Amerika menuduh Rusia menggunakan pangan sebagai senjata perang, yang tidak saja berdampak pada rakyat Ukraina tetapi juga ketahanan pangan dan harga pangan dunia.
Sebaliknya Rusia menuding negara-negara Barat merusak perjanjian biji-bijian Laut Hitam , yang memungkinkan ekspor biji-bijian Ukraina, sehingga Rusia menangguhkannya hari Senin lalu (17/7).
Lepas dari saling tuduh itu, negara-negara yang terdampak penangguhan perjanjian itu pada hari Kamis (20/7) mendesak dipulihkannya perjanjian tersebut. “Black Sea Grain Initiatives” atau Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam memungkinkan Ukraina mengekspor gandumnya, yang 65% di antaranya dikirim ke kawasan yang paling membutuhkan, antara lain Timur Tengah dan Afrika. Berkurangnya pasokan biji-bijian pasca invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu ini telah membuat harga pangan melesat lebih dari 22%. Penangguhan perjanjian biji-bijian ini ditengarai akan membuat harga pangan naik lebih tinggi.
Itu sebabnya ketika melawat ke Islamabad hari Kamis (20/7), Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba membahas hal ini dengan mitranya, Menteri Luar Negeri Pakistan Bilawal Bhutto Zardari.
“Pakistan telah menyampaikan dukungan bagi kelanjutan inisiatif biji-bijian Laut Hitam dan saya senang mendengar dari Bilawal bahwa Pakistan akan terlibat dalam urusan ini dengan PBB dan Turki, sebagai fasilitator inisiatif biji-bijian Laut Hitam,” kata Kuleba.
Bilawal mengatakan kelanjutan perjanjian itu merupakan kepentingan negara-negara berkembang juga.
“Kami percaya pemulihan inisiatif ini adalah demi kepentingan negara-negara berkembang juga. Kami akan mengontak Sekjen PBB dan mitra-mitra saya di Turki dan Rusia untuk membahas keprihatinan dan harapan Pakistan atas urgensi pemulihan inisiatif tersebut,” ujarnya.
Dalam beberapa tahun ini Pakistan merupakan importir reguler gandum dari Kyiv, dengan total impor pada tahun 2021 saja mencapai sekitar satu juta ton.
Perjanjian biji-bijian, yang dirundingkan oleh Turki, PBB dan Rusia pada bulan Juli 2022, telah mengizinkan pengiriman biji-bijian ke negara-negara di Asia, Timur Tengah dan Afrika di mana meningkatnya ancama kelaparan dan tingginya harga pangan telah membuat lebih banyak orang terjerumus dalam kemiskinan.
Rusia Senin lalu mengumumkan menangguhkan perjanjian itu, dan dua hari kemudian menyerang beberapa kawasan pelabuhan di bagian selatan Ukraina, yang menghancurkan sebagian infrastruktur ekspor biji-bijian utama dan juga 60.000 ton biji-bijian yang sedianya dikirim ke China.
Kuleba mengatakan serangan Rusia hari Rabu itu (19/7) berarti ada “60.000 ton biji-bijian yang tidak sampai pada orang-orang yang ingin menggunakannya untuk membuat roti dengan harga terjangkau.” Ditambahkannya, Ukraina telah membuat kemajuan untuk memulihkan koridor darat guna mengirimkan biji-bijiannya, tetapi cara terbaik tetap lewat laut.
Dalam perkembangan lainnya, para menteri luar negeri Uni Eropa juga melangsungkan pertemuan di Brussel, Belgia, untuk membahas rencana memindahkan biji-bijian dari Ukraina lewat jalur lain, setelah Rusia menghancurkan fasilitas-fasilitas penyimpanan biji-bijian di kota pelabuhan Odessa.
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menilai serangan itu merupakan serangan terhadap “orang-orang termiskin di dunia.”
“Itulah sebabnya kami bekerja dengan semua mitra internasional agar biji-bijian Ukraina tidak membusuk di fasilitas-fasilitas penyimpanan itu karena penangguhan perjanjian Senin lalu, tetapi dapat menjangkau orang-orang yang sangat membutuhkan di seluruh belahan dunia. Untuk itu kami akan bekerja lebih keras untuk mengeluarkan biji-bijian Ukraina lewat jalur-jalur solidaritas,” ujarnya.
Sedikitnya dua orang di Odessa tewas dalam rangkaian serangan Rusia hari Rabu, hanya dua hari setelah Presiden Vladimir Putin menangguhkan “Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam.” [em/ka]
Forum