Ratusan polisi keamanan nasional Hong Kong pada Rabu (29/12) menggerebek kantor “Stand News,” sebuah organisasi media prodemokrasi online. Enam orang, termasuk staf senior, media tersebut ditangkap atas tuduhan “konspirasi untuk menerbitkan publikasi yang menghasut.”
Penggerebekan ini menimbulkan kekhawatiran tentang kebebasan berbicara dan media di wilayah bekas jajahan Inggris yang telah dikembalikan pada pemerintah China pada 1997 lalu, di mana saat itu pihak Beijing sempat menjanjikan perlindungan bagi hak-hak individu.
Dalam sebuah pernyataan, polisi mengatakan penggeledahan dilakukan berdasarkan surat perintah pengadilan yang mengizinkan mereka “mencari dan menyita materi jurnalistik yang relevan.” Pernyataan tersebut juga menambahkan bahwa “lebih dari 200 petugas polisi berseragam dan berpakaian sipil telah dikerahkan dalam operasi itu. Operasi pencarian sedang berlangsung.”
Berdasarkan Undang-undang Keamanan Nasional yang baru diberlakukan di Hong Kong pada Juni 2020, penghasutan bukan merupakan kejahatan.
Tetapi keputusan pengadilan baru-baru ini telah membebaskan pihak berwenang untuk menggunakan kekuasaan yang diberikan undang-undang baru itu untuk menerapkan undang-undang era kolonial yang sebelumnya jarang digunakan, termasuk Ordonansi Kejahatan, yang mencakup “penghasutan.”
Pihak berwenang mengatakan UU Keamanan Nasional telah memulihkan ketertiban umum setelah kerusuhan prodemokrasi yang seringkali ditandai dengan aksi kekerasan pada tahun 2019. Mereka juga mengatakan undang-undang itu tidak mengekang hak dan kebebasan para warga Hong Kong.
Namun para kritikus mengatakan undang-undang itu adalah alat untuk meredam perbedaan pendapat.
Pada Juni lalu, ratusan polisi menggerebek kantor surat kabar prodemokrasi “Apple Daily,” menangkap para eksekutif atas tuduhan “berkolusi dengan negara asing.” Surat kabar itu kemudian ditutup. [em/rs]