Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sepakat menunda pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak yang tadinya dijadwalkan pada 23 September menjadi 9 Desember 2020. Penundaan ini terpaksa dilakukan karena wabah virus corona atau Covid-19.
Kesepakatan ini dicapai dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Ketua KPU Arief Rahman. Sembilan provinsi yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun ini terjangkit Covid-19.
Kalau masa darurat penanganan wabah Covid-19 kembali diperpanjang, tidak menutup kemungkinan penundaan menjadi 9 Desember 2020 akan dikaji ulang.
Dalam RDP, KPU mengusulkan tiga opsi jadwal penundaan pilkada serentak 2020 yaitu opsi pertama yaitu opsi optimis tanggal 9 Desember 2020, opsi kedua yaitu tanggal 1 April 2021 dan opsi ketiga yaitu 3 September 2021.
Pemerintah menyetujui opsi usulan KPU yaitu 9 Desember 2020 karena telah tersedianya anggaran pilkada serentak 2020 untuk tahun anggaran 2020 pada APBD 270 daerah yang akan pilkada.
Hingga Rabu (15/4), Covid-19 telah menginfeksi 5.136 orang di Indonesia, termasuk 469 meninggal.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan rapat kerja mendatang dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Ketua KPU Arief Rahman akan membahas situasi terakhir dari penanganan Covid-19 dan persiapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak.
"Tapi kalau memang tidak ada hal yang genting segala macam, kita tidak akan mengambil keputusan yang baru. Komisi II DPR RI menyetujui pelaksanaan pemungutan suara pilkada serentak 2020 dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020," kata Ahmad Doli.
Perludem Tetap Sarankan Juni 2021
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan pilihan Desember 2020 merupakan opsi yang belum sepenuhnya pasti karena masih membuka ruang untuk terjadinya penundaan kalau wabah Covid-19 belum bisa diatasi. Sebab pilihan 9 Desember 2020 masih disertai dengan catatan akan digelar rapat kerja kembali setelah masa tanggap darurat berakhir pada 29 Mei mendatang.
"Kami sendiri (Perludem) sejak awal berpandangan mestinya memilih durasi waktu penundaan yang relatif lebih panjang dan lebih aman sehingga bisa betul-betul dilakukan persiapan dengan baik dan masyarakat, para penyelenggara pemilu juga bisa bekerja dan beradaptasi dengan situasi paska pandemi dengan baik. Sehingga mereka bisa mempersiapkan segalanya sesuatunya secara optimal," ujar Titi.
Titi menambahkan Perludem memilih pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak ditunda sembilan bulan. Menurutnya ini pilihan yang cukup moderat karena di beberapa negara menunda kisaran 3-6 bulan. Tetapi mereka mempunyai mekanisme pemilihan tidak harus berkumpul pada hari pemungutan suara saja, seperti lewat pos atau memilih lebih dulu.
Kenapa Perludem memilih bulan Juni 2021, lanjut Titi, Perludem ingin selama tahun ini pemerintah dan masyarakat betul-betul fokus dalam mengatasi wabah Covid-19. Baru kemudian di 2021, mempersiapkan segala yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak.
Juni 2021 dipilih karena 107 dari 270 daerah yang akan menggelar pemilihan umum, masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada Februari 2021. Kalau dilaksanakan pada Juni 2021, maka kekosongan kepemimpinan tidak terlalu lama ketimbang menggelar pemilihan kepala daerah serentak pada September 2021.
Menurutnya, pemerintah memilih Desember 2020 untuk mengejar supaya tidak ada kekosongan kepala daerah. Namun Titi mengatakan hal itu bisa diantisipasi dengan mengangkat sekretaris kepala daerah sebagai pelaksana tugas kepala daerah.
Dia mengingatkan sebagian ahli menyatakan puncak wabah Covid-19 di Indonesia pada Juli mendatang. Jika pemilihan tetap ingin digelar pada 9 Desember 2020, maka tahapan persiapan harus dimulai lagi Juni karena KPU menargetkan Agustus sudah selesai. Hal ini tentu membahayakan kesehatan para petugas penyelenggara pemilihan kepala daerah serentak sebab wabah Covid-19 belum berakhir.
Berdasarkan Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota disebutkan pilkada serentak secara nasional di seluruh Indonesia akan berlangsung di bulan November 2024. Produk dari pilkada 2020 ini itu juga akan ikut pilkada pada 2024,artinya masa jabatannya kurang dari lima tahun. Sementara kepala daerah yang akhir masa jabatannya berakhirnya pada 2022, 2023, itu akan diisi oleh penjabat dan tidak dilakukan pilkada sampai tahun 2024.
DPR Usulkan Pilkada Disesuaikan dengan Masa Jabatan Satu Periode
Pada RDP dengan Mendagri dan KPU, Komisi II DPR mengusulkan agar pelaksanaan pilkada kembali disesuaikan dengan masa jabatan satu periode lima tahun, tidak dipotong, sekaligus menyelaraskan penataan jadwal pemilu serentak.
Atas usulan Komisi II DPR tersebut, Titi menilai memang jika dipaksakan di pilkada serentak nasional 2024, itu akan berbarengan dengan pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden, sehingga beban penyelenggara pemilu, pemilih dan aktor politik akan sangat berat .Untuk itu lanjut Titi, penjadwalannya bisa diatur lebih efektif lagi
Pemilihan kepala daerah serentak 2020 rencananya akan dilaksanakan di 270 daerah dengan rincian, sembilan pemilihan gubernur, 224 pemilihan bupati, dan 37 pemilihan wali kota. [fw/em]