Ibunda Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Rosti Simanjuntak, menyebut putusan hukuman mati yang dijatuhkan majelis hakim terhadap mantan Kadivpropam Polri Inspektur Jendral Ferdy Sambo adalah keajaiban Tuhan. Ia tak kuasa menahan tangis dalam sidang pengadilan di Jakarta, Senin (13/2).
“…menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut, oleh karena itu dengan pidana mati.”
Demikian petikan pernyataan Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa dalam lanjutan sidang mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Inspektur Jendral Ferdy Sambo hari Senin (13/2). Putusan yang dibacakan membuat ruang sidang sempat riuh. Ibunda Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Rosti Simanjuntak, tak dapat menahan tangisnya. Ditemui wartawan seusai sidang vonis itu, Rosti mengungkapkan rasa syukurnya.
“…memang prosesnya sangat panjang, harus sabar, kita ikuti semua persidangan dan berakhir (yang) diharapkan oleh keluarga. Tuhan nyatakan mujizat-Nya kepada saya, dan semoga terus berlanjut kepada terdakwa lainnya,” ungkap Rosti dalam tangis.
Rosti juga mengatakan bahwa pihaknya berterimakasih kepada semua jajaran hakim yang telah memberikan keadilan bagi mendiang anaknya, karena menurutnya vonis yang diberikan oleh majelis hakim sangat setimpal dengan yang dilakukan oleh Sambo.
Sambo dikenai Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP, dan pasal 49 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena telah merusak bukti rekaman CCTV. Menurut hakim, tidak ada hal-hal yang meringankan hukuman kepada mantan perwira bintang dua tersebut. Selain itu, hakim juga tidak menemukan unsur-unsur pelecehan seksual seperti yang dikatakan istri Sambo, Putri Candrawathi dalam kasus tersebut. Vonis hukuman mati yang diterima oleh Sambo lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni hukuman penjara seumur hidup.
Istri Sambo, Putri Candrawathi Divonis 20 Tahun Penjara
Selang beberapa jam dari vonis terhadap Sambo itu, majelis hakim juga menjatuhkan vonis terhadap sang istri, Putri Candrawathi, dengan hukuman penjara 20 tahun. Putusan ini jauh lebih berat dari tuntutan delapan tahun hukuman penjara yang diajukan jaksa.
Majelis hakim menilai Putri Candrawathi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan Brigadir Josua yang direncanakannya terlebih dahulu.
Pengakuan Putri yang terbukti menyesatkan soal pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir Josua ikut menyeret Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam pusaran kasus kontroversial ini. Pasalnya Komnas Perempuan secara resmi menyatakan ada dugaan pelecehan seksual terhadap putri oleh Brigadir Josua, hanya beberapa hari setelah insiden pembunuhan pada 8 Juli 2022 itu.
Mantan bendahara umum Bhayangkari itu dinilai melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Pembunuhan Brigadir Josua itu dilatarbelakangi pernyataan Putri bahwa ia telah dilecehkan di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022. Pengetahuan yang belum diketahui kebenarannya itu menimbulkan kemarahan Sambo dan membuatnya menyusun strategi pembunuhan tersebut. Brigadir Josua tewas ditembak dua hingga tiga kali oleh Bharada Eliezer atas perintah Sambo, di rumah dinas di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pengamat: Putusan Hakim Mengembalikan Kepercayaan Masyarakat pada Hukum
Diwawancarai VOA melalui telepon, pengamat hukum pidana Universitas Brawijaya, Prija Djatmika mengatakan bahwa hakim sudah tepat mengimplementasikan Pasal 340 KUHPidana.
“Hukuman mati sesuai dengan teori hukumnya. Itulah hukuman maksimalnya. Dan hakim yakin bahwa perbuatan materil memenuhi unsur-unsur 340 dilakukan oleh Sambo, dengan bukti-bukti di persidangan, maka wajar bila hakim menjatuhkan hukuman pidana mati,” terang Prija.
Putusan ini, tambah Prija, memberi dampak positif pada proses peradilan Indonesia. Masyarakat telah berulangkali menyampaikan keinginan mereka melihat bagaimana penegakan hukum di Indonesia ketika bersinggungan dengan pejabat tinggi seperti Ferdy Sambo.
“Jelas rasa keadilan masyarakat sangat terluka. Dengan dijatuhkannya hukuman mati ini saya kira memulihkan rasa keadilan masyarakat walaupun belum inkrah, tetapi juga mengobati kerinduan masyarakat akan keadilan yang selama ini masyarakat masih dikecewakan oleh putusan-putusan pengadilan terutama yang menyangkut korupsi. Atau tindak pidana yang dilakukan oleh pejabat tinggi, biasanya hukumannya cenderung ringan atau menguntungkan bagi pelaku daripada masyarakat,” pungkas Prija.
Putri Mengaku Dilecehkan, Sambo Atur Strategi Pembunuhan
Kasus pembunuhan Brigadir Yosua terjadi pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo di Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh Sambo dengan alasan bahwa Yosua melakukan tindakan pelecehan seksual kepada Putri. Selain Sambo dan istrinya, dua ajudan lainnya yakni Richard Eliezer dan Ricky Rizal serta asisten rumah tangga, Kuat Ma'ruf juga terlibat dalam pembunuhan Brigadir Yosua.
Kedua ajudan dan asisten rumah tangga itu akan menjalani sidang putusan pekan ini juga. [iy/em]
Forum