“Dansa politik,” demikian sebutan yang digunakan Sekjen DPP PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto melihat memanasnya situasi internal di dalam partainya, terutama diantara Ketua DPP PDI-Perjuangan yang juga Ketua DPR Puan Maharani dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat ini.
“Dansa politik” ini terjadi ketika Ganjar Pranowo, yang dalam beberapa survei diketahui memiliki tingkat elektabilitas tinggi, sowan menemui Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Sukarnoputri di Jakarta, tetapi tidak diundang di pengarahan internal partai di Semarang. Diwawancarai VOA hari Senin (24/5), tokoh PDI-Perjuangan Hadi Rudyatmo menyampaikan kekagetannya.
"Ganjar tidak diundang, saya cukup kaget. Tahu Ganjar tidak diundang, saya langsung WA yang bersangkutan, 'kok ndak rawuh? (kok tidak datang?)'. Ganjar jawab, 'acara opo?'. Padahal sama-sama kader partai dan ditugaskan jadi kepala daerah mestinya diundang,” ujar Rudy.
Rapat pengarahan internal partai itu pada hari Sabtu (22/5) itu mengundang 100 orang secara tatap muka mulai dari anggota DPR, DPRD provinsi Jawa Tengah, hingga kepala daerah se-Jawa Tengah yang menjadi kader partai berlambang banteng moncong putih itu, kecuali sang gubernur.
Tak hanya tatap muka, pertemuan internal itu juga dihadiri secara virtual 450-an anggota DPRD kabupaten/ kota, 570an pengurus PDIP tingkat kabupaten/ kota, hingga pengurus organisasi sayap PDIP di Jawa Tengah.
Terulangnya Kisah Jokowi
Sehari sebelum pertemuan internal itu, Ganjar sowan menemui langsung Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri; dan seperti biasa, Ganjar merekam vlog-nya bersama Megawati.
Ganjar: "Pak Joko, Lukisan sudah diterima Ibu. Ibu senang banget gambar anaknya ceria-ceria. Monggo Bu."
Megawati: "Pak Joko, matur nuwun nggih. Sesuai yang saya inginkan. Sekali lagi, maturnuwun."
Ganjar : "Terima kasih Ibu."
Megawati : "Sampai ketemu lagi."
Kepiawaian Ganjar Pranowo, pria kelahiran Karanganyar tahun 1968 dalam menggunakan media sosial untuk mengkomunikasikan program atau menjawab langsung pertanyaan dan masukan warganya ini, menjadi sorotan sebagian tokoh di PDI-Perjuangan, antara lain Ketua DPP PDI-Perjuangan Puan Maharani dan Ketua DPD Jawa Tengah Bambang Wuryanto. Alih-alih memujinya, keduanya menilai langkah Ganjar ini berlebihan.
Pengamat politik di Universitas Negeri Sebelas Maret UNS Solo Dr. Agus Riewanto, fenomena ini seperti mengulang kembali apa yang dialami Jokowi menjelang pilpres 2014.
"Kayaknya pola lama akan terulang di PDIP. Dulu kasus Jokowi kan juga, awalnya tidak dilihat oleh PDIP. Waktu itu PDIP cari tokoh dan muter-muter nggak jelas mencari yang elektabilitas tinggi akhirnya memilih Jokowi karena elektabilitas tinggi. Berbagai survei waktu itu kan Jokowi dapat point tertinggi. Nah ini terjadi lagi pada Ganjar, survei itu kan merepresentasikan mengenai pilihan masyarakat pada calon pemimpinnya. Kalau survei Ganjar saat ini di peringkat tiga besar, ini dikelola dan dipertahankan terus bisa membingungkan PDIP,” ujar Agus.
Dibanding Puan, Survei Tunjukkan Elektabilitas Ganjar Sangat Baik
Tidak dapat dipungkiri bahwa elektabilitas Ganjar Pranowo memang sangat baik, jauh mengalahkan nama-nama lain seperti Tri Rismaharini, Basuki Tjahaja Purnama, atau bahkan Puan Maharani.
Survei Puspoll baru-baru ini menunjukkan 63,9 persen responden mengenal Ganjar Pranowo dan 56,2 persen di antaranya menyukainya. Sementara yang mengenal Puan Maharani mencapai 59,5 persen dan menyukainya 41,4 persen.
Survei Indikator Politik pada 4 Mei menunjukkan Ganjar memiliki tingkat elektabilitas 15,7 persen – jauh di atas Puan dengan 2,9 persen.
Survei KedaiKOPI pada 12 April menunjukkan elektabilitas Ganjar berada di posisi ketiga dengan 16 persen, di bawah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dengan 24,5 persen dan Presiden Joko Widodo dengan 18,5 persen.
Survei Saiful Mujani Research & Consulting SMRC pada 1 April menunjukkan elektabilitas Ganjar mencapai 12 persen, sementara Puan 1,7 persen.
Survei Charta Politica pada 29 Maret menunjukkan elektabilitas Ganjar mencapai 16persen, sementara Puan 1,2 persen.
Hal yang kurang lebih sama ditunjukkan survei Lembaga Survei Indonesia LSI yang dirilis 22 Februari dan menunjukkan tingkat elektabilitas Ganjar di 10,6persen. Sementara Puan mencapai 0,1 persen.
Hady Rudyatmo mengatakan lepas dari temuan survei dan polemik yang sedang terjadi sekarang ini, penentuan soal siapa yang maju di pilpres 2014 sepenuhnya berada di tangan Megawati Sukarnoputri.
"Saya berharap dan memberikan usulan, DPP & DPD PDIP Jateng perlu komunikasi langsung dengan Pak Ganjar, ketemu langsung, selaku kader partai yang ditugaskan di eksekutif menjadi gubernur Jawa tengah. Masing-masing kan paham kandidat pilpres 2024 itu yang menentukan adalah Ketua umum," ungkap Rudy, yang juga mantan Wali Kota Solo ini.
Siapa Diuntungkan “Dansa Politik” PDI-Perjuangan?
Pengamat politik Agus Riewanto menilai konflik internal di PDI-Perjuangan ini bisa memberi keuntungan pada partai-partai lain, yang kini juga sedang menggeliat.
"Perseteruan Ganjar dengan petinggi PDIP akan bernilai positif bagi kelompok sebelah. Ada Anies, AHY, Erick Tohir, dan petinggi parpol lain. Mereka melihat ada sosok dengan hasil survei tinggi, tapi tidak didukung parpol. Kesempatan bagi mereka untuk memunculkan tokoh alternatif,” ujarnya.
Ditambahkannya, geliat partai-partai politik ini tidak saja untuk mendapatkan strategi yang jitu guna mengalahkan tokoh yang tidak memiliki elektabilitas tinggi tapi didukung partainya, tetapi juga untuk berupaya menjadi mitra partai tersebut.
"Itungan saya tidak mungkin PDIP maju sendiri mencalonkan dengan dua kandidat pilihannya. PDIP kan koalisi kuat dengan parpol lain. Parpol lain nggak mau dong kalau kandidatnya hanya dari PDIP, kan harus berbagi dengan parpol lain. Jadi pilihan kandidat PDIP itu ya harus dikorbankan salah satu,” ujarnya. [ys/em]