Tim perunding Iran dan lima negara adidaya lainnya pada Senin (27/12) melanjutkan perundingan untuk memulihkan perjanjian nuklir Iran tahun 2015, di mana Iran bersikeras bahwa Amerika dan sekutu-sekutunya berjanji akan mengijinkan negara itu mengekspor minyak mentahnya.
Diplomat Uni Eropa Enrique Mora yang memimpin pembicaraan pada Senin (27/12) mengatakan kepada wartawan “untuk menghidupkan kembali JCPOA berarti perlu ada pencabutan sanksi dari Amerika dan komitmen nuklir dari Iran, dan ini yang sedang kami kerjakan.”
Iran masih terus mengabaikan semua syarat perjanjian nuklir itu sejak Amerika menarik diri dari perjanjian tersebut pada tahun 2018. Iran kini memperkaya uranium hingga tingkat kemurnian 60%, selangkah lagi menuju tingkat senjata nuklir.
Iran telah berulangkali menegaskan bahwa program nuklirnya bertujuan damai.
Namun langkah-langkah nuklir signifkan Iran itu telah menimbulkan kekhawatiran negara-negara di kawasan dan negara-negara adi daya. Para diplomat telah mengingatkan bahwa waktu untuk memulihkan perjanjian itu hampir habis karena Iran tetap bersikeras meminta Amerika mencabut sanksi terlebih dahulu.
“Semua sanksi Amerika masih berlaku sepenuhnya, persis sama seperti yang diterapkan pemerintah sebelumnya. Jadi dalam hal pencabutan sanksi, kami berada persis di posisi sebelum Amerika menarik diri dari perjanjian itu,” ujar Mora.
Keputusan untuk melanjutkan perundingan antara Hari Natal dan Tahun Baru sedang dibuat karena “ada rasa urgensi” untuk memulihkan perjanjian penting itu. Namun Mora mengatakan ia tidak akan “berspekulasi” soal target untuk mencapai pemulihan perjanjian, tetapi menegaskan bahwa “kita berbicara dalam hitungan minggu, bukan bulan.”
Pembicaraan kali ini melibatkan semua pihak dalam perjanjian nuklir yang asli yaitu Iran, Inggris, Prancis, Rusia, China dan Jerman.
Iran menolak untuk berbicara langsung dengan Utusan Amerika, yang terlibat dalam penandatangan perjanjian tahun 2015.
Joint Comprehensive Plan of Action atau Rencana Aksi Komprehensif Gabungan JCPOA adalah kesepakatan yang dicapai pada tahun 2015 di mana Iran setuju untuk menyudahi kegiatan nuklirnya dengan imbalan pelonggaran sejumlah sanksi, termasuk sanksi ekonomi.
Pemerintah Amerika di bawah pemerintahan Donald Trump menarik diri dari perjanjian itu secara sepihak pada tahun 2018. Menanggapi hal itu, Iran melanjutkan kembali sebagian kegiatan nuklirnya dan pada Juli 2019 melanggar kesepakatan JCPOA dengan melampaui batas pengayaan uranium dan tingkat persediaan nuklirnya. Iran memperkaya uranium hingga 60% dan memperluas persediaannya di luar batas yang diijinkan dalam JCPOA.
Sejak April lalu ada enam putaran pembicaraan di Wina antara Iran dan negara-negara adidaya yang masih ada dalam JCPOA, yaitu Inggris, China, Rusia, Prancis, dan Jerman. Negara-negara itu berharap dapat menarik kembali Amerika dalam perjanjian nuklir itu. [em/jm]