Tahun ini, secara tegas pemerintah menerapkan larangan mudik Lebaran dengan pengetatan perjalanan pada 6-17 Mei 2021. Meski sebagian nekat, mayoritas perantau mematuhi aturan itu dan memilih berlebaran di perantauan.
Seperti juga di kampung halaman, Supardi menyertakan opor ayam dalam menu makan Lebaran tahun ini. Setidaknya, rasa rindu bertemu orang tua, anak dan saudara terobati dengan menikmati masakan khas itu. Laki-laki yang belasan tahun bekerja di Tangerang itu memilih tidak pulang untuk mematuhi aturan pabrik.
“Pengennya juga pulang, tetapi ya karena keadaan mau bagaimana lagi, pabrik juga sebenarnya tidak mengizinkan pulang,” kata Supardi.
Karena tahu larangan akan diberlakukan, Supardi menyempatkan diri untuk pulang di pertengahan bulan puasa kemarin untuk menengok orang tuanya di Magelang, Jawa Tengah. Sembari bercanda dia mengatakan, yang penting kiriman uang sudah sampai ke kampung halaman, baik untuk anak maupun orang tuanya.
Selain itu, perbedaan libur dengan istrinya yang bekerja di sebuah pabrik makanan, juga merepotkan. Karena itulah pertimbangan untuk tidak pulang itu, ujarnya, didasari banyak alasan. Seluruh pekerja, tambah Supardi, juga harus menjalani tes antigen pada 19 Mei, sebelum pabrik kembali beroperasi. Kewajiban itu berlaku bagi seluruh buruh, baik yang mudik maupun tidak.
Keputusan yang sama diambil Anugrah S. Adi, yang bekerja di Lampung. Selain karena sadar bahwa virus ini berbahaya, pelabuhan penyeberangan Bakauheni-Merak juga memberlakukan aturan yang ketat. Hampir tidak mungkin baginya untuk menyeberang ke Jawa, karena hanya angkutan barang yang diprioritaskan. Aplikasi daring yang dipakai untuk membeli tiket ferry penyeberangan, otomatis tidak menyediakan opsi bagi mobil berpenumpang banyak.
Dia hanya berharap, keikhlasannya untuk tidak mudik tahun ini berbuah manis tahun depan.
“Untuk sesama perantau, yang merantau dari Jawa ke Sumatera, ya tahun ini bersabar lagi. Yang ditakutkan, kan ini virus enggak kelihatan, ada atau enggak kita enggak tahu. Intinya itu kita saling menjaga, tahun ini bersabar lagi. Semoga dengan tahun ini kita bersabar, tahun depan kita menikmati hasilnya. Bisa mudik,” ujarnya penuh harap.
Pabrik tempat Adi bekerja juga memberlakukan aturan sangat ketat. Jika ada kasus pekerja yang terpapar, lockdown lingkungan akan diberlakukan, sehingga seluruh pekerja tidak bisa meninggalkan kawasan pabrik. Karena itulah, muncul kesadaran mayoritas pekerja untuk saling menjaga diri, jangan sampai muncul kasus di tengah mereka.
Arus Mudik Anjlok
Ketaatan jutaan perantau di Indonesia seperti Supardi dan Adi, turut menyokong rendahnya angka mudik. Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, menyebut ada penurunan arus transportasi hingga 77 persen pada musik mudik Lebaran tahun ini. Penurunan ini khususnya pada moda transportasi umum, karena jadwal dan lokasi keberangkatan dapat dipantau petugas.
“Di pesawat atau penerbangan penurunan lebih drastis lagi, 93 persen di masa peniadaan mudik. Kemudian kereta api juga penurunannya sampai 88 persen. Jadi sebenarnya di transportasi yang keberangkatannya itu terintegrasi di satu titik, seperti di pelabuhan, bandara atau stasiun, itu sudah sangat bagus,” kata Adita dalam diskusi bersama BNPB, Selasa (11/5).
Melihat data yang dilaporkan, kata Adita, dapat disimpulkan bahwa aturan yang telah ditentukan sudah dipatuhi oleh masyarakat. namun, dia mengakui ada tantangan besar di sektor transportasi darat, khususnya kendaraan pribadi dan sepeda moor.
“Itu sangat menantang, karena berangkatnya bisa dari mana saja, lewat jalan apa saja. Di situ memang ada penyekatan, dalam arti dijaga oleh pihak kepolisian beserta unsur lain di daerah. Memang, tantangannya sekarang masyarakat memilih jam-jam tertentu, di mana memang situasi dan kondisinya memungkinkan,” tambah Adita.
Kementerian Perhubungan mengakui jumlah petugas dalam banyak kasus tidak sebanding dengan pemudik yang bersikeras ingin lewat. Tindakan yang diambil tetap menerapkan pendekatan persuasif dan humanis. Dalam sejumlah kasus, ketika terjadi penumpukan kendaraan yang panjang di titik-titik tertentu dan sulit dikendalikan, pihak kepolisian mungkin akan melakukan diskresi.
Namun, bukan berarti pemudik yang lolos di satu tempat akan bebas melaju hingga kampung halaman. Adita memastikan, akan ada titik penyekatan selanjutnya dimana pemudik akan kembali disaring.
“Misalnya lolos di Bekasi, setelah masuk daerah lain akan ada penyekatan berlapis-lapis,” tambahnya.
Kurangi Kebijakan Kontradiktif
Pengamat sosial dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Dr Hempri Suyatna, menyambut positif upaya pemerintah terkait larangan mudik tahun ini. Namun, dia menilai masih ada kontradiksi, terkait keputusan-keputusan yang diambil untuk mendukung upaya itu.
"Di satu sisi ada pelarangan mudik, tetapi di sisi lain sarana angkutan umum sebagian masih beroperasi,” kata Hempri kepada VOA.
Larangan angkutan umum memang sempat ditetapkan. Namun, kemudian pemerintah memberikan kelonggaran dengan pemberian stiker untuk bus-bus antarprovinsi yang bisa beroperasi. Selain itu, mudik dalam kawasan aglomerasi dilarang, tetapi angkutan umum tetap beroperasi di kawasan tersebut.
Dalam sudut pandang politis, kabar mengenai kedatangan Tenaga Kerja Asing di tengah pelarangan mudik juga dinilai Hempri memberi kesan negatif. Sebaiknya, kedatangan itu diatur sedemikian rupa sehingga bisa dilakukan pasca Lebaran untuk menjaga perasaan perantau. Kontradiksi lain adalah pembukaan dan promosi tempat wisata yang terus dilakukan.
Hempri memberi masukan agar pemerintah memperbaiki komunikasi dan menekan kontradiksi kebijakan yang diterapkan. Koordinasi dibutuhkan dan komitmen tegas pada aturan yang sejak awal ditetapkan sangat dibutuhkan. Selain itu, yang patut diwaspadai adalah arus transportasi pasca Lebaran.
“Jangan lengah. Jangan hanya mengatur larangan mudik sampai pertengahan Mei ini. Pasca Lebaran pemantauan ketat terhadap aturan-aturan yang sudah ditetapkan untuk menekan kasus COVID-19 tetap harus dilakukan,” ujarnya. [ns/ab]