Dr. Sugeng Ibrahim, Kepala Departemen Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Unika Soegijapranata Semarang, meminta pemerintah untuk tidak terlalu mengandalkan vaksin dalam memerangi Covid-19 karena vaksin hanya seperenam dari modalitas untuk menangani wabah Covid-19. Hal tersebut terungkap dalam diskusi bertajuk “Yakin Dengan Vaksin?” yang digelar secara virtual di Jakarta, Sabtu (17/10).
Sugeng mengingatkan vaksin Covid-19 hanya bisa diberikan kepada orang berumur 19-59 tahun dan bukan untuk anak-anak.
Sugeng mengatakan kalau keampuhan vaksinnya bagus dan pasokan lancar, maka proses vaksinasi massal di Indonesia akan memakan waktu paling tidak setahun. Jika vaksin Covid-19 dibuat dari virus yang dilemahkan maka tiap orang perlu diinjeksi dua kali. Setiap kali divaksinasinya hanya bertahan untuk lima bulan.
"Jangan fokus di vaksin saja, fokus perubahan perilaku supaya kita pakai masker, jaga jarak. Itu lebih murah, lebih mudah," ujar Sugeng.
Pada kesempatan tersebut, spesialis mikrobiologi dari Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, Profesor Pratiwi Sudarmono, menjelaskan hampir semua masyarakat Indonesia mengetahui saat ini sedang terjadi pandemi Covid-19, tapi sebagian tidak mempercayai virus itu ada dan bisa menginfeksi siapa saja.
Menurutnya, semua orang memiliki kerentanan yang sama untuk terjangkit Covid-19. Karena itu, dia menekankan selain mematuhi protokol kesehatan untuk Covid-19, orang harus menjaga kekebalan tubuhnya dengan asupan makanan bergizi dan vitamin. Juga diperlukan vaksin sebagai kekebalan tubuh buatan.
Meski demikian Pratiwi menambahkan masih ada sebagian orang percaya vaksin tidak dibutuhkan untuk kebal terhadap virus Covid-19. Terkait yakin atau tidak terhadap keampuhan vaksin Covid-19, Pratiwi melihat ada tiga kategori, yakni mereka yang memang tidak tahu, mereka yang tahu tapi menganggap perjalanan sakit dan hidup sudah diatur oleh Tuhan, mereka yang benar-benar mengharapkan vaksin segera ada.
Pratiwi menyarankan pemerintah untuk segera dan gencar melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai vaksin Covid-19, agar saat vaksinasi dilaksanakan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang menolak disuntik vaksin Covid-19. Pratiwi mengatakan edukasi paling sulit adalah terhadap kelompok masyarakat yang sudah memiliki pandangan sendiri mengenai vaksin.
"Ada juga yang merasa ada orang-orang yang kebal. Kita kan berdoa kepada Allah tiap hari. Kita kan berusaha untuk menghindari, kita kan juga sudah melakukan hal-hal yang baik," kata Pratiwi.
"Orang baik tidak akan kena penyakit. Banyak sekali konsep seperti itu dan yang paling ekstrem adalah mereka yang mengatakan kita tidak mungkin mau pakai itu (vaksin) karena itu haram, tidak alamiah, dan seterusnya," lanjutnya.
Di samping itu, lanjut Pratiwi, orang dewasa di Indonesia tidak terbiasa divaksinasi kecuali mereka yang ingin berumrah atau berhaji.
Pratiwi meminta semua pihak bersabar menunggu hasil uji klinis tahap ketiga yang akan dilakukan terhadap sejumlah bakal vaksin Covid-19. Karena di fase ketiga inilah akan diketahui tingkat keampuhan bakal vaksin Covid-19. Kalau tingkat keampuhannya di atas 50 persen atau lebih dari 80 persen, maka vaksin tersebut layak digunakan. Jika tingkat keampuhannya kurang dari 50 persen, menurutnya tidak perlu dipakai.
Dari hasil uji tahap ketiga itu juga akan diketahui berapa dosis diperlukan bagi vaksinasi Covid-19, apakah satu atau dua dosis untuk tiap orang. Selain itu, juga akan diketahui siapa saja yang aman untuk menjalani suntik vaksin Covid-19.
Pemerintah Jalankan Dua Strategi
Sedangkan Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Netty Prasetiyani menjelaskan dalam konteks vaksin Covid-19, Komisi IX melihat pemerintah sedang menjalankan dua strategi, yakni berdiplomasi untuk mencari sumber-sumber vaksin dari negara lain dan inovasi, berusaha membuat vaksin sendiri.
Netty mengingatkan pemerintah supaya jujur kepada rakyat dalam hal pengadaan vaksin Covid-19 dan proses vaksinasinya karena membutuhkan anggaran yang besar.
"Jadi jangan sekali-kali berbisnis dengan rakyat. Kenapa? Karena yang sakit tidak dapat menunggu, yang kemudian terkena dampak juga tidak diabaikan. Jangan sampai ada penumpang gelap yang ingin mengambil keuntungan dari proyek vaksin ini," kata Netty.
Dalam kunjungan ke PT Bio Farma pada 1 Oktober, Komisi IX, lanjut Netty, menemukan Bio Farma hanya mampu memproduksi 250 juta dosis vaksin dalam setahun. Sedangkan yang akan dipakai adalah vaksin dari Sinovac, dimana tiap orang harus disuntik dua kali.
Sejauh ini, pemerintah sudah memperkirakan ada 170 juta orang Indonesia mesti disuntik vaksin Covid-19. Kalau harus dua kali suntik, berarti kebutuhan vaksinnya 340 juta dosis. Itu artinya kapasitas produksi Bio Farma belum mencukupi dan mesti bermitra dengan perusahaan-perusahaan lain.
Komisi IX juga diberitahu oleh PT Bio Farma, harga vaksin Covid-19 buatan Sinovac nantinya sekitar Rp 200 ribuan. Netty menduga harga ini akan memicu polemik di masyarakat.
Pemerintah Siap Datangkan 271,3 Juta Dosis Vaksin
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan hinggga akhir kuartal keempat tahun ini, pemerintah berupaya mendatangkan 271,3 juta dosis vaksin Covid-19. Selain dengan Astra Zeneca, pemerintah menjalin kerja sama dengan Cina untuk penyediaan vaksin Sinovac dan Cansino serta dengan Uni Emirat Arab untuk pengadaan vaksin G-42.
Perusahaan Sinovac Biotech Ltd yang memproduksi vaksin Sinovac bakal memasok tiga juta dosis vaksin untuk Indonesia hingga akhir Desember 2020 dengan komitmen pengiriman 1,5 juta dosis vaksin (single dose vials) pada pekan pertama November dan 1,5 juta dosis vaksin (single dose vials) pada pekan pertama Desember 2020. Sinovac pun berkomitmen menyediakan 15 juta dosis vaksin dalam bentuk bulk.
Sedangkan G42-Sinopharm akan memasok 15 juta dosis vaksin (dual dose). Sekitar lima juta dosis akan datang pada November 2020 dan sisanya masuk secara bertahap hingga akhir 2020. Untuk 2021, produsen vaksin Sinopharm mengusahakan penyediaan 50 juta dosis.
Menurut Airlangga, pemerintah akan mengejar imunisasi vaksin bagi sekitar 160 juta penduduk secara bertahap. Proses imunisasi dilakukan pada akhir 2020 sampai 2022 dan mengerahkan sekitar 11 ribu Puskesmas.
Nantinya vaksin untuk pemerintah akan diprioritaskan bagi petugas di garda terdepan, seperti tenaga medis, TNI/Polri, serta aparat hukum, sebanyak 3,4 juta orang.
Vaksin akan diberikan pula kepada tokoh masyarakat seperti tokoh agama, perangkat daerah, dan sebagian pelaku ekonomi sebanyak 5,6 juta orang. Vaksin juga disuntikkan kepada seluruh tenaga pendidik sebanyak 4,3 juta orang, aparatur pemerintah sebanyak 2,3 juta orang, dan peserta BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebanyak 86 juta orang. Kemudian ditambah masyarakat yang usianya 19-59 tahun sebanyak 57 juta orang. [fw/em]