Puluhan rudal Iran menghujani dua pangkalan militer Amerika Serikat (AS), Irbil di utara dan Al Asad di barat, Rabu (8/1) waktu setempat. Media-media Iran melaporkan Korps Garda Revolusioner Islam Iran mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu.
Garda Revolusioner menyebutnya sebagai serangan pembalasan terhadap pembunuhan panglima pasukan elit Iran Jenderal Qassem Soelaimani oleh militer AS, Jumat (3/1) pekan lalu.
Presiden Donald Trump lewat Twitter pada Selasa (7/1) malam mencuit bahwa “semua baik-baik saja. Sejumlah rudal diluncurkan dari Iran ke dua pangkalan militer di Irak. Kajian atas kerusakan dan korban sedang dilakukan. Sejauh ini baik. Sejauh ini kita memiliki militer yang paling kuat dan paling lengkap di mana pun di dunia..”
Trump menggarisbawahi bahwa ia akan menyampaikan pernyataan tentang hal itu pada Rabu (8/1) pagi waktu Amerika.
Serangan Simbolik
Pengamat Timur Tengah Dr. Zuhairi Misrawi kepada VOA mengatakan “serangan simbolik” yang dilakukan Iran bertepatan dengan prosesi pemakaman Soelaimani ini dapat memicu aksi kekerasan lain dan menimbulkan destabilitasi di kawasan Teluk.
“Serangan ini bersamaan dengan prosesi pemakaman Soelaimani. Serangan ini punya makna simbolik, yaitu bahwa Iran serius membalas tindakan Amerika. Serangan ini didukung publik Iran yang memang sangat mendukung pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei,” ujar doktor lulusan Kairo ini.
Ditambahkannya, “pilihan serangan terhadap pangkalan militer Amerika yang ada di Irak, bukan di negara lain, juga memiliki makna simbolik sebagai kelanjutan atas sikap parlemen Irak yang mendesak pemerintah untuk segera mengusir pasukan Amerika dari negara itu.”
Lewat Twitter, Zuhairi Misrawi mencuit bahwa “Iran menggunakan permainan simbolik khas Persia,” tanpa merinci lebih jauh.
Iran Paham Risiko
Sementara itu, DR. Nur Rahmat Yuliantoro, Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, menilai dengan menyerang dua pangkalan militer AS di Irak itu, “Iran ingin menunjukan bahwa ia adalah negara besar di kawasan, yang tidak bisa menerima segala upaya mengurangi kekuatan yang dimilikinya, termasuk lewat pembunuhan Qassem Soelaimani. Iran juga ingin menunjukkan bahwa ia tidak bisa disepelekan."
Lebih jauh doktor lulusan Universitas Flinders di Australia ini mengatakan “sebagai aktor rasional,” Iran tahu persis risiko serangan rudal yang dilancarkannnya itu.
“Iran telah menghitung keuntungan dan kerugian yang akan didapatkannya dari serangan ke basis militer Amerika, yang dalam pandangannya menyangkut keamanan dan kedaulatan negaranya,” paparnya.
“Memang benar akhir-akhir ini muncul protes rakyat Iran terhadap situasi ekonomi domestik, tetapi pembunuhan Soelaimani dan tanggapan Iran dalam bentuk serangan rudal ke Irak ini jelas akan mengalihkan perhatian dan persoalan ekonomi yang sedang melilit negara itu,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Dr. Zuhairi Misrawi. “Tentu Iran sadar akan risikonya. Tapi apapun yang terjadi, Iran siap perang melawan Amerika.”
Zuhairi, yang juga cendekiawan Nadhlatul Ulama ini, mengindikasikan bahwa Iran tidak akan sendirian dalam membalas pembunuhan Soelaimani.
“Ada Hasan Nasrullah di Lebanon, Hamas di Palestina, di samping Houthi di Yaman dan Hezbollah di Irak dan Suriah yang siap melakukan pembalasan,” ujarnya.
Serangan Langsung Pertama terhadap AS
Serangan Iran terhadap dua pangkalan militer Amerika di Irak ini merupakan serangan pertama yang dilakukan Iran secara langsung setelah krisis sandera pada 1979 dan penembakan pesawat penumpang Iran oleh AS pada 1988 yang menewaskan 290 orang.
Faksi Demokrat di Kongres mengatakan siap melangsungkan pemungutan suara untuk membatasi wewenang Trump mengambil tindakan militer terhadap Iran tanpa persetujuan Kongres. Namun faksi Republik menuduh faksi Demokrat bertindak demi kepentingan partai.
Seluruh fasilitas dan obyek strategis Amerika di dalam dan luar negeri telah meningkatkan keamanan pasca munculnya ancaman Iran untuk melakukan serangan pembalasan atas kematian Soelaimani. Tak terkecuali Kedutaan Besar Amerika di Indonesia, yang mengeluarkan peringatan kemarin, Selasa (7/1) lalu. [em/ft]