Badan Kesehatan Dunia (WHO) hari Selasa (25/4) mengatakan wabah cacar monyet yang telah dilaporkan di 16 negara dan beberapa wilayah dunia masih dapat ditanggulangi, dan secara keseluruhan risiko penularannya rendah.
Kepala Sekretariat Urusan Cacar di Program Darurat WHO Dr. Rosamund Lewis mengatakan cara penularan wabah ini masih bisa dibendung “dan merupakan tujuan WHO dan negara-negara anggota untuk menahan wabah ini dan menghentikannya.”
Ditambahkannya, “risiko pada masyarakat umum tampaknya rendah karena kita tahu cara utama penularannya seperti sudah dijelaskan sebelumnya (melalui kontak kulit-ke-kulit, cairan mulut atau pernafasan dan tempat tidur yang telah terkontaminasi.red).”
Data terbaru dari negara-negara anggota WHO hingga tanggal 22 Mei menunjukkan “lebih dari 250 kasus terkonfirmasi, dan dugaan kasus cacar monyet dilaporkan di 16 negara dan beberapa wilayah WHO.”
Gejala cacar monyet ini sangat mirip dengan yang dialami pasien cacar biasa, meskipun secara klinis tidak separah cacar biasa. Secara visual, cacar monyet tampak dramatis dengan pustula (bisul berair.red) yang meningkat dan demam yang berlangsung lama yaitu 2-4 minggu.
Menurut WHO, wabah cacar monyet ditularkan melalui kontak kulit-ke-kulit yang dekat, meskipun dapat juga ditularkan lewat cairan mulut atau pernafasan dan tempat tidur yang terkontaminasi. Masa inkubasi cacar monyet biasanya antara 6-13 hari, tetapi dapat berkisar 5-21 hari pula.
“Kami (WHO) belum memiliki informasi apakah cacar monyet ini ditularkan melalui cairan tubuh,” ujar Dr. Lewis, dan mendesak kelompok yang berpotensi berisiko tertular untuk “berhati-hati” ketika melakukan kontak dekat dengan orang lain.
Stigmatisasi
WHO menegaskan bahwa meskipun sebagian besar kasus penularan cacar monyet dikaitkan dengan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, warga sedianya tidak menstigmatisasi mereka yang jatuh sakit karena virus cacar monyet ini.
Berbicara pada wartawan di Jenewa, Dr. Lewis mengatakan “penyakit ini dapat menyerang siapa saja, dan tidak terkait dengan kelompok orang tertentu.”
Ia menekankan bahwa apa yang tidak biasa tentang wabah cacar monyet ini adalah “negara yang melaporkan cacar monyet adalah negara-negara yang sebelumnya tidak memiliki wabah ini. Ada beberapa negara di mana penyakit ini endemik, seperti Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kong, Nigeria dan Kamerun yang melaporkan kasus saat ini, dan ada negara-negara lain yang melaporkan kasus serupa di masa lalu.”
Meskipun di masa lalu vaksinasi cacar memberikan perlindungan melawan cacar monyet, orang yang berusia kurang dari 40 atau 50 tahun saat ini mungkin lebih rentan terhadap infeksi cacar monyet karena kampanye vaksinasi cacar di dunia telah berakhir setelah penyakit itu berhasil diberantas tahun 1980 lalu.
Negara-negara anggota sebelumnya telah meminta WHO untuk menyimpan stok vaksin cacar untuk mengantisipasi terjadinya wabah baru di kemudian hari, namun Dr. Lewis mengatakan “ini sudah 40 tahun dan stok itu mungkin perlu diperbarui, perlu ditinjau kembali, dan WHO telah melakukannya.”
Ada dua varian virus cacar monyet : Afrika Barat dan Afrika Tengah. Kasus cacar monyet pertama pada manusia diidentifikasi pada seorang anak di Republik Demokratik Kongo tahun 1970, dan meskipun nama cacar monyet berasal dari penemuan virus pada monyet di laboratorium di Denmark tahun 1958, penamaan ini agak menyesatkan, papar Dr. Lewis. [em/jm]