Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah belum akan menerapkan kebijakan lockdown untuk mengantisipasi munculnya varian baru omicron atau B.1.1.529 yang pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan.
Ia yakin dunia dan Indonesia sudah lebih siap dalam mengantisipasi munculnya berbagai varian baru COVID-19 berdasarkan pengalaman dalam mengendalikan pandemi selama hampir dua tahun.
“Jadi kita mencari keseimbangan, karena pengalaman lockdown itu juga tidak menyelesaikan masalah. Kita sudah lihat banyak negara yang melakukan lockdown malah dapat serangan lebih banyak. Kita yang melakukan pendekatan seperti PPKM atau keseimbangan itu akan lebih baik,” ungkap Luhut dalam telekonferensi pers di Jakarta, Minggu (28/11).
Larangan Masuk WNA dan Penambahan Waktu Karantina
Adapun kebijakan yang diambil pemerintah guna mencegah masuknya varian Omicron di Tanah Air adalah melarang warga negara asing (WNA) yang memiliki riwayat perjalanan selama 14 hari terakhir ke negara-negara di bagian selatan Afrika, yaitu : Afrika Selatan, Bostwana, Namimbia, Zimbabwe, Leshoto, Mozambik, Eswatini, Angola, Zambia dan Hong Kong, untuk masuk ke Indonesia.
Untuk warga negara Indonesia (WNI) yang akan pulang ke Tanah Air dan memiliki riwayat perjalanan dari negara-negara di atas tersebut akan dikarantina selama 14 hari. Selain itu, waktu karantina bagi pelaku perjalanan internasional yang berasal dari daftar di luar negara-negara di atas juga akan ditambah.
“Pemerintah juga akan meningkatkan waktu karantina bagi WNA dan WNI yang dari luar negeri, di luar negara-negara yang masuk pada daftar, menjadi tujuh hari dari sebelumnya tiga hari,” jelas Luhut.
Kebijakan tersebut akan mulai berlaku pada 29 November 2021. Daftar negara-negara yang disebutkan, kata Luhut, bisa bertambah ataupun berkurang tergantung pada evaluasi yang dilakukan secara berkala oleh pemerintah.
Pihak Kementerian Kesehatan, jelasnya juga akan meningkatkan tindakan whole genome sequencing (WGS) pada setiap kasus positif yang didapatkan dari pelaku perjalanan internasional untuk medeteksi lebih awal keberadaan daripada varian-varian baru tersebut.
“Masyarakat tidak perlu panik, dalam menyikapi varian omicron ini. Pemerintah telah mengambil langkah-langkah pengetatan kedatangan dari luar negeri, dan akan meningkatkan aktivitas genome sequencing untuk mendeteksi varian omicron. Selain itu peningkatan prokes, dan kepatuhan terhadap penggunaan PeduliLindungi juga harus terus ditingkatkan. Dan upaya ini menbutuhkan kerja sama yang erat dari masyarakat,” tuturnya.
Penelitian Lebih Lanjut
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan hanya butuh waktu singkat bagi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menaikkan status varian Omicron dari varian under investigation menjadi varian of concern (VOC).
Menurutnya, berdasarkan penelitian awal menunjukkan bahwa mutasi dari varian omicron tersebut mencapai 50. Dari total jumlah mutasi tersebut telah teridentifikasi varian-varian buruk yang ada di varian COVID-19 sebelumnya seperti alpha, beta, delta dan gamma.
Mutasi yang buruk ini, kata Budi, dibagi menjadi tiga kelompok, yakni kelompok mutasi yang meningkatkan keparahan, mutasi yang meningkatkan transmisi penularan dan mutasi yang meningkatkan escape immunity.
“Untuk kelompok meningkatkan keparahan, sampai sekarang belum ditemukan indikasi bahwa varian omicron ini meningkatkan keparahan. Untuk meningkatkan transmisi penularan, kemungkinan besar dia lebih cepat. Apakah dia bisa escape immnunity? Atau menurunkan kemampuan antibodi dari infeksi atau vaksinasi sebelumnya? Kemungkinan besar iya, tapi balik lagi ini belum dikonfirm,” ungkap Budi.
Sampai saat ini, kata Budi, kasus konfirmasi positif yang berasal dari varian omicron sudah terdeteksi di sembilan negara dengan total 128 kasus. Sedangkan empat negara lainnya masih berupa kasus probable. Varian omicron yang paling banyak terdeteksi sejauh ini ada di Afrika Selatan, Bostwana, Inggris, Hong Kong dan Australia.
“Kita juga melihat risikonya ke Indonesia bagaimana? Untuk negara-negara yang sudah terkonfimasi ada, yang paling banyak penerbangan ke Indonesia adalah Hong Kong, Italia dan Inggris baru Afsel. Untuk negara-negara yang kemungkinan ada (kasus probable) paling besar dari Belanda, dan Jerman,” tuturnya.
Ia menekankan, sampai saat ini varian omicron belum terdeteksi di Indonesia.
Tanggapan Ahli Epidemiologi
Dalam kesempatan yang sama, ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Prof. Iwan Ariawan bersama dengan epidemiologi lainnya mengatakan pemerintah perlu waspada terhadap kemunculan varian omicron tersebut, karena masih banyak yang belum diketahui mengenai varian tersebut. Sehingga tindakan pencegahan seperti yang dilakukan pemerintah saat ini sudah tepat.
“Kami sudah berdiskusi dengan pemerintah mengenai tindakan terbaik yang bisa dilakukan saat ini. Tentunya karena infomasi tentang varian baru ini masih berkembang dan akan dievaluasi dalam dua minggu ke depan. Kita lihat perkembangannya seperti apa, kita bahas lagi yang terbaik tindakan pencegahan untuk Indonesia,” ungkap Iwan.
Lebih jauh, Iwan mengimbau kepada pemerintah untuk melarang WNA dari negara yang sudah terjadi transmisi komunitas varian omicron untuk sementara waktu masuk ke Indonesia.
“Artinya yang dilarang masuk itu adalah yang sudah terjadi transmisi komunitas, jadi sudah menyebar populasi di negara itu. Sedangkan di negara-negara yang baru terdeteksi saat di pintu masuk, itu tidak perlu dilarang karena belum menyebar di populasi negara itu, tapi itu kita perlu amati dan perlu segera ubah daftar negara-negara sesuai dengan perkembangan varian omicron ini,” pungkasnya. [gi/em]