India, Jumat (12/6) melaporkan hampir 11 ribu kasus baru Covid-19 dalam periode 24 jam.
Lonjakan sebanyak 10.956 kasus virus corona itu membuat negara di Asia Selatan itu menempati peringkat keempat, setelah AS, Brazil dan Rusia dalam jumlah kasus corona.
India mencatat 297.535 kasus di antara total 7,5 juta kasus Covid-19 di dunia, sebut Johns Hopkins University.
AS memimpin dalam jumlah pasien virus corona yang melebihi dua juta orang. Brazil memiliki lebih dari 800 ribu kasus dan Rusia lebih dari 510 ribu kasus.
Sebuah perusahaan bioteknologi AS menyatakan akan melakukan tes luas pertama terhadap calon vaksin virus corona bulan depan.
Moderna bekerja sama dengan Institut Kesehatan Nasional AS dalam mengembangkan sebuah vaksin Covid-19.
Perusahaan itu, Kamis (11/6) menyatakan, uji coba vaksin akan dimulai dengan 30 ribu sukarelawan. Sebagian akan mendapat vaksin sungguhan, yang lainnya mendapat plasebo.
Sebuah perusahaan bioteknologi China, Sinovac, juga berencana menguji coba vaksinnya bulan depan, terhadap 9.000 sukarelawan di Brazil. Brazil juga akan menjadi tempat menguji coba vaksin yang dikembangkan Oxford University, Inggris.
Pemerintahan Presiden Donald Trump sedang bekerja sama dengan beberapa laboratorium swasta melakukan apa yang disebutnya “Operation Warp Speed,” yang diharapkan dapat menyiapkan 300 juta dosis vaksin Covid-19 yang tersedia untuk digunakan pada bulan Januari.
Tetapi para pakar menyatakan tidak ada jaminan suatu vaksin akan efektif atau, kalau memang efektif, akan memberi perlindungan selama beberapa bulan dari virus corona.
Studi penting lainnya memperkirakan jutaan orang akan tenggelam dalam kemiskinan ekstrem karena pandemi virus corona.
Laporan dari United Nations University menyatakan kemunduran ekonomi dapat menjerumuskan 395 juta orang ke kondisi di mana mereka dipaksa hidup dengan uang $1.90 (hampir Rp.27.000) atau kurang per hari, standar kemiskinan ekstrem
Suatu laporan terpisah Bank Dunia pekan ini menyebut jumlah yang terimbas demikian adalah antara 70 juta dan 100 juta orang.
“Prospek bagi kelompok termiskin di dunia tampak suram kecuali jika pemerintah berbuat lebih banyak dan dengan cepat serta mengatasi hilangnya penghasilan harian yang dihadapi kaum miskin,” kata salah seorang penulis laporan PBB itu, Andy Sumner.
“Hasilnya adalah kemajuan dalam mengurangi kemiskinan dapat mengalami kemunduran 20-30 tahun dan membuat tujuan PBB mengakhiri kemiskinan seperti harapan kosong,” jelasnya.
Laporan PBB menyatakan Asia Selatan, khususnya India, akan mengalami jumlah terbesar orang yang mengalami kemiskinan ekstrem, disusul kawasan sub-Sahara Afrika.
Para pakar meminta negara-negara yang kuat secara ekonomi, seperti AS, untuk menghapus utang negara-negara berkembang yang terpukul keras oleh pandemi virus corona.
Pakar penyakit menular terkemuka AS, Dr. Anthony Fauci, mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidaklah sempurna, tetapi dunia memerlukannya.
“WHO tentu membuat beberapa kekeliruan, tetapi organisasi itu juga telah melakukan banyak hal baik,” kata Fauci kepada Canadian Broadcasting Corporation, Kamis (11/6). “Saya berharap kita dapat terus mendapat manfaat dari apa yang dapat dilakukan WHO sementara mereka juta terus memperbaiki diri. Saya memiliki hubungan baik dengan WHO dan dunia memerlukan WHO.”
Presiden Donald Trump bulan lalu mengumumkan ia menarik keluar AS dari WHO, menuduh organisasi itu didominasi oleh China dan membiarkan China “menyesatkan dunia“ dalam hal virus corona. AS sejauh ini adalah donor terbesar WHO.
Fauci memberitahu CBC bahwa ketika wabah mulai merebak pada Desember lalu di Wuhan, beberapa ilmuwan China “tidak dapat mengemukakan” kekhawatiran mereka mengenai penularan dari manusia ke manusia secara jelas, membuat WHO meremehkan risikonya. Fauci tidak merinci apa yang ia maksud dengan ketidakmampuan menyatakan kekhawatiran mereka.
“Mungkin ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan lebih cepat di dalam dan di luar China,” kata Fauci. “Laporan-laporan awalnya adalah ini didominasi oleh penyebaran dari hewan ke manusia.”
Dengan jumlah kasus Covid-19 di AS yang melampaui 2 juta menurut Johns Hopkins University, dan jumlah kasus baru tampaknya meningkat, Fauci mengatakan masih mungkin bagi AS untuk menghindari gelombang ke-dua melalui tes massal Covid-19. [uh/ab]