Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Azwar Anas mengatakan pihaknya telah membekukan kurang lebih 13.600 produk impor di katalog elektronik (e-catalog) milik pemerintah.
Azwar menjelaskan, produk-produk impor yang telah dibekukan tersebut merupakan produk yang sudah ada produk pengganti atau substitusinya di dalam negeri.
“Ini arahan Bapak Presiden, dan sekarang sudah 13.600 produk impor yang sudah ada substitusinya telah kita bekukan, alias tidak bisa dibeli di e-catalog. Dan ini tren-nya ke depan meningkat karena sistem kami. In syaa Allah nanti yang blocked chain dan big data akan segera selesai bersama PT Telkom,” ungkap Azwar.
Langkah tersebut, katanya, dilakukan seiring dengan kemudahan produk-produk lokal utamanya produk UMKM untuk bisa masuk ke dalam e-catalog. Pihaknya, ujar Azwar, telah memangkas persyaratan produk-produk lokal tersebut untuk bisa masuk ke dalam katalog elektronik pemerintah, yakni dari delapan proses menjadi hanya dua proses hanya.
“Maka kalau dulu hanya ada 52 ribu produk dalam satu tahun, sekarang sudah 600 ribu produk dalam satu tahun untuk e-catalog. Sementara untuk toko daring sekarang 708.835 produk, ada 303 ribu merchant, dan untuk mikro-nya di e-catalog ada 10.861,” tambahnya.
Presiden Jokowi, ujarnya, telah menginstruksikan tidak boleh ada lagi proses yang berbelit-belit bagi pengusaha nasional untuk bisa memasukkan produknya di e-catalog pemerintah. Lebih lanjut, Azwar menjelaskan selain katalog elektronik pemerintah yang bersifat nasional, pihaknya juga telah membuat e-catalog local untuk memfasilitasi para pengusaha kecil atau UMKM.
“Dulu saya selama 10 tahun menjadi bupati di daerah, tidak bisa bikin e-catalog lokal karena syaratnya terlalu banyak, sekarang syarat-syarat yang berat telah kita potong, dan semua kabupaten/kota sekarang sudah punya e-catalog. Hasilnya sekarang produknya sudah banyak yang masuk,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan bahwa langkah ini merupakan keberpihakan anggaran negara, baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN) terhadap produk dalam negeri.
“Ini yang diinginkan adalah produk dalam negeri yang benar-benar tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) itu tinggi, bukan barang impor. Hanya diganti bungkus misalnya dengan 1-2 persen, lalu dibilang produk dalam negeri. Nanti ini akan ada sertifikasi produk-produk dalam negeri,” ujar Suharso.
Meskipun Indonesia cukup terlambat melakukan kebijakan ini, tetapi perkembangan produk-produk dalam negeri yang masuk ke dalam e-catalog pemerintah sudah cukup berkembang dengan pesat. Saat ini sudah ada 600 ribu produk yang dijajakan di dalam katalog elektronik milik pemerintah. Ia pun menargetkan pada akhir tahun ini setidaknya sudah ada satu juta produk lokal yang masuk ke dalam katalog tersebut, dan pada tahun depan diharapkan bahkan bisa mencapai dua juta produk.
“Jadi LKPP berfungsi seperti market place. Untuk seluruh produk-produk yang kita dorong adalah produk asli domestik, dengan TKDN yang tinggi,” tuturnya.
Kebijakan ini, ungkap Suharso, diharapkan bisa meningkatkan kualitas belanja pemerintah, baik di dalam APBN maupun APBD. Dengan begitu, katanya, industri dalam negeri pun bisa berkembang dengan maksimal.
“Memang ada beberapa kendala di dalam hal digitalisasi ini, tetapi secara bertahap sudah bisa kita lakukan. Jadi, big data analytic dan artificial intelligent untuk di beberapa tempat itu sudah efektif bisa dikerjakan sesuai dengan kapasitas infrastruktur yang tersedia. Seperti kita ketahui, bahwa last mailed untuk pengadaan digitalisasi itu ada beberapa desa, itu belum sampai ke sana, dan ada beberapa kecamatan yang sedang kita kerjakan pada tahun ini, dan mudah-mudahan secara nasional sudah bisa,” pungkasnya. [gi/ah]
Forum