Tautan-tautan Akses

Pemerintah Optimistis Tahun 2021 Menjadi Titik Balik Pandemi


Seorang pekerja berjalan di atas tumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 22 Januari 2021. (Foto: REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)
Seorang pekerja berjalan di atas tumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 22 Januari 2021. (Foto: REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)

Pemerintah optimistis bahwa tahun 2021 akan menjadi titik balik bagi semua persoalan yang ditimbulkan oleh pandemi corona.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh di kisaran 4,5 persen hingga 5,5 persen pada 2021. Menurutnya, pertumbuhan tersebut ditopang peningkatan konsumsi, investasi dan ekspor yang sejalan dengan program pemulihan ekonomi nasional.

Di samping itu, pemerintah juga akan meneruskan program penanganan corona dengan melakukan vaksinasi dan memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Skala Mikro (PPKM Mikro). Vaksinasi ditargetkan akan menjangkau 182 juta orang pada tahun ini. Sementara PPKM Mikro telah diperluas dari 7 provinsi menjadi 10 provinsi karena dinilai efektif menekan kasus corona.

"Pemerintah akan terus melanjutkan anggaran Penanganan COVID-19 dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dengan meningkatkan anggaran mencapai Rp699,43 triliun atau naik sekitar Rp49,6 miliar. Jumlah ini naik 21 persen dibanding realisasi anggaran di 2020," kata Airlangga secara daring pada Senin (22/3/2021).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. (Foto: Kemenko Perekonomian)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. (Foto: Kemenko Perekonomian)

Airlangga menambahkan pemerintah juga akan mempercepat realisasi belanja pemerintah pada kuartal pertama 2021 untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Termasuk dengan memperbaiki iklim investasi dan mempermudah izin usaha. Kata dia, pemerintah juga terus melakukan reformasi perekonomian melalui Undang-undang Cipta Kerja dan turunannya.

Karena itu, Airlangga optimistis tahun 2021 akan menjadi titik balik bagi segala macam persoalan yang timbul akibat pandemi corona dalam setahun terakhir. Namun, ia tetap berharap masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dapat berpartisipasi dalam menjaga perekonomian nasional.

Pemerintah Optimistis Tahun 2021 Menjadi Titik Balik Pandemi
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:28 0:00

"Pemerintah akan selalu membutuhkan kerjasama dari seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa kebijakan bisa dioperasikan dengan baik," tambah Airlangga.

INDEF: Pemerintah Terlalu Optimistis

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra El Talattov menilai perkiraan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,5 persen hingga 5,5 persen terlalu optimistis. Apalagi pelaksanaan vaksinasi nasional masih belum optimal sehingga target kekebalan komunitas sulit tercapai. Kondisi ini dapat membuat mobilitas masyarakat masih terbatasi dan mengganggu perekonomian.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov. (Foto: Abra)
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov. (Foto: Abra)

Di samping itu, konsumsi masyarakat juga masih belum maksimal, termasuk dari kelompok menengah atas yang masih menahan belanja. Dengan kondisi seperti ini, Abra memperkirakan pertumbuhan ekonomi tertinggi hanya akan mencapai tiga persen.

"Dari sisi konsumsi masyarakat juga masih terkontraksi karena mobilitasnya masih terbatas," jelas Abra kepada

Abra juga menyoroti skema anggaran penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang tidak jauh berbeda dengan tahun lalu. Menurutnya, skema anggaran yang hampir sama tersebut tidak akan membawa dampak terhadap perekonomian seperti tahun lalu.

Program PEN tahun 2020 ditutup dengan realisasi sebesar Rp579,78 triliun atau 83,34 persen dari target Rp695,2 triliun. Kendati cukup besar realisasi program tersebut namun tidak mampu menjadi pendorong pemulihan ekonomi nasional. Salah satu aspek yang terlihat yaitu bantuan sosial yang mencapai Rp220,39 triliun tidak bisa mendorong konsumsi makanan dan minuman tetap terjaga. [sm/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG