Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan, pemerintah sudah membuat komitmen atau kerja sama dengan beberapa perusahaan di dunia dalam rangka pengembangan dan akses ke vaksin Covid-19.
Pertama, katanya, kerjasama antara PT Bio Farma (persero) dengan perusahaan asal China Sinovac Biotech Ltd. Kedua, kerja sama Indonesia dengan perusahaan yang bernama Sinopharm, sudah memasuki uji klinis tahap ke-3. Uji klinis tersebut dilakukan oleh China National Biotech Group yang bekerja sama dengan aliansi Uni Emirat Arab (UEA) dengan perusahaan yang disebut G42 Health Care, yang berbasis di Abu Dhabi.
“Sinopharm memilih UEA untuk uji klinis fase 3 karena di sana ada 85 kebangsaan dimana uji klinis fase 3 ini sedang dilakukan sehingga diharapkan keterwakilan dari berbagai etnis, bangsa di dunia dapat terwakili di situ,” jelas Wiku dalam telekonferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/8).
Ketiga, ujar Wiku, pemerintah juga tengah berdiskusi dengan perusahaan China yang bernama CanSino. Ia menjelaskan, perusahaan tersebut adalah perusahaan pertama penerima paten teknologi pembuatan vaksin.
“Vaksin ini dibuat dari protein virus Covid-19 dengan cara vektor virus Adenovirus yang sudah dilemahkan dengan nama AD 5. Perusahaan ini juga telah melakukan uji klinis fase ke-3 di UEA pada Agustus tahun ini dan pihak CanSino kini tengah bernegosiasi dengan negara lain untuk uji coba lebih lanjut termasuk di Indonesia,” jelasnya.
Uji Klinis Vaksin Belum Selesai, Kenapa Pemerintah Sudah Teken Kerjasama Pengadaan Vaksin?
Banyak pihak mempertanyakan langkah pemerintah yang telah meneken kerjasama pengadaan vaksin corona dengan beberapa pihak, sementara uji klinis masih berlangsung hingga saat ini dan belum tentu berhasil.
Wiku mengaku cukup optimistis bahwa uji klinis tahap ke-3 vaksin akan menghasilkan vaksin Covid-19 yang bisa melindungi masyarakat Indonesia. Maka dari itu, menurutnya, negosiasi atau kerjasama sedini mungkin dengan beberapa pihak tersebut diyakini akan memudahkan Indonesia dalam memperoleh pasokan dan akses vaksin corona sehingga 260 juta penduduk Indonesia akan bisa mendapatkan vaksin tersebut.
“Upaya untuk mendapatkan akses sudah kita jalankan terlebih dahulu dari negara-negara lain. Apabila jumlahnya meleset, tentunya dengan kita sudah bernegosiasi lebih awal, kita bisa memastikan akses tersebut, dan bila meleset, tentunya kami selalu memonitor ketersediaan vaksin yang ada di pengembang dunia, termasuk juga mendorong produksi vaksin merah putih dari konsorsium Eijkman dan Bio Farma yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Wiku menambahkan, meskipun beberapa pengembangan vaksin tidak dilakukan di Indonesia, bukan berarti nantinya vaksin tersebut tidak akan efektif digunakan di Tanah Air. Pemerintah, kata Wiku, akan memastikan keamanan dan keefektifan vaksin tersebut sebelum dilakukan vaksinasi perdana kepada masyarakat.
“Apabila strain virus di China beda dengan Indonesia, ini pasti akan kita buktikan bersama-sama. Para ilmuwan di Indonesia pasti akan melakukan kepastian tentang virus yang beredar di Indonesia, apakah berbeda dengan virus yang beredar di negeri asal di mana vaksin ini dikembangkan dan tentunya tidak serta merta (bila) strainnya berbeda, vaksinnya tidak efektif. Nanti kita akan jelaskan lebih detail dengan penjelasan dari ilmuwan pada saat kita sudah mendapatkan informasi lebih jelas,” kata Wiku.
Tren Penambahan Kasus Positif Corona Diklaim Menurun
Dalam kesempatan ini, Wiku memaparkan dalam kurun waktu tiga minggu terakhir penambahan kasus sembuh lebih tinggi dibandingkan penambahan kasus positif virus corona. Namun, penurunan angka kasus positif belum terjadi secara signifikan.
“Angka kesembuhan mencapai puncak pada 24 Agustus, dan terus cenderung meningkat. Kalau kita lihat di grafik ini, terutama pada tanggal 25 Agustus, terlihat bahwa perbedaannya cukup besar antara kasus terkonfirmasi dengan kasus sembuh. Artinya jumlah yang sembuh, lebih banyak daripada yang terkonfimasi (positif),” jelasnya.
Adapun sebaran peta zonasi risiko corona, sampai saat ini tercatat 22 kabupaten/ kota termasuk risiko tinggi, 223 kabupaten/kota risiko sedang, 195 kab/kota risiko rendah, 44 kabupaten/kota tidak ada kasus baru, dan yang tidak terdampak mencapai 30 kabupaten/kota
“Pada saat kita mulai pencatatan di bulan Mei, jumlah daerah kab/kota yang tidak terdampak jumlahnya cukup banyak 102 kabupaten/kota dan sekarang tinggal 30 kabupaten/kota. Dan sekarang ini harus kita jaga betul,” imbuhnya.
Jumlah Tes Corona di Indonesia Masih Jauh dari Standar WHO
Wiku mengakui kapasitas pemerintah untuk melakukan tes Covid-19 masih sangat rendah. Berdasarkan standar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pemeriksaan yang harus dilakukan idealnya adalah satu per 1.000 penduduk setiap minggunya.
“Dan untuk penduduk Indonesia yang 260 juta, maka yang harus dites, targetnya adalah 267.700 tes per minggu. Dan Indonesia secara keseluruhan baru mencapai 35,6 persen dari standar WHO,” ungkapnya.
Dijelaskannya, jumlah terbanyak pemeriksaan Covid-19 di Indonesia selama Juli-Agustus berada pada kisaran 95.463 tes pada tanggal 17-23 Agustus.
“Ini memang capaiannya masih jauh dari target yang diminta oleh WHO dan menjadi standar internasional. Pemerintah Indonesia dan pemda berusaha keras untuk memenuhi target ini dan sekarang sudah ada 312 laboratorium di bawah 12 lembaga yang seluruhnya berusaha keras untuk dapat meningkatkan testing degan baik,” ujarnya. [gi/ka]