Sejumlah ahli dalam bidang hak asasi manusia yang didukung oleh PBB, pada Rabu (27/7), meminta otoritas HongKong untuk mencabut Undang-undang Keamanan Nasional yang digunakan untuk meredam gelombang protes dan kritik terhadap upaya China untuk semakin menancapkan pengaruhnya di wilayah tersebut.
Dorongan dari komite ahli yang didukung oleh PBB itu menambahkan kekhawatiran yang sebelumnya telah diungkapkan oleh sejumlah kelompok advokasi independen yang mengatakan bahwa undang-undang tersebut dibuat oleh Kongres di Beijing tanpa berkonsultasi dengan warga Hong Kong.
Sejak lolos menjadi undang-undang pada 2020, aturan tersebut telah diterapkan untuk menahan lebih dari 200 orang, para ahli mengatakan.
Komite tersebut bertujuan untuk memastikan negara-negara yang menandatangani Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Politik dan Sipil itu untuk menjalankan komitmen mereka dalam menghormati kebebasan dan hak para warganya.
Temuan dari komite tersebut menunjukkan kompleksitas mengenai kendali yang dimiliki oleh Beijing terhadap Hong Kong dalam 25 tahun terakhir. Temuan tersebut dirilis pada Rabu (27/7) setelah komite mendengarkan kesaksian sejumlah pihak, termasuk pihak otoritas Hong Kong, pada awal bulan ini.
Komite tersebut juga memeriksa sejumlah negara seperti Makau, Georgia, Irlandia, Luksemburg, dan Uruguay.
Hong Kong menyetujui perjanjian tersebut setelah Inggris, yang dulu menjajah Hong Kong, ikut meratifikasi kesepakatan itu pada 1976. Setelah Inggris menyerahkan kekuasaannya di wilayah itu pada China pada 1997, pihak pemerintah China mengatakan kepada PBB bahwa perjanjian tersebut akan tetap berlaku di Hong Kong.
"Hong Kong, China harus memastikan bahwa perjanjian tersebut dapat tetap berlaku di wilayah tersebut, dan juga memastikan bahwa sejumlah aturan yang berlaku tetap sejalan dengan perjanjian internasional itu," tulis para ahli dalam pernyataannya. [rs]
Forum