Empat puluh dua tentara Mali tewas dalam serangan akhir pekan yang “canggih” yang diduga dilakukan oleh kelompok jihadis dengan menggunakan pesawat nirawak dan artileri, kata pihak berwenang pada Rabu (10/8). Serangan tersebut merupakan insiden kekerasan terbaru yang mengguncang negara Sahel yang bermasalah itu.
Jumlah korban tewas dalam serangan tersebut adalah salah satu yang paling tinggi dalam pemberontakan di Mali yang telah berlangsung selama satu dekade. Pemberontakan kini telah menyebar dari wilayah utara negara itu ke wilayah tengah dan selatan hingga ke negara tetangga Burkina Faso dan Niger.
Sebuah dokumen yang menyebutkan nama korban tewas yang telah diverifikasi oleh beberapa pejabat senior militer kepada AFP . Pihak pemerintah kemudian mengukuhkan jumlah korban dalam sebuah pernyataan yang mengatakan 22 tentara terluka dan 37 “teroris” dilumpuhkan.
Serangan itu terjadi pada Minggu (7/8) di kota Tessit, di wilayah tiga perbatasan yang bermasalah di mana perbatasan tiga negara bertemu.
Pada Senin (8/8), tentara mengatakan sebanyak 17 tentara dan empat warga sipil tewas. Kerabat para korban, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan bahwa beberapa warga sipil itu telah terpilih sebagai pejabat.
Pernyataan yang dirilis pada Senin menuduh kelompok Negara Islam di Sahara Raya (ISGS) sebagai kelompok di balik serangan tersebut. Pernyataan tersebut menuduh anggota ISGS telah mengerahkan “drone dan dukungan artileri dan kendaraan yang sarat bahan peledak.”
Terakhir kali angkatan bersenjata Mali mengalami kehilangan pasukan dalam jumlah yang cukup besar seperti itu terjadi dalam serangkaian serangan di wilayah yang sama pada akhir 2019 dan awal 2020 lalu. [lt/rs]
Forum