Rusia pada Selasa (10/10) gagal dalam upayanya mendapatkan kembali kursinya di Dewan Hak Asasi Manusia PBB (U.N. Human Rights Council atau UNHRC) yang kontroversial setelah keanggotaannya ditangguhkan oleh Majelis Umum pada April 2022 setelah invasi negara itu ke Ukraina.
“Negara-negara anggota PBB mengirimkan sinyal kuat kepada para pemimpin Rusia bahwa pemerintah yang bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang tak terhitung jumlahnya, tidak termasuk dalam Dewan Hak Asasi Manusia,” kata Louis Charbonneau, Direktur Human Rights Watch di PBB.
Dalam pemungutan suara rahasia, Albania, Bulgaria dan Rusia bersaing untuk mendapatkan dua kursi yang tersedia untuk grup regional Eropa Timur. Diperlukan 97 suara mayoritas, tetapi Rusia hanya memperoleh 83 suara, sementara Bulgaria memperoleh 160 suara, dan Albania 123 suara.
Menjelang pemungutan suara, para pembela hak asasi manusia telah memperingatkan bahwa selain kekejaman yang dilakukan di Ukraina, Kremlin telah memperketat pembatasan terhadap hak-hak dan kebebasan dalam negeri sejak invasi dan tidak pantas untuk dikembalikan ke Dewan Hak Asasi Manusia.
Majelis Umum memiliki total 15 kursi untuk mengisi masa jabatan tiga tahun di badan hak asasi manusia yang beranggotakan 47 orang yang berbasis di Jenewa.
China, yang saat ini menjadi anggota, memenangkan masa jabatan kedua berdasarkan apa yang dikenal sebagai “clean slate” – jumlah kandidat yang sama untuk kursi yang tersedia.
Di grup regional Asia, China, Jepang, Kuwait, dan Indonesia berupaya mengisi empat kursi yang tersedia. Kurangnya persaingan nyata secara signifikan meningkatkan peluang keempat negara itu mencapai suara mayoritas sederhana yang dibutuhkan. Namun, China berada di urutan terakhir dengan 154 suara. Indonesia meraih 186, Kuwait 183, dan Jepang 175.
Negara-negara yang terpilih menjadi anggota HRC diharapkan “menjunjung standar tertinggi dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia” baik di dalam maupun di luar negeri. Para pembela hak asasi manusia memperingatkan bahwa negara-negara yang memiliki catatan HAM yang buruk menggunakan posisi mereka di dewan tersebut sebagai kedok atas pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan.
Pelanggaran hak asasi manusia di China sudah diketahui secara luas. Di dalam negeri, Beijing secara sewenang-wenang menangkap dan menahan kritikus pemerintah dan pembela HAM dan telah menahan sebanyak satu juta etnis Muslim Uyghur di “kamp pendidikan ulang” di provinsi Xinjiang. Mereka juga menindak kebebasan di Hong Kong dan Tibet.
Di grup Amerika Latin dan Karibia, Brasil, Kuba, Republik Dominika, dan Peru bersaing memperebutkan tiga kursi yang tersedia. Kuba, pelanggar hak asasi manusia, memenangkan mayoritas terbesar, dengan 146 suara. Brasil menerima 144 suara dan Republik Dominika 137 suara. Peru gagal dalam pencalonannya karena hanya meraih suara mayoritas terendah, 108 suara.
Di grup Afrika, ada empat kandidat yang meraih empat kursi, di mana Burundi, Ghana, Pantai Gading dan Malawi semuanya berhasil dalam p
untuk mengisi dua kursi yang tersedia di grup Eropa Barat. [lt/ka]
Forum