertinggi. Selama lima tahun ini, Indonesia menempati urutan pertama, sekitar 24-25 persen growth-nya selama lima tahun. Itu kalau dari growth-nya. Urutan kedua adalah Vietnam. Kalau misalnya dari Malaysia, itu saturated 1-2 persen paling tinggi selama lima tahun, kalau kita lihat dari Singapura malah negatif 4-5 persen. Jadi pencapaian 55 itu sudah luar biasa, kalau dibandingkan dari negara-negara ASEAN. Dan juga kalau kita lihat, pencapaian kita ini, 2019 ini adalah urutan ke-7 berdasarkan Ers & Young Global report. Kita adalah tujuh tertinggi di dunia. Jadi syukur alhamdulilah, pencapaiannya sangat bagus sekali,” ungkap Inarno.
668 Perusahaan Tercatat di BEI pada Akhir 2019
Total jumlah perusahaan yang sahamnya tercatat di BEI pada penghujung tahun 2019 mencapai 668 perusahaan.
Aktivitas pencatatan efek di BEI di tahun ini juga diikuti oleh 14 pencatatan Exchange Traded Fund (ETF) baru, dua Efek Beragun Aset (EBA), dua Obligasi Korporasi Baru (diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat yang baru pertama kali mencatatkan efeknya di bursa), dua Dana Investasi Real Estate Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DIRE-KIK) dan satu Dana investasi Infrastruktur Berbentuk Kontraks Investasi Kolektif (DINFRA). Dengan demikian, terdapat 76 perusahaan efek baru di BEI sepanjang tahun 2019, atau melebihi dari target 75 pencatatan efek baru yang direncanakan.
Untuk tahun depan, Inarno pun mematok target yang sangat konservatif yaitu sebanyak 78 perusahaan bisa melakukan pencatatan efek yang tercatat di BEI.
Ditambahkannya, aktivitas perdagangan BEI di tahun 2019 mengalami peningkatan yang tercermin dari kenaikan rata-rata frekuensi perdagangan yang tumbuh 21 persen menjadi 469 ribu kali per hari dan menjadikan likuiditas perdagangan saham BEI lebih tinggi diantara Bursa-bursa lainnya di kawasan Asian Tenggara. Pada periode yang sama, Rata-Rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) turut meningkat tujuh persen menjadi Rp9,1 triliun dibandingkan tahun 2018 yang sebesar Rp8,5 triliun. [gi/em]