Menteri Pertahanan Australia Richard Marles mengatakan, Australia akan terus menggunakan hak lintasnya melalui Laut China Selatan meskipun ada tentangan dari China.
Laut China Selatan adalah salah satu wilayah yang paling disengketakan di dunia. Sebagian besar diklaim oleh China, namun negara-negara di sekitarnya dan Amerika menentangnya.
Laut adalah pintu gerbang penting untuk pelayaran dunia. Perairan itu dilaporkan memiliki cadangan minyak dan gas yang besar dan belum ditemukan, yang menurut para analis menjadi “faktor yang memperburuk sengketa maritim dan kawasan.”
Laut China Selatan berbatasan dengan Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
Australia telah melakukan operasi pengawasan udara di Laut China Selatan dan Samudra Hindia, yang disebut Operation Gateway, sebuah misi yang berjalan sejak 1980.
Tom Corben, peneliti dalam program kebijakan luar negeri dan pertahanan di Pusat Studi AS di Universitas Sydney mengatakan, “Insiden itu penting karena ini adalah contoh terbaru – dan mungkin yang paling berani – dalam serangkaian pertemuan dekat antara aset militer Australia dan China di seluruh kawasan selama 18 bulan terakhir.”
Menteri Pertahanan Australia Richard Marles hari Minggu bertemu dengan mitranya dari China, Wei Fenghe di Singapura. Hubungan antara kedua negara tegang dalam beberapa tahun terakhir, karena berbagai perselisihan politik dan perdagangan, termasuk ambisi Beijing di Laut China Selatan. Dialog hari Minggu dalam KTT keamanan regional di Singapura adalah pertemuan bilateral tingkat tinggi pertama dalam lebih dari dua tahun.
Marles menambahkan, ia berencana membangun kembali hubungan "langkah demi langkah" dan bersikeras bahwa Australia akan terus mengawasi dari udara kawasan Laut China Selatan, meskipun sebuah jet China mencegat dan merusak pesawat angkatan udara Australia dengan serpihan aluminium pada bulan Mei. [ps/lt]