Juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengungkapkan masa liburan panjang telah terbukti meningkatkan kasus positif COVID-19.
Ia mencontohkan, libur panjang Idul Fitri pada 22 hingga 25 Mei meningkatkan jumlah kasus positif sebesar 69 sampai 93 persen pada 28 Juni. LiburHari Kemerdekaan pada 17 Agustus yang berlanjut hingga 23 Agustus menaikan jumlah kasus positif hingga 118 persen pada 1 hingga 3 September 2020.
Berkaca dari pengalaman tersebut, Wiku mengatakan liburan panjang akhir tahun nanti berpotensi meningkatkan kasus positif corona hingga tiga lipat, dibanding liburan liburan panjang sebelumnya.
“Namun perlu diingat masa libur panjang akhir tahun 2020 memiliki durasi yang lebih panjang dan dikhawatirkan berpotensi menjadi manifestasi perkembangan kasus menjadi dua bahkan tiga kali lipat lebih besar dari masa libur panjang sebelumnya,” ungkap Wiku dalam telekonferensi pers dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/11).
Menurutnya, kenaikan kasus positif pada masa liburan disebabkan kurang disiplinnya masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan, terutama kurangnya menjaga jarak aman antara satu dengan yang lainnya. Dalam kesempatan ini, Wiku belum mengumumkan keputusan apapun terkait durasi liburan panjang akhir tahun. Namun, Presiden Joko Widodo sempat menyarankan pemendekan masa libur panjang.
“Pada prinsipnya apapun keputusan yang diambil pemerintah maka keputusan ini selalu mengutamakan keselamatan masyarakat Indonesia di tengah pandemi Covid-19,” kata Wiku.
DKI Jakarta Memimpin Peningkatan Kasus Corona Tiga Minggu Berturut-turut
Dalam pekan ini, kata Wiku terjadi kenaikan kasus positif sebanyak 3,9 persen di level nasional dibandingkan dengan pekan sebelumnya.
Kenaikan tertinggi, disumbangkan oleh DKI Jakarta (1.937), Riau (1,166), Jawa Timur (736), DI Yogyakarta (338) dan Sulawesi Tengah (245).
DKI Jakarta bahkan masuk dalam lima besar provinsi dengan peningkatan kasus tertinggi selama tiga minggu berturut-turut.
“Saya mohon kepada Gubernur DKI dengan aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan bagi pelanggaran protokol kesehatan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ada banyak hal yang dapat diupayakan oleh pemerintah daerah setempat untuk menekan angka kasus, adanya libur panjang pada pekan lalu dan yang akan datang dapat memicu kenaikan kasus. Untuk itu mohon betul ditingkatkan kapasitas pemeriksaan Covid-19 terutama orang-orang dengan riwayat perjalanan serta lakukan penelusuran kontak erat dengan masif untuk mendeteksi kasus,” jelas Wiku.
Untuk kasus kematian di level nasional, Satgas melaporkan pada November 2020 terlihat tren kematian yang cenderung menurun yakni mencapai 3,19 persen. Sementara untuk tren kesembuhan yang sebelumnya dilaporkan mengalami perlambatan, sudah berangsur meningkat per 22 November dan kini mencapai 84,03 persen.
Terkait kasus aktif corona di tanah air, per 22 November Wiku memaparkan, angkanya mencapai 12,78 persen atau turun 0,05 persen dibandingkan minggu sebelumnya. Menurutnya angka tersebut masih cenderung stagnan, yang menandakan bahwa laju penurunan kasus aktif terhenti atau penularan tidak terkendali dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
“Masih belum terkendalinya kasus aktif nasional, disebabkan oleh liburan panjang dan kegiatan yang menimbulkan kerumunan. Kembali saya meminta kepada pemda untuk melakukan pengawasan sosialisasi, penegakkan disiplin dan pemberian sanksi kepada masyarakat yang masih abaikan protokol kesehatan tanpa pandang bulu. Kolaborasi pemerintah dan masyarakat merupakan kunci utama dalam menekan kasus aktif di tingkat nasional,” ujarnya.
Kapasitas Tes Masih Belum Penuhi Standar WHO
Kapasitas tes PCR Swab di Indonesia masih fluktuatif. Wiku menjelaskan pada awal Juni hingga minggu ketiga Oktober terjadi peningkatan tren kapasitas testing. Namun tren ini mengalami penurunan pada dua pekan setelahnya.
Pemerintah pun berusaha untuk kembali meningkatkan kapasitas testing. Sampai minggu kedua November jumlahnya kembali meningkat sekitar 239 ribu per minggu atau 88,66 persen dari target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Ini adalah angka tertinggi yang pernah kita capai. Kita harus terus meningkatkan jumlah testing hingga tercapai target WHO. Kami meminta pemerintah daerah untuk menerapkan sanksi bagi masyarakat yang tidak mau atau menolak tes untuk benar-benar menjalankannya secara ketat tanpa pandang bulu,” ungkap Wiku.
Fluktuasi jumlah testing yang dilakukan, katanya, dipengaruhi oleh berbagai hal. seperti kondisi libur, jumlah dan kapasitas laboratorium, SDM tenaga kesehatan, ketersediaan reagen dan juga kondisi geografis Indonesia,
Tingkat BOR Terus Meningkat
Seiring dengan terus meningkatnya kasus positif COVID-19, tingkat ketersediaan tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) di ruang unit gawat darurat (UGD) dan ruang isolasi di berbagai rumah sakit di tanah air juga naik dibandingkan sebelum periode liburan panjang.
Wiku menjelaskan di Provinsi Banten kapasitas tempat tidur UGD sudah terisi sebanyak 97 persen, atau 115 ruangan, sedangkan untuk ruang isolasi sudah terpakai 80 persen atau 1.413 tempat tidur.
Sementara untuk DKI Jakarta, per 22 November, tempat tidur UGG sudah terisi sebanyak 69,57 persen dan tempat tidur isolasi terisis 71,60 persen. Lalu Jawa Barat untuk UGD terisi sebanyak 73,45 persen, dan isolasi 79,62 persen.
Jawa Tengah, untuk tempat tidur UGD terisi 80 persen dan isolasi 77,4 persen. Jawa Timur untuk UGD terisi 54,86 persen dan isolasi 57,43 persen.
“Berkaca dari situasi ini maka hal ini menunjukkan masih tingginya penularan yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu saya meminta kepada masyarakat untuk terus secara disiplin menjalankan protokol kesehatan 3 M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak) dan menjauhi kerumunan kapanpun ,dimanapun dan dalam setiap aktivitas yang dilakukan jangan sampai lengah,” jelasnya. [gi/ab]