KPK menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada 2020-2022. Keenamnya adalah TRP (Bupati Langkat), ISK (Kepala Desa Balai Kasih), MSA (swasta), SC (swasta), IS (swasta) sebagai penerima dan TRP (swasta) sebagai pemberi.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan lima tersangka ditahan 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan. Sementara tersangka ISK belum berada di Jakarta. Namun, kata dia, berdasarkan informasi Kepolisian Sumatera Utara, ISK sudah ditangkap dan akan dibawa ke gedung KPK.
"Ini adalah OTT yang ketiga pada Januari 2022. Kami berharap ini tidak terjadi kembali dan penangkapan-penangkapan memberikan efek jera, serta menjadi pembelajaran masyarakat," ujar Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/1/2022) dini hari.
Nurul Ghufron menjelaskan kasus ini bermula dari informasi masyarakat tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan penyelenggara negara. KPK kemudian menindaklanjuti informasi tersebut dengan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Langkat pada Selasa (18/1). Tim KPK menangkap delapan orang dan menyita uang Rp786 juta dalam operasi tersebut.
Menurutnya, TRP dan ISK sempat berupaya menghindar dari penangkapan yang dilakukan tim KPK. Namun, TRP kemudian menyerahkan diri ke kepolisian dan ISK menurut informasi telah berhasil ditangkap.
"Tim KPK menuju rumah pribadi TRP, untuk mengamankan TRP dan ISK. Namun saat tiba di lokasi diperoleh informasi bahwa keberadaan TRP dan ISK sudah tidak ada dan diduga sengaja menghindar dari kejaran tim KPK," cerita Ghufron.
Tersangka Pelaku Minta “Fee” Berbagai Proyek
Bupati Langkat TRP diduga melakukan pengaturan dalam pelaksanaan paket proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan pada 2020-2022. TRP diduga meminta fee sebesar 15 persen dari nilai proyek yang dilelang, sedangkan proyek penunjukan langsung sebesar 16,5 persen.
Adapun nilai proyek dalam kasus ini sebesar Rp4,3 miliar. Di luar perusahaan rekanan, KPK juga menemukan sejumlah proyek dikerjakan perusahaan milik ISK. Karena itu, KPK menduga uang sitaan dalam OTT tersebut hanya bagian kecil dari korupsi. Uang fee tersebut diduga diterima dan dikelola oleh orang kepercayaan bupati seperti ISK dan MSA.
KPK menjerat TRP yang diduga sebagai pemberi dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan TRP, ISK, MSA, SC dan IS yang diduga sebagai penerima dijerat Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. [sm/em]