Tautan-tautan Akses

Dampak Pandemi Covid-19 Bagi Program KB di Indonesia


Penyuluhan BKKBN di Kampung KB Rawa Buaya, Jakarta Barat, 30 Agustus 2019. (Foto: Humas BKKBN)
Penyuluhan BKKBN di Kampung KB Rawa Buaya, Jakarta Barat, 30 Agustus 2019. (Foto: Humas BKKBN)

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia memiliki kecenderungan menurun dari tahun ke tahun. Kebijakan pemerintah untuk menekan LPP dengan adanya program Keluarga Berencana (KB) yang diluncurkan pada tahun 1980-an menunjukan hasil yang positif.

Namun merebaknya wabah Covid-19 menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya jumlah kelahiran akibat terhambatnya layanan kontrasepsi selama pandemi.

Dilansir dari data Biro Pusat Statistik (BPS), Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia hingga akhir 2017 lalu berada di angka 1,36 persen.

Melihat angka ini, laju pertumbuhan penduduk Indonesia memiliki kecenderungan menurun dari tahun ke tahun. Kebijakan pemerintah untuk menekan LPP dengan adanya program Keluarga Berencana (KB) yang diluncurkan pada tahun 1980-an menunjukkan hasil.

Slogan Dua Anak Cukup yang dicanangkan Orde Baru masih populer sampai sekarang. (Foto: Humas BKKBN).
Slogan Dua Anak Cukup yang dicanangkan Orde Baru masih populer sampai sekarang. (Foto: Humas BKKBN).

Pada tahun 1971-1980 pertumbuhan penduduk Indonesia masih cukup tinggi sekitar 2,31 persen. Pertumbuhan penduduk ini kemudian mengalami penurunan yang cukup tajam hingga mencapai 1,49 persen pada kurun waktu 1990-2000. Penurunan ini antara lain disebabkan berkurangnya tingkat kelahiran sebagai dampak peran serta masyarakat dalam program KB. Data terakhir (2000-2017) laju pertumbuhan penduduk Indonesia kembali turun menjadi 1,36 persen.

Program Keluarga Berencana yang dijalankan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selama ini memberikan hasil yang cukup baik dalam mengendalikan angka kelahiran. Hal ini terlihat dengan menurunnya angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR) sesuai hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Angka fertilitas total merupakan jumlah anak rata-rata yang akan dilahirkan seorang wanita pada akhir masa reproduksinya.

Tahun 2017 Total Fertility Rate di Indonesia menurun menjadi sekitar 2,4 anak per wanita, dari sebelumnya 2,6 anak per wanita pada Tahun 2013. Angka 2,4 anak per wanita, artinya seorang wanita di Indonesia rata-rata melahirkan 2,4 anak selama hidupnya. Dengan angka kelahiran pada wanita rentang usia 15-19 tahun mencapai 36/1000 kelahiran dari sebelumnya 46/1000 kelahiran.

Pemerintah sendiri melalui BKKBN menargetkan TFR menjadi 2,26 anak per wanita di tahun 2020. Sementara ASFR (Age Specific Fertility Rate) kelompok 15-19 tahun ditargetkan turun menjadi 25/1000 kelahiran di tahun 2020.

Namun meski menunjukan hasil yang positif pada 2 indikator di atas, beberapa indikator lain menunjukan pencapaian di bawah target. Seperti penggunaan alat kontrasepsi atau contraceptive prevalensi rate (CPR) masih rendah. Saat ini, jumlah peserta KB aktif baru 57,2 persen dari targetnya 61,2 persen.

Menurut Professor DR. dr. Dwiana Ocvyanti SpOG, MPH, Koordinator Pendidikan Himpunan Obstetri dan Ginekologi Sosial Indonesia (HOGSI)-POGI, masih rendahnya pemahaman masyarakat secara umum tentang konsep perencanaan keluarga menjadi salah satu masalah dalam program perencanaan keluarga.

Koordinator Pendidikan HOGSI-POGI Prof DR dr Dwiana Ocvyanti SpOG MPH.PNG (Foto: screenshot)
Koordinator Pendidikan HOGSI-POGI Prof DR dr Dwiana Ocvyanti SpOG MPH.PNG (Foto: screenshot)

“Tentunya masalah yang selalu kita hadapi dalam konsep perencanaan keluarga adalah masih rendahnya pemahaman masyarakat secara umum tentang konsep perencanaan keluarga apalagi mengkaitkan untuk kualitas generasi mendatang yang lebih baik” kata Dwiana Ocvyanti dalam webinar “Antisipasi Baby Boom Pasca Pandemi” melalui aplikasi Zoom yang diselenggarakan Himpunan Obstetri dan Ginekologi Sosial Indonesia (HOGSI), Sabtu (2/5).

Dwiana menambahkan ada semacam trauma di sebagian masyarakat, dimana konsep KB diartikan dengan penggunaan kontrasepsi bukan perencanaan keluarga untuk kualitas kehidupan yang lebih baik.

Untuk itu diperlukan pemahaman secara holistik dalam upaya komunikasi terkait perencanaan keluarga. Ia menyarankan agar sosialisasi lebih digiatkan lagi dengan menggunakan saluran-saluran digital seperti media sosial agar tetap dapat menjangkau masyarakat di saat pembatasan sosial seperti sekarang.

“Seperti sekarang dalam Covid sekalipun harusnya bisa diintegrasikan, sekarang banyak modul-modul tentang kebersihan dan sebagainya harusnya kita bisa menitipkan pesan-pesan kontrasepsi atau perencanaan keluarga di dalamnya” ungkap Dwiana.

Dampak Pandemi Covid-19

Merebaknya wabah Covid-19 di seluruh dunia termasuk Indonesia mempengaruhi berbagai aspek, tak terkecuali pada pelayanan Program Keluarga Berencana yang dijalankan BKKBN.

Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 sangat berdampak terhadap Kegiatan Pelayanan KB yang dijalankan BKKBN.

Menurutnya dengan kondisi layanan normal maka jumlah kelahiran sekitar 4,7 juta di tahun 2020. Namun dengan adanya pandemi dan layanan yang terhambat maka potensi terjadinya kelahiran atau kehamilan yang tidak diinginkan akan meningkat.

Kepala BKKBN dr.Hasto Wardoyo Sp.OG. (Foto: screenshot)
Kepala BKKBN dr.Hasto Wardoyo Sp.OG. (Foto: screenshot)

“Pelayanan KB yang sangat berdampak akibat wabah Covid-19 ini dikarenakan KB sendiri pelayanannya yang ada sekarang adalah dengan baksos, sosialisasi oleh Penyuluh Keluarga Berencana, dan juga kader-kader. Jadi sangat full kontak atau people to people contact atau person to person. Sehingga ketika ada physical distancing atau social distancing maka jelas akan menurun pelayanan itu,” jelas Ketua BKKBN Hasto Wardoyo dalam webinar “Antisipasi Baby Boom Pasca Pandemi”.

Hal itu berimbas pada penurunan peserta KB, menurut Hasto terdapat penurunan peserta KB pada bulan Maret 2020 apabila dibandingkan dengan bulan Februari 2020 di seluruh Indonesia. Pemakaian IUD pada Februari 2020 sejumlah 36.155 turun menjadi 23.383. Sedangkan implan dari 81.062 menjadi 51.536, suntik dari 524.989 menjadi 341.109, pil 251.619 menjadi 146.767, kondom dari 31.502 menjadi 19.583, MOP dari 2.283 menjadi 1.196, dan MOW dari 13.571 menjadi 8.093.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya lonjakan kelahiran bayi atau baby boom pasca pandemi Covid-19. Untuk itu BKKBN melakukan sejumlah upaya untuk memastikan keberlangsungan penggunaan alat dan obat kontrasepsi selama masa pandemi. Antara lain dengan pelayanan KB bergerak seperti mengunjungi pasangan usia subur.

Penyuluhan BKKBN di masa Pandemi. (Foto: screenshot)
Penyuluhan BKKBN di masa Pandemi. (Foto: screenshot)

Selain itu juga mengoptimalkan peran Penyuluh Keluarga Berencana (PKB), meluncurkan Informasi keluarga berencana yang masif dalam bentuk vlog dengan melibatkan publik figur, berkoordinasi dengan bidan untuk pelayanan KB, dan mendorong rantai pasok alat kontrasepsi hingga ke akseptor secara gratis.

Semua kegiatan tersebut dilakukan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yang ditetapkan selama pandemi, menggunakan APD, masker dan menjaga jarak fisik.

Dengan upaya-upaya tadi BKKBN berharap dapat mengantisipasi peningkatan angka kelahiran pasca pandemi Covid-19. [au/as]

Recommended

XS
SM
MD
LG