Dalam jumpa pers di sela pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan kembali komitmen OKI – organisasi yang dibentuk pada tahun 1969 – untuk mendukung perjuangan Palestina. Namun lepas dari dukungan OKI dan banyak negara atau organisasi lain di dunia, perjuangan Palestina itu masih diwarnai gangguan terhadap pelaksanaan ibadah di Masjid Al Aqsa – salah satu tiga lokasi tersuci bagi warga Muslim – juga pembatasan gerakan dan hak-hak warga Palestina.
Menurutnya, Israel secara terang-terangan terus membangun permukiman baru di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, serta melakukan pengusiran keluarga-keluarga Palestina dari tempat itu secara terbuka.
"Kita semua tidak boleh lupa bahwa Palestina adalah satu-satunya negara yang masih diduduki oleh kekuatan kolonial. Semua penderitaan Palestina disebabkan oleh Israel sebagai kekuatan yang menjajah," kata Retno.
Indonesia mengecam keras semua tindakan yang dilakukan oleh Israel, terlebih karena dilakukan di bulan suci Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.
Dalam pertemuan darurat OKI itu, Indonesia mengusulkan beberapa langkah kunci yang harus dilakukan oleh OKI antara lain memastikan adanya persatuan di antara negara anggota OKI dan di antara semua pemangku kepentingan di Palestina. Retno menekankan tanpa persatuan, OKI tidak akan mampu menjadi penggerak dalam mendukung Palestina.
Retno juga mendesak OKI untuk bekerja keras mengupaya gencatan senjata dan fokus membantu perjuangan Palestina untuk merdeka, antara lain lewat perundingan multilateral demi mewujudkan solusi dua negara.
Pertemuan darurat para menteri luar negeri OKI itu menghasilkan sebuah resolusi yang isinya antara lain mengecam sekaligus mendesak Israel untuk menghentikan provokasi dan serangan barbar terhadap rakyat dan wilayah Palestina, serta situs-situs suci.
OKI juga mengecam dan menentang dilanjutkannya pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina, termasuk Yerusalem Timur, serta pengusiran warga Palestina dari rumah-rumah mereka di Yerusalem Timur.
Beberapa Pemimpin Sampaikan Pernyataan
Sebelumnya Presiden Joko Widodo, Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin dan Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah menyampaikan pernyataan bersama. Isinya antara lain mengecam pelanggaran hukum internasional yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat dan wilayah Palestina, serta mendesak komunitas internasional menuntut Israel diadili atas pelanggaran hukum internasional tersebut.
Ketiga pemimpin di Asia Tenggara ini juga meminta pengiriman pasukan perdamaian internasional ke Yerusalem Timur untuk menjaga hak-hak rakyat Palestina dan kompleks Masjid Al-Aqsa.
Indonesia Sedianya Bicara dengan Kelompok Kuartet
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Yon Machmudi sependapat Indonesia juga perlu berbicara kepada kelompok kuartet, yakni Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat, Rusia, dan Uni Eropa untuk mendesak Israel segera menghentikan kekerasan dan kembali ke meja perundingan.
Di samping itu, kelompok kuartet harus mendesak Israel menghentikan pembangunan permukiman baru Yahudi di Yerusalem Timur, yang memang ilegal menurut hukum internasional. Sebab proyek ini makin memperkeruh situasi di Yerusalem dan kian memperpanjang konflik di kota suci bagi tiga agama tersebut.
Ketika ditanya apakah Indonesia perlu membina hubungan diplomatik dengan Israel, Yon mengakui memang perlu pengakuan terhadap kedua pihak yang bertikai. Tapi kalau Indonesia memang serius ingin mengakui Israel, maka pengakuan terhadap kedua pihak juga harus dilakukan oleh negara- negara besar. Sekarang ini, Amerika, Inggris, dan sejumlah negara Eropa belum mengakui kemerdekaan Palestina.
"Sekarang ini tidak seimbang. Ada negara yang hanya mengakui Palestina saja seperti Indonesia dan juga ada yang hanya mengakui Israel saja. Saya kira harus ada keseimbangan," ujar Yon.
Namun Yon memperingatkan kalau Indonesia menjalin relasi resmi dengan Israel, dipastikan akan memperlemah posisi Palestina dan pihak yang mendukung Palestina menjadi berkurang. Kecuali ada komitmen serupa oleh negara-negara besar lainnya untuk mengakui kemerdekaan Palestina.
Kekerasan Masuki Pekan Kedua
Associated Press melaporkan serangan udara Israel mengguncang Gaza Senin (17/5), sementara kekerasan di Wilayah ini memasuki pekan kedua.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sejak pertempuran dimulai 10 Mei, sedikitnya 192 warga Palestina tewas, termasuk setidaknya 58 anak dan 22 perempuan. Setidaknya 10 warga Israel tewas dalam serangan roket, termasuk seorang anak berusia enam tahun. [fw/em]