Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto membantah kabar yang menyebutkan bahwa Indonesia batal membeli vaksin Covid-19 dari perusahaan Inggris penyedia vaksin Covid-19, AstraZeneca.
“Jadi berita tersebut tidak sepenuhnya benar, karena kita belum diputuskan,” ungkap Airlangga dalam telekonferensi pers, di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (27/10).
Lebih lanjut, ia menjelaskan vaksin AstraZeneca merupakan salah satu kandidat yang penelitian atau risetnya dilakukan di negara lain. Selain itu, dari sisi harga, vaksin ini disebut Airlangga paling mendekati harga publik. AstraZeneca pun, meyakinkan Indonesia bisa memproduksi vaksin dalam jumlah yang besar. Meski begitu, vaksinnya tidak bisa tersedia dalam waktu dekat.
“Dia baru masuk di kuartal-II tahun depan. Oleh karena itu arahan Bapak Presiden tentu terhadap vaksin-vaksin seperti AstraZeneca, Novavax dan yang lain itu tetap dikaji dan tentunya nanti dilihat sesuai dengan kebutuhan yang ada di Indonesia dan dilihat kerja samanya ke depan. Bisa enggak, vaksin-vaksin ini seperti vaksin merah putih nanti ke depannya di produksi di dalam negeri,” jelasnya.
Satgas Covid-19 Klaim Penambahan Kasus Positif Terus Turun
Dalam kesempatan yang berbeda, Juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan laju penambahan kasus positif di Indonesia mengalami penurunan. Pada pekan ini, secara nasional kasus positif turun 4,5 persen.
“Penambahan kasus positif harus terus menurun setiap minggunya. Lima besar provinsi dengan kenaikan kasus tertinggi pekan ini, diisi oleh Jawa Barat (naik 627), Banten (naik 345), Kepri (naik 238), Riau (naik 234), dan Jateng (naik 184),” ungkap Wiku.
Meski begitu, angka kematian pada pekan ini naik 18 persen. Provinsi Banten, Aceh, DKI Jakarta, dan Sumatera Utara yang sebelumnya berada pada kelompok lima besar provinsi dengan tingkat kematian tertinggi, berhasil keluar dari kelompok itu pada pekan ini.
“Perlu perhatian khusus pada provinsi yang pada pekan ini masuk dalam lima besar kenaikan kematian tertinggi, yaitu Jawa Barat (naik 89 persen), Sumatera Barat (naik 22 persen), Jawa tengah (naik 16 persen), Kepulauan Riau (naik 10 persen), dan Nusa Tenggara barat (naik 7 persen),” jelasnya.
Dengan masih adanya peningkatan angka kematian, Wiku mengimbau pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit, terutama bagi pasien berat Covid-19 dan yang punya penyakit bawaan (kumorbid). Ia juga minta pemda untuk memperbanyak rumah sakit darurat agar pelayanan bisa semakin maksimal.
Secara nasional angka kesembuhan memang terus naik, namun pada pekan ini jumlah kesembuhan mengalami perlambatan 6,4 persen dibanding pekan sebelumnya. Wiku mengatakan hal ini bukanlah kabar yang baik. Seharusnya jumlah kesembuhan terus dijaga agar terus bertambah.
“Lima provinsi dengan kenaikan kesembuhan tertinggi di Indonesia adalah Riau (naik 1.894), Sumatera Barat (naik 587), Sulawesi Tenggara (naik 542), Sulawesi Selatan (naik 127), dan Jambi (naik 81),” paparnya.
Kasus Aktif Terus Turun
Jumlah kasus aktif corona di Indonesia per Selasa (27/10) mencapai 60.685 atau 16,4 persen. Angka tersebut masih lebih rendah dari rata-rata kasus aktif dunia, yakni 23,84 persen. Sedangkan untuk kasus sembuh tercatat 322.248 atau 81,3 persen lebih tinggi dari rata-rata kasus sembuh global -- 73,49 persen.
“Kalau kita sekarang melihat dari jumlah kasus meninggal. Sekarang totalnya 13.512, atau 3,4 persen. Di mana kasus meninggal dunia 2,65 persen,” jelasnya.
Wiku Sebut Pernyataan Aliansi Dokter Dunia Termasuk Misinformasi
Wiku menegaskan, pernyataan Aliansi Dokter Dunia yang menyebutkan Covid-19 sama dengan flu biasa adalah misinformasi.
“Terdapat tiga bentuk misinformasi terkait Covid-19. Pertama adalah misinformasi terhadap keyakinan yang bersifat umum, kedua adalah keyakinan terhadap teori konspirasi, dan yang ketiga adalah keyakinan dari agama,” kata Wiku.
Menurutnya, pernyataan menyamakan Covid-19 dengan influenza merupakan informasi yang tidak benar. Pasalnya penyebab dinamika transmisi dan akibat dari kedua penyakit ini sangat berbeda. Maka dari itu, kata Wiku, satgas mengimbau masyarakat untuk memperoleh informasi terkait Covid-19 dari lembaga dunia yang terpercaya.
“Oleh karena itu, masyarakat harus mengevaluasi kredibilitas informasi yang diterima serta merujuk informasi tentang Covid-19 pada lembaga yang dapat dipercaya. Seperti Badan Kesehatan Dunia atau WHO, PBB, Centers for Disease Control and Prevention atau CDC dan khusus di Indonesia tentunya sumber terpercaya diperoleh dari Kementerian Kesehatan dan Satgas Penanganan Covid-19,” jelasnya. [gi/ab]