Ketidakpastian pemilihan umum Malaysia semakin dalam, Selasa (22/11), setelah sebuah blok politik menolak untuk mendukung baik pemimpin reformis Anwar Ibrahim maupun saingannya, seorang nasionalis, Muhyiddin Yassin, sebagai perdana menteri, tiga hari setelah pemungutan suara tidak menghasilkan pemenang langsung.
Perhatian kini tercurah ke raja Malaysia, yang selama ini dianggap hanya sebagai jabatan seremonial, untuk menemukan cara menyelesaikan kebuntuan.
Pakatan Harapan, partainya Anwar, menduduki posisi teratas dalam pemilu perlemen, Sabtu lalu, dengan 83 kursi, tetapi gagal meraih 112 kursi yang dibutuhkan untuk mencapai suara mayoritas.
Ia terpaksa bersaing, dengan partai mantan Perdana Menteri Muhyiddin, Aliansi Nasional Melayu-sentrisnya, yang memenangkan 72 kursi, untuk mendapatkan dukungan dari aliansi lama yang dipimpin oleh Organisasi Nasional Malaysia Bersatu (UMNO) untuk meraih mayoritas
Penjabat perdana menteri Ismail Sabri Yaakob, seorang pejabat senior UMNO, mengatakan badan pembuat keputusan tertinggi Barisan Nasional yang dipimpin UMNO, memutuskan pada pertemuan hari Selasa untuk tidak mendukung kelompok manapun untuk membentuk pemerintahan.
“Sejauh ini, Barisan Nasional telah setuju untuk tetap sebagai oposisi,” kicaunya di Twitter.
Raja Malaysia, Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah, meminta anggota parlemen untuk menyatakan pilihan mereka untuk perdana menteri dan koalisi pada pukul 2 siang. Peran raja sebagian besar bersifat seremonial tetapi ia bisa menunjuk orang yang ia yakini mendapat dukungan mayoritas di Parlemen sebagai perdana menteri. [ab/lt]
Forum