Presiden Donald Trump di Gedung Putih, Selasa (15/9), menjadi tuan rumah upacara penandatanganan normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab: Uni Emirat Arab dan Bahrain.
"Para pemimpin yang berpandangan ke depan ini akan menandatangani dua kesepakatan perdamaian antara Israel dan negara Arab. Ini perdamaian pertama dalam lebih dari 25 tahun. Sepanjang sejarah Israel hanya ada dua perjanjian seperti itu. Kini, kita mencapai dua perjanjian dalam satu bulan," ujar Trump.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Abdullah bin Zayed dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid al Zayani menandatangani perjanjian yang disebut "Abraham Accords" itu di Halaman Selatan Gedung Putih. Benjamin Netanyahu mengatakan, “Perdamaian ini pada akhirnya akan meluas, mencakup negara-negara Arab lain, dan pada akhirnya akan mengakhiri konflik Arab-Israel, untuk selamanya.”
Kesepakatan Israel-Uni Emirat Arab (UEA) dicapai pada 13 Agustus lalu. Bahrain mengumumkan Jumat lalu bahwa mereka juga akan secara resmi mengakui negara Yahudi itu. Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid al Zayani menyebut perjanjian normalisasi sebagai “langkah penting pertama”.
“Kini menjadi kewajiban mendesak kita untuk bekerja secara aktif demi mewujudkan perdamaian dan keamanan yang abadi yang layak dirasakan rakyat kita. Solusi dua negara yang adil, komprehensif, dan langgeng bagi konflik Palestina-Israel akan menjadi landasan, fondasi perdamaian semacam itu,” kata al Zayani.
Walaupun tidak menyebut Palestina dalam sambutan pada upacara penandatanganan itu, Trump mengakui bahwa perjanjian normalisasi antara Israel dan negara-negara Arab adalah bagian dari upaya diplomatik yang lebih luas untuk menekan Palestina agar merundingkan kesepakatan damai.
Calon presiden dari Demokrat, Joe Biden, dalam sebuah pernyataan menyambut baik langkah-langkah normalisasi Uni Emirat Arab dan Bahrain dengan Israel.
“Senang rasanya melihat beberapa pihak di Timur Tengah mengakui Israel bahkan menyambutnya sebagai mitra. Pemerintahan Biden-Harris akan membangun sejumlah langkah tersebut, menantang negara-negara lain untuk mengimbangi, dan berupaya untuk memanfaatkan hubungan yang berkembang ini pada kemajuan menuju solusi dua negara dan sebuah kawasan yang lebih stabil dan damai," kata Biden dalam pernyataannya.
Sementara itu, puluhan demonstran pro-Palestina berkumpul di depan Gedung Putih, memrotes penandatanganan itu.
"Ini adalah tikaman bagi rakyat Palestina," cetus Zeina Hutchison, kepala koalisi asosiasi pro-Palestina, penyelenggara demonstrasi.
Senan Shaq dari Dewan Palestina Amerika mengatakan Trump "tidak berhak menentukan solusi untuk memberikan tanah Palestina kepada Israel."
Sebagai bagian dari perjanjian normalisasi dengan Uni Emirat Arab, Israel setuju menangguhkan rencana aneksasi di Tepi Barat yang diduduki, meskipun Perdana Menteri Netanyahu mengatakan rencana itu nantinya tetap akan dilakukan.
Di Yerusalem, bendera Amerika, Israel, Uni Emirat Arab, dan Bahrain diproyeksikan pada tembok yang mengelilingi Kota Tua Yerusalem, menyambut penandatanganan perjanjian itu.
Di Gaza, puluhan warga Palestina, Selasa (15/9), mengecam kesepakatan itu. Demonstran mengusung plakat dan meneriakkan tentangan mereka atas normalisasi antara kedua negara Arab itu dan Israel.
Ismail Radwan, pejabat Hamas yang ikut dalam protes itu mengatakan, hari ini menandai "hari kemarahan bagi rakyat Palestina."
Media-media berita melaporkan dua roket ditembakkan dari Jalur Gaza yang dikuasai Hamas ke Israel. Dua orang di Israel dilaporkan terluka.[ka/jm/mg]