Komisaris Tinggi HAM PBB, Rabu (3/11) mengatakan bahwa perang selama setahun di Ethiopia telah ditandai oleh “kekejaman ekstrem.” Sementara penyelidikan gabungan terhadap tuduhan kekejaman menyalahkan semua pihak telah melakukan pelanggaran, laporan itu tidak menyebutkan siapa yang paling harus disalahkan.
Penyelidikan ini dihambat oleh intimidasi pihak berwenang dan berbagai pembatasan serta tidak mengunjungi sebagian lokasi yang paling parah terimbas perang.
Laporan itu, hasil kerja sama yang jarang antara kantor HAM PBB dengan Komisi HAM Ethiopia bentukan pemerintah negara itu, dirilis sehari sebelum peringatan satu tahun perang di sana dan sementara negara berpenduduk terbanyak kedua di Afrika itu memasuki keadaan darurat baru, dengan pasukan-pasukan lawan di Tigray mengancam ibu kota.
PBB menyatakan kepada Associated Press bahwa kolaborasi itu diperlukan bagi timnya untuk mendapatkan akses ke wilayah bermasalah di mana pihak berwenang Ethiopia banyak menghalangi wartawan, organisasi HAM dan pengamat asing lain untuk memasukinya.
Konflik yang berkobar di kawasan Tigray Ethiopia ini telah menewaskan ribuan orang sejak pemerintah PM Abiy Ahmed, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, mengizinkan tentara dari negara tetangga, Eritrea untuk memasuki Tigray untuk bergabung dengan pasukan Ethiopia dalam memerangi pasukan Tigray yang telah lama mendominasi pemerintah nasional sebelum Abiy mulai menjabat. Etnik Tigray di berbagai penjuru negara itu kemudian melaporkan mereka menjadi sasaran penahanan sewenang-wenang, sementara warga sipil di Tigray menyebutkan tentang pemerkosaan oleh kawanan pelaku, kelaparan dan pengusiran massal.
“Di Tigray Barat, tampak jelas bahwa orang-orang Tigray telah meninggalkan sebagian besar daerah, sulit mencari orang Tigray untuk diwawancarai,” kata media berita.
Penyelidikan bersama itu mencakup berbagai peristiwa hingga akhir Juni, sewaktu pasukan Tigray merebut kembali sebagian besar wilayah mereka, tetapi penyelidikan itu tidak mengunjungi sebagian besar lokasi perang dengan jumlah korban terbanyak, termasuk di antaranya kota Axum, karena masalah keamanan dan hambatan lainnya. Menurut laporan tersebut, hambatan-hambatan itu mencakup kegagalan pemerintah Ethiopia menyediakan telepon satelit yang diperlukan untuk penyelidikan.
Menurut investigasi itu, semua pihak, termasuk pasukan dari daerah di dekatnya, Amhara, yang merebut Tigray Barat, telah melakukan pelanggaran, yang mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Ini secara umum mengukuhkan pelanggaran yang disebut para saksi mata selama perang. Tetapi laporan ini kurang menggambarkan seriusnya perang tersebut, dengan menyatakan hanya 1.300 lebih kasus pemerkosaan yang dilaporkan kepada pihak berwenang kemungkinan besar lebih sedikit dari pada jumlah yang sesungguhnya.
Terlepas dari kekurangan dalam laporan itu, kantor perdana menteri mengemukakan dalam sebuah pernyataan bahwa laporan itu “jelas menetapkan bahwa klaim genosida itu keliru dan jelas kurang memiliki landasan faktual.” Pernyataan itu menyebutkan “keberatan serius” mengenai laporan itu tetapi mengklaim bahwa laporan tersebut menepis tuduhan-tuduhan jahat.” Kantor perdana menteri juga mengakui tentang perlunya “melipatgandakan upaya” untuk menuntut pertanggungjawaban pelaku. Sebuah satuan tugas tingkat tinggi akan dibentuk, sebut pernyataan itu. [uh/ab]