Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengkritik uji klinis vaksin Covid-19 Sinovac di Bandung, Jawa Barat. Menurutnya, jumlah sampel yang diambil tim peneliti, yaitu 1.620 orang jauh lebih sedikit dibandingkan negara-negara lain yang melakukan uji klinis vaksin Sinovac.
Brazil dan Turki, misalnya, mengambil sampel lebih dari 10 ribu orang. Kata Pandu, tim peneliti tidak akan dapat mengukur efikasi vaksin Sinovac dengan jumlah sampel yang sedikit tersebut. Efikasi vaksin adalah kemampuan vaksin untuk memberikan manfaat bagi orang yang divaksin.
"Saya kira di Indonesia bukan bagian dari riset sejumlah negara. Biasanya kalau Sinovac buat riset sejumlah negara, protokol sama, jumlah sampel dibagi per wilayah. Ini tidak sebanding antara 1.600 sampel dengan 10 ribu sampel. Aneh kan," jelas Pandu Riono kepada VOA pada Kamis (24/12) malam.
Pandu juga menyoroti pengumuman hasil uji klinis vaksin Sinovac oleh peneliti di Brazil yang telah ditunda sebanyak tiga kali sejak akan diumumkan pada awal Desember tahun ini. Menurutnya, penundaan ini mengindikasikan adanya persoalan kualitas data penelitian vaksin Sinovac. Apalagi uji klinis vaksin lainnya tidak mengalami persoalan seperti vaksin Sinovac.
"Kita tunggu saja, apa yang akan dilakukan pemerintah dan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) setelah mengetahui Sinovac seperti itu. Mungkin semua juga bingung," tambah Pandu Riono.
Menurut Pandu, pemerintah semestinya membeli vaksin yang memiliki efikasi yang paling tinggi. Adapun vaksin corona lain yang memiliki efikasi lebih dari 90 persen antara lain Pfizer-BioNTech dan Moderna-NIH. Ia beralasan semakin tinggi efikasi vaksin, maka jumlah orang yang harus divaksin untuk mencapai kekebalan berkelompok atau herd immunity semakin sedikit.
Semisal, vaksin dengan efikasi 70 persen, maka 85 persen penduduk harus divaksin untuk mencapai herd immunity.
"Kalau efikasinya 50 persen, semua penduduk divaksinasi. Ini memakan waktu berapa lama?"
Kendati demikian, Pandu mengingatkan pemerintah agar tidak mengutamakan vaksin dalam pengendalian virus corona. Sebab, menurutnya penanganan yang utama yang penerapan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, pelacakan kasus dan mengisolasi orang yang sakit.
Terlalu Kecil
Menanggapi itu, Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Universitas Padjajaran (Unpad), Prof. Dr. Kusnandi Rusmil mengakui sampel yang diambil terlalu kecil. Menurutnya, ketentuan jumlah sampel tersebut merupakan permintaan dari Bio Farma.
"Kalau lihat efikasi, yang dilihat di situ hanya keamanan vaksin, imunogenisitas. Efikasi harus dicampur dengan Brazil dan lain-lain karena kita sama-sama dalam fase ketiga," jelas Kusnandi Rusmil kepada VOA, Kamis (24/12).
Kusnandi menambahkan tim peneliti masih melakukan pemantauan terhadap para relawan yang telah disuntik vaksin. Menurutnya, tim akan membuat laporan sementara terkait uji klinis pada Januari nanti. Sedangkan untuk hasil akhir ditargetkan akan selesai pada akhir April 2021.
BPOM Klarifikasi
Sementara juru bicara Vaksinasi Covid-19 dari BPOM, Lucia Rizka Andalusia, mengatakan belum ada dokumen dan informasi resmi dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang membandingkan respons imunitas sepuluh kandidat vaksin atau pernyataan bahwa vaksin Sinovac rendah.
Ia juga menyebut informasi bahwa hanya Indonesia yang memesan vaksin Sinovac, tidak tepat.
"Selain Indonesia, sejumlah negara telah melakukan pemesanan vaksin Covid-19 dari Sinovac, seperti Brazil, Turki, Chili, Singapura, dan Filipina. Bahkan, Mesir juga sedang bernegosiasi untuk bisa memproduksi vaksin Sinovac di Mesir," terang Lucia dalam keterangan tertulis pada 20 Desember 2020.
Lucia menambahkan BPOM bersama Komite Nasional Penilai Obat dan para ahli akan memastikan dan mengawal aspek keamanan, khasiat serta mutu dari vaksin Covid-19 yang akan digunakan untuk program vaksinasi sesuai standar yang ditetapkan oleh WHO.
Uji Klinis Brazil, Turki
Brazil pada Rabu (23/12) mengumumkan bahwa hasil uji klinis tahap akhir vaksin Sinovac menunjukkan lebih dari 50 persen efektif. Namun Brazil belum mengumumkan rincian lain karena diminta Sinovac untuk menangguhkan hal itu hingga dua minggu ke depan.
Turki pada (24/12) mengumumkan hasil uji klinis Sinovac yang jauh lebih tinggi, yaitu 91,25 persen. Namun, ini merupakan hasil sementara dari 1.322 orang, sementara uji klinis itu dilakukan atas 7.000 sukarelawan. [sm/em]