Badan Urusan Perempuan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Rabu (8/9) menyatakan kekecewaannya yang “mendalam” atas tidak adanya satu orang perempuan pun dalam pemerintahan transisi Taliban yang baru dibentuk di Afghanistan.
“Tidak dapat diterima bahwa perempuan bukan bagian dari pemerintah,” kata Wakil Utusan PBB Urusan Perempuan untuk Afghanistan, Alison Davidian, kepada para wartawan dalam jumpa pers secara virtual dari Kabul.
“(Hal ini berlaku) tidak hanya untuk Afghanistan, tetapi untuk negara mana pun.”
Dalam susunan pemerintahan sementara yang diumumkan pada hari Selasa (7/9), Taliban menunjuk anggota kabinet yang seluruhnya laki-laki.
Kementerian Urusan Perempuan juga hilang dari susunan kabinet itu. Taliban dikenal kerap menindas hak-hak perempuan selama masa pemerintahan mereka sebelumnya pada era 1990-an dan awal 2000-an.
“Penghormatan terhadap hak-hak perempuan adalah ujian bagi otoritas pemerintahan mana pun dan mengenai hal itu otoritas pemerintahan mana pun harus dinilai,” kata Davidian.
“Tetapi dengan pengumuman kemarin, Taliban kehilangan kesempatan penting untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka benar-benar berkomitmen membangun masyarakat yang inklusif dan sejahtera."
Badan Urusan Perempuan PBB – atau dikenal sebagai UN Women – telah bekerja di negara itu selama lebih dari satu dekade, dan kehadirannya di Afghanistan adalah salah satu yang terbesar, dengan sekitar 75 staf nasional dan internasional di seluruh ibu kota dan lima kantor provinsi.
Davidian mengatakan jaringan luas masyarakat sipil perempuan, pembela hak asasi manusia dan pemimpin mereka telah melaporkan kemunduran hak yang mengkhawatirkan, seperti perempuan tidak diizinkan pergi bekerja atau menjalankan tugas tanpa kerabat laki-laki yang mengawal mereka.
Selama seminggu terakhir, perempuan turun ke jalan menuntut hak-hak mereka. [lt/pp]