Upaya-upaya keluarga berencana di Indonesia telah stagnan selama lebih dari satu dekade dan negara ini berisiko menyia-nyiakan bonus demografi yang seharusnya dihasilkan oleh populasi muda yang produktif.
Indonesia telah gagal mencapai target untuk menurunkan tingkat kelahiran dan jumlah penduduk akan tumbuh hampir sepertiga, menjadi 305 juta orang, pada 2035 dari 240 juta saat ini, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (30/1).
Namun tanpa perbaikan di sektor pendidikan dan prospek lapangan pekerjaan, peningkatan populasi dapat menjadi beban, mengancam pertumbuhan dan perkembangan di negara terpadat keempat di dunia ini.
"Indonesia memiliki celah kesempatan antara sekarang dan 2030, ketika ada ledakan kelompok usia bekerja," ujar Wendy Hartono, wakil ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
"Program keluarga berencana perlu revitalisasi... dan jika tingkat fertilitas total tidak dikurangi segera, bonus demografi Indonesia tidak akan tercapai."
Indonesia gagal mencapai target 2014 untuk mengurangi tingkat fertilitas menjadi 2,1 anak per ibu, menurut BKKBN. Para pejabat kesehatan sekarang berharap target itu dapat dicapai pada 2025.
Tingkat fertilitas mencapai 2,4 pada dekade terakhir -- perlambatan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya ketika program KB mengurangi tingkat fertilitas dari 5,7 menjadi 2,5 anak per ibu selama lebih dari 30 tahun.
"Sejak 2000, sebagian besar program-program terkait keluarga berencana telah didesentralisasi, yang jelas memberi implikasi pada efektivitasnya," ujar Richard Makalew dari Dana Kependudukan PBB.
"Orang-orang melihatnya sebagai sesuatu yang digagas oleh rezim lama," ujar Makalew. "Jadi sepertinya partisipasi publik dan pemerintah lokal yang berkuasa dalam program ini menurun."
Lebih dari 65 persen orang Indonesia akan mencapai usia bekerja pada 2035, menurut data yang dikeluarkan minggu ini, suatu peluang pertumbuhan yang telah dijadikan target oleh investor-investor asing dalam beberapa tahun terakhir.
Namun para ahli mengatakan reformasi yang lambat di bidang pendidikan dan lapangan pekerjaan menyebabkan Indonesia berisiko membuang peluang itu.
"Tidak cukup banyak yang telah dilakukan untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan untuk menyiapkan angkatan kerja," ujar Jim Brumby, ekonom di Bank Dunia, Jakarta.
"Jika tidak ada peluang pekerjaan yang cukup untuk penduduk yang terus tumbuh, peluang bonus demografi dapat terbuang percuma." (Reuters)
Indonesia telah gagal mencapai target untuk menurunkan tingkat kelahiran dan jumlah penduduk akan tumbuh hampir sepertiga, menjadi 305 juta orang, pada 2035 dari 240 juta saat ini, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (30/1).
Namun tanpa perbaikan di sektor pendidikan dan prospek lapangan pekerjaan, peningkatan populasi dapat menjadi beban, mengancam pertumbuhan dan perkembangan di negara terpadat keempat di dunia ini.
"Indonesia memiliki celah kesempatan antara sekarang dan 2030, ketika ada ledakan kelompok usia bekerja," ujar Wendy Hartono, wakil ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
"Program keluarga berencana perlu revitalisasi... dan jika tingkat fertilitas total tidak dikurangi segera, bonus demografi Indonesia tidak akan tercapai."
Indonesia gagal mencapai target 2014 untuk mengurangi tingkat fertilitas menjadi 2,1 anak per ibu, menurut BKKBN. Para pejabat kesehatan sekarang berharap target itu dapat dicapai pada 2025.
Tingkat fertilitas mencapai 2,4 pada dekade terakhir -- perlambatan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya ketika program KB mengurangi tingkat fertilitas dari 5,7 menjadi 2,5 anak per ibu selama lebih dari 30 tahun.
"Sejak 2000, sebagian besar program-program terkait keluarga berencana telah didesentralisasi, yang jelas memberi implikasi pada efektivitasnya," ujar Richard Makalew dari Dana Kependudukan PBB.
"Orang-orang melihatnya sebagai sesuatu yang digagas oleh rezim lama," ujar Makalew. "Jadi sepertinya partisipasi publik dan pemerintah lokal yang berkuasa dalam program ini menurun."
Lebih dari 65 persen orang Indonesia akan mencapai usia bekerja pada 2035, menurut data yang dikeluarkan minggu ini, suatu peluang pertumbuhan yang telah dijadikan target oleh investor-investor asing dalam beberapa tahun terakhir.
Namun para ahli mengatakan reformasi yang lambat di bidang pendidikan dan lapangan pekerjaan menyebabkan Indonesia berisiko membuang peluang itu.
"Tidak cukup banyak yang telah dilakukan untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan untuk menyiapkan angkatan kerja," ujar Jim Brumby, ekonom di Bank Dunia, Jakarta.
"Jika tidak ada peluang pekerjaan yang cukup untuk penduduk yang terus tumbuh, peluang bonus demografi dapat terbuang percuma." (Reuters)