Nur (36 tahun) bersama suami dan anaknya bekerja di sebuah perkebunan sawit besar di Sabah, Malaysia tanpa dokumen. Pada Maret 2022, Nur bersama suami dan keempat orang anak, salah satunya berusia 4 tahun, ditangkap ketika menuju perbatasan untuk pulang ke Indonesia. Saat ditangkap, Nur sedang menderita penyakit usus buntu.
Dua hari sebelum bulan puasa 2022 itu, perempuan asal Bone, Sulawesi Selatan ini dimasukan ke pusat tahanan imigrasi di Tawau, Sabah, Malaysia Timur. Ia dan kedua anak perempuannya harus tinggal di blok tahanan yang penuh sesak, dan terpaksa harus tidur di dekat toilet yang bau dan kotor. Hal ini membuat kondisi kesehatan Nur kian memburuk.
Jum’at, 9 Juni 2022, Nur kembali mengalami sakit yang tidak tertahankan. Ia meminta dibawa ke rumah sakit, tetapi petugas hanya memberi obat penahan rasa sakit. Nur baru dibawa ke rumah sakit keesokan harinya. Setelah tiga hari dirawat, Nur meninggal dunia.
Cerita sedih lainnya datang dari Fatimah (50 tahun). Dia mengembuskan nafas terakhir di DTI Tawau setelah dua tahun lebih tidak kunjung dideportasi karena ketidakpastian status kewarganegaraannya.
Fatimah meninggal pada 11 Oktober 2022, sekitar jam 02.00 dini hari. Sebelum meninggal, ia sering mengeluh sesak nafas dan dadanya sakit. Ia juga telah melapor beberapa kali pada petugas,namun selalu diabaikan, sampai akhirnya meninggal.
Nur dan Fatimah Potret Suram Kondisi Buruh Migran di Sabah
Nur dan Fatimah merupakan sekelumit cerita perempuan deportan yang didapatkan Koalisi Buruh Migran Berdaulat dari proses pemantauan sepanjang Maret 2022 sampai April 2023. Koordinator KBMB Suryani mengatakan sepanjang periode itu, ada sebanyak 2.347 buruh migran bersama keluarganya yang dideportasi dari Sabah ke Nunukan. Tiga ratus delapan puluh orang diantaranya adalah perempuan dewasa, dan 41 lainnya bayi di bawah usia lima tahun.
"Penahanan di seluruh pusat tahanan imigrasi di Sabah itu tidak memiliki batas waktu dan pada akhirnya tidak ada kepastian bagi tahanan kapan dia akan dibebaskan atau dideportasi," kata Suryani.
Ruang Tahanan Dipadati Ratusan Orang
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, Suryani menyampaikan seruan kepada pemerintah Sabah dan juga perwakilan Indonesia di sana.
"Pemerintah Sabah dan perwakilan Indonesia harus bekerja sama untuk mewujudkan deportasi segera bagi mereka yang sudah selesai menjalani masa penahanan imigrasi. Ketiga, pemerintah Sabah dan perwakilan Indonesia perlu memberikan konseling dan bantuan hukum untuk memastikan kewarganegaraan dan pemberian dokumentasi," ujar Suryani.
Menurutnya, jika memang buruh migran Indonesia harus ditahan, maka pemerintah Sabah perlu memberikan informasi mengenai status hukum tahanan, termasuk berapa lama masa penahanan.
Pemerintah Indonesia dan Malaysia Diminta Tindak Lanjuti Laporan Koalisi
Menanggapi laporan KBMB mengenai kondisi buruh migran Indonesia di pusat-pusat tahanan imigrasi di Sabah, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah menjelaskan pemerintah Indonesia dan Malaysia harus menindaklanjuti laporan KBMB ini secara serius; terlebih karena kedua negara telah meratifikasi beberapa konvensi internasional HAM.
"Apa yang terjadi terhadap buruh migran yang ditahan tidak berdokumen, melanggar prinsip dasar hak asasi manusia, yaitu martabat manusia. Bagaimana setiap orang sudah semestinya diperlakukan dan dihormati hak dan martabatnya, serta mendapatkan perlakuan yang manusiawi, bebas dari penyiksaan, perlakuan yang kejam," tutur Anis.
Duta Besar Indonesia Untuk Malaysia Hermono belum bersedia menanggapi laporan tersebut. [fw/em]
Forum