Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global turun dari sekitar 3,5 persen pada 2022 menjadi 3,0 persen pada 2023 dan 2024. Hal ini terlihat dalam laporan World Economic Outlook edisi Juli 2023. Kendati demikian, proyeksi tiga persen tersebut naik 0,2 persen dari proyeksi IMF pada April 2023 yakni 2,8 persen. Kemudian untuk inflasi global, IMF memproyeksikan turun dari 8,7 persen pada tahun lalu menjadi 6,8 persen pada 2023 dan 5,2 persen pada 2024.
Adapun untuk Indonesia, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2023 masih sama dengan sebelumnya yakni 5 persen, namun untuk tahun 2024 sedikit dikoreksi dari 5,1 persen menjadi lima persen.
Proyeksi ini sedikit berbeda dengan Bank Indonesia. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2023 dapat mencapai kisaran 4,5 persen hingga 5,3 persen. Menurut Perry, dua faktor yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yaitu peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi.
Konsumsi rumah tangga naik terdorong karena naiknya mobilitas, membaiknya ekspektasi pendapatan, dan dampak positif Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Sedangkan investasi meningkat dari investasi nonbangunan dan kebijakan hilirisasi.
"Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi stimulus fiskal Pemerintah dengan stimulus makroprudensial Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi permintaan," ujar di Jakarta, Kamis (25/7/2023).
Adapun untuk inflasi, Bank Indonesia meyakini inflasi di Tanah Air akan tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1 persen pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1 persen pada 2024.
CELIOS: Prediksi IMF Masih Terlalu Tinggi
Sementara Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai prediksi IMF masih terlalu tinggi. Ia memperkirakan ekonomi Indonesia lebih realistis tumbuh di sekitar 4,9 persen. Sebab proyeksi mitra dagang utama Indonesia seperti Amerika Serikat, China, dan kawasan Eropa diturunkan ke bawah. Akibatnya Indonesia dapat terdampak dari sisi ekspor dan investasi.
"Jadi proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2024 sebesar 4,9 persen, itu angka yang realistis dibandingkan proyeksi IMF," tutur Bhima Yudhistira kepada VOA, Rabu (26/7/2023).
Bhima menyebutkan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada 2024 yaitu pelaksanaan pemilu 2024. Sebab, pemilu juga berdampak pada pola konsumsi dari kelompok masyarakat atas dan perusahaan. Kata Bhima, kelompok atas dan perusahaan swasta akan menahan belanja sambil melihat perkembangan situasi yang terjadi di pemilu 2024.
"Perusahaan swasta dari data terakhir yang kita peroleh, itu simpanan valuta asing dan rupiah masih gemuk sekali. Jadi seolah-olah ada preferensi untuk wait and see atau menahan belanja secara agresif," tambah Bhima.
Faktor lainnya, kata Bhima, yang berpotensi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu El Nino yang dapat berdampak pada inflasi. El Nino merupakan fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. BMKG memperkirakan hal ini akan mulai meningkat pada Agustus dan akan bertahan hingga akhir 2023.
Menurut Bhima, investor akan ragu masuk ke Indonesia jika suku bunga tinggi karena inflasi sehingga perlu kerjasama dengan berbagai pihak untuk menghadapi El Nino.
Bhima juga menyarankan pemerintah untuk mencari alternatif pasar ekspor Indonesia untuk mengantisipasi turunnya pasar di mitra dagang utama. Salah satunya dengan menjajaki pasar-pasar di negara ASEAN seperti Vietnam, Malaysia, dan Filipina. [sm/em]
Forum