Tautan-tautan Akses

IDAI: Masih Banyak Orang Tua di Aceh Enggan Anaknya Diimunisasi Polio


Seorang bayi menerima vaksinasi polio di Puskesmas Tangerang, Selasa, 12 Mei 2020. (Foto: AP/Tatan Syuflana)
Seorang bayi menerima vaksinasi polio di Puskesmas Tangerang, Selasa, 12 Mei 2020. (Foto: AP/Tatan Syuflana)

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan masih banyak para orang tua di Aceh yang enggan anaknya mendapatkan imunisasi polio. Faktor kecemasan hingga keyakinan menjadi alasannya.

Anggota Unit Kerja Koordinasi Infeksi Penyakit Tropik dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Raihan, membeberkan sejumlah temuan terkait rendahnya cakupan imunisasi polio di Provinsi Aceh, terutama Kabupaten Pidie. Rendahnya cakupan tersebut disebabkan oleh keengganan para orang tua di Pidie apabila anaknya mendapatkan imunisasi polio OPV (vaksin polio tetes) dan IPV (vaksin polio suntik) karena sejumlah faktor.

"Kalau untuk oral mereka merasa tidak perlu. Hampir 40 persen orang tuanya merasa tidak perlu, mungkin karena kurang pemahaman terhadap penyakit yang mungkin akan diderita oleh anaknya. Lalu, mereka khawatir anaknya jadi demam," katanya dalam media group interview IDAI, Jumat (2/12) sore.

Alasan para orang tua enggak anaknya diimunisasi polio juga disebabkan oleh faktor keyakinan dan agama. Bahkan, faktor keyakinan dan agama menempati urutan pertama alasan para orang tua enggan anaknya diimunisasi. Padahal rendahnya cakupan imunisasi menjadi sebuah ancaman untuk mempertahankan status bebas polio.

Seorang petugas medis memberikan vaksin kepada seorang anak perempuan saat kampanye imunisasi polio di Alun-Alun Kota Sigli di Pidie, Aceh, 28 November 2022. (Foto: AP)
Seorang petugas medis memberikan vaksin kepada seorang anak perempuan saat kampanye imunisasi polio di Alun-Alun Kota Sigli di Pidie, Aceh, 28 November 2022. (Foto: AP)

"Masih ada yang kurang paham sampai untuk Polio tetes saja mereka takut," ungkap Raihan.

Raihan menjelaskan, para orang tua di Pidie menilai bahwa imunisasi polio suntik akan membuat anaknya mengalami demam. Lalu, mereka juga menganggap bahwa imunisasi tersebut tidak perlu dilakukan.

"Pada saat kasus polio kemarin terjadi, kami melakukan survei Dinas Kesehatan Pidie dan Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) di sana pada November 2022. Dari 26 rumah ada 33 anak yang berusia 0-59 bulan. Dan 49 anak yang kurang dari 15 tahun. Hanya delapan anak yang mendapatkan polio tetes. Sedangkan untuk polio suntik tidak ada satu pun anak. Alasannya kenapa? Takut efek samping paling banyak," jelasnya.

Kurangnya pemahaman para orang tua terkait imunisasi polio, membuat cakupan imunisasi di Aceh dalam kurun waktu empat tahun terakhir jauh dari target yang telah ditetapkan.

"Itu artinya cakupannya di bawah 60 persen bahkan di tahun 2022 semua kabupaten tidak mencapai target. Kalau lihat (imunisasi) tetes polio mulai satu sampai empat, maka penurunannya sangat signifikan. Pada tahun ini imunisasi suntikan maupun oral penurunannya sangat tajam. Apalagi kalau kita lihat di Pidie, mulai tahun 2018-2022 cakupannya tidak pernah sampai 30 persen. Jadi anak-anak di Pidie memang sedikit (diimunisasi)," ungkap Raihan.

Aceh Pidie, Paling Rendah Cakupan Vaksinasi Polio

Menurut Raihan, saat ini Pemerintah Provinsi Aceh terus menggenjot peningkatan cakupan tersebut melalui bulan imunisasi anak nasional (BIAN). Diharapkan melalui program BIAN imunisasi meskipun hanya polio tetes bisa meningkat hingga 31,6 persen.

"Kalau untuk polio suntik memang banyak yang menolak. Untuk seluruh di Kabupaten di Aceh wilayah Pidie merupakan paling rendah cakupannya," pungkasnya.

Anak-anak mengantre untuk mendapat giliran divaksinasi virus polio saat kampanye imunisasi polio di Alun-alun Kota Sigli di Pidie, Provinsi Aceh, 28 November 2022. (Foto: AP)
Anak-anak mengantre untuk mendapat giliran divaksinasi virus polio saat kampanye imunisasi polio di Alun-alun Kota Sigli di Pidie, Provinsi Aceh, 28 November 2022. (Foto: AP)

Ketua UKK Infeksi Penyakit Tropik IDAI, Anggraini Alam, mengatakan bukan hanya cakupan imunisasi di Aceh yang mengalami penurunan. Namun cakupan imunisasi di seluruh wilayah Indonesia juga mengalami hal serupa.

"Cakupan imunisasi di Indonesia semua turun. Sudah ada upaya melakukan BIAN dan telah merangkak naik. Tapi tetap masih berpotensi semua itu akibat keenakan tidak ada penyakit lagi. Lalu, ketakutan karena datang ke fasilitas kesehatan untuk diimunisasi pada masa COVID-19. Akhirnya kedua hal tersebut menyebabkan cakupan imunisasi tidak hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia itu turun," ucapnya.

Menurut Anggraini, penyakit infeksi termasuk wabah polio dapat dicegah dengan melakukan imunisasi. Sejatinya imunisasi memberikan proteksi terhadap anak dari berbagai penyakit yang kemungkinan akan menyerangnya.

Petugas medis dengan APD bersiap memberikan vaksin tuberkulosis dan vaksin polio oral untuk bayi di Puskesmas Surabaya, 30 Juni 2020. (Foto: AFP)
Petugas medis dengan APD bersiap memberikan vaksin tuberkulosis dan vaksin polio oral untuk bayi di Puskesmas Surabaya, 30 Juni 2020. (Foto: AFP)

"Apabila diabaikan atau turun (cakupan imunisasi), lebih banyak penyakit yang bisa dialami oleh anak. Tidak hanya menjadi sakit lalu kita obati. Komplikasinya juga bermacam-macam sampai menimbulkan kematian," katanya.

Dinkes dan UNICEF Bergerak Cepat Gelar Kampanye Vaksinasi

Sementara itu, Dinas Kesehatan Aceh bersama UNICEF masih terus melakukan upaya penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) pasca-ditemukan kasus terkonfirmasi polio di Desa Mane, Kabupaten Pidie. Dinas Kesehatan Aceh berencana memberikan imunisasi tambahan polio tetes melalui program Sub-PIN (Pekan Imunisasi Nasional) polio yang akan dilaksanakan melalui dua putaran, yaitu putaran pertama pada Desember 2022. Lalu, putaran kedua pada Januari 2023 untuk seluruh kabupaten/kota di Aceh.

"Kondisi sekarang merupakan suatu kedaruratan. Upaya terbaik dan tercepat yang perlu kita lakukan bersama saat ini adalah segera memberikan imunisasi polio tambahan untuk semua anak di Aceh," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Aceh, dr. Iman Murahman, melalui keterangan tertulisnya yang diterima VOA.

Sementara itu, spesialis perubahan perilaku UNICEF Indonesia, Risang Rimbatmaja, mengatakan diperlukan peran penyuluh agama dalam mengkomunikasikan upaya imunisasi polio yang dinilai sangat penting.

"Harapannya penyuluh agama dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk memperkuat komunikasi dalam mengajak masyarakat untuk segera mengimunisasi anaknya," pungkasnya. [aa/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG