Melalui perintah eksekutif (keputusan presiden/keppres) yang dikeluarkan 20 Januari 2017, satu minggu setelah Presiden Donald Trump dilantik, ia membatasi keimigrasian untuk tujuh negara mayoritas Muslim yang ia sebut sebagai sarang terorisme.
Tindakan itu dikecam secara luas oleh para pendukung imigran dan dibatalkan di pengadilan, yang menyebabkan perselisihan hukum atas keppres selanjutnya.
Itu adalah contoh presiden AS yang mengubah kebijakan melalui keppres, maklumat, dan memorandum tanpa melalui persetujuan Kongres dan proses legislatif. Trump sangat bergantung pada taktik itu, dan Presiden terpilih Joe Biden berjanji untuk melakukan hal yang sama.
Larangan imigrasi Trump yang dimodifikasi, kemudian ditegakkan oleh Mahkamah Agung. Namun, kemungkinan larangan imigrasi itu akan dibatalkan setelah Biden dilantik pada 20 Januari, salah satu dari banyak kebijakan presiden yang diharapkan dalam pemerintahan yang baru dari Demokrat, kata Wakil Direktur Proyek Kepresidenan Amerika, John Woolley, di Universitas California, Santa Barbara.
Presiden AS pertama, George Washington, mengeluarkan keppres pertama yang kemudian disebut perintah eksekutif, dengan memberi instruksi kepada departemen pemerintah.
Selama Perang Saudara AS, Presiden Abraham Lincoln membebaskan budak dengan mengeluarkan Maklumat Emansipasi, yang terdiri dari dua perintah eksekutif terpisah.
Presiden Franklin Roosevelt menandatangani lebih banyak keppres dibanding presiden mana pun, lebih dari 3.700 keppres sebelum ia meninggal pada masa jabatan keempatnya.
Sedangkan Presiden Trump mengeluarkan 195 keppres hingga pertengahan November 2020 selama satu masa jabatannya, kira-kira setara dengan presiden lain yang menjabat belum lama ini. [ps/pp]