Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Mark Esper, Kamis (2/1/2020), mengatakan siap mengambil tindakan militer "preemptive" untuk mencegah serangan terhadap pasukan Amerika.
Menurut Esper, Pentagon masih melihat indikasi bahwa Iran dan milisi yang didukungnya mungkin merencanakan serangan lagi terhadap pasukan Amerika di Timur Tengah.
Selama November dan Desember tahun lalu, terjadi sekitar selusin serangan dari kelompok-kelompok yang didukung Iran terhadap pangkalan Amerika dan pasukan internasional di Irak. Termasuk serangan di Kirkuk yang menewaskan seorang kontraktor Amerika dan melukai beberapa tentara Amerika dan Irak. Amerika menuding serangan itu dilakukan Kataeb Hezbollah.
Serangan udara Amerika baru-baru ini terhadap Kataeb Hezbollah menyebabkan kerusuhan dua hari di Kedutaan Besar Amerika di Baghdad. Milisi dan pendukung mereka menyerang kompleks kedutaan itu Selasa (31/12/2019) lalu.
Foto-foto dari kompleks kedutaan itu menunjukkan grafiti dalam Bahasa Arab yang menyatakan, "Tidak, Tidak Ada Amerika" dan "Soleimani adalah pemimpin saya." Solemani adalah Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds Iran, sayap elit Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) yang mengawasi operasi di luar negeri.
Situasi lebih tenang pada Kamis (2/1/2020), karena kelompok paramiliter yang didukung Iran sudah meninggalkan daerah itu.
Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo menuduh pemimpin Kataeb Hezbollah dan lainnya, yang disebutnya "teroris," mendalangi serangan terhadap kedutaan Amerika di Baghdad.
Operasi konsuler ditangguhkan, dan Departemen Luar Negeri memperingatkan warga Amerika agar menjauh dari lokasi itu.[ka/ii]