Warga di New Delhi terbangun dengan udara tidak sehat karena diselimuti polusi yang beracun, Jumat (3/11). Indeks kualitas udara (AQI) di beberapa bagian ibu kota India tersebut masuk ke dalam kategori "parah” sehingga mendorong pemerintah memerintahkan penutupan sejumlah sekolah.
Setiap musim dingin, kabut kotor menghantui Delhi karena udara dingin menyimpan debu konstruksi, emisi kendaraan, dan asap dari pembakaran jerami sisa tanaman di negara bagian tetangga. Hal itu menyebabkan terjadinya lonjakan penyakit pernapasan di antara 20 juta penduduk kota tersebut.
Warga, Jumat (3/11) mengeluhkan terjadinya iritasi pada mata dan tenggorokan menjadi gatal seiring dengan berubahnya udara menjadi abu-abu pekat ketika AQI berada di sekitar angka 480 di beberapa stasiun pemantauan di kota.
Rajneesh Kapoor, seorang spesialis paru-paru, menyarankan masyarakat untuk memakai masker dan menghindari jalan pagi dan jogging. "Ini menjadi pemicu segala jenis infeksi saluran pernapasan dan flu. Hal ini dapat menyebabkan tekanan darah yang tidak terkendali dan masalah diabetes,” katanya dalam wawancara dengan saluran berita New Delhi Television.
Nilai indikator AQI 0-50 menunjukkan bahwa kualitas udara masih masuk dalam kategori baik, sedangkan AQI antara 400-500 akan berdampak pada orang sehat dan berbahaya bagi mereka yang mengidap penyakit.
Indeks kualitas udara melampaui angka 400 untuk partikel kecil, tingkat yang dianggap “parah” dan lebih dari 10 kali ambang batas keselamatan global, menurut Badan Pengendalian Polusi Pusat (Central Pollution Control Board) yang dikelola pemerintah. Kondisi ini dapat menyebabkan serangan bronkitis dan asma akut dan kronis.
New Delhi menduduki peringkat atas di antara kota-kota paling berpolusi di dunia pada Jumat (3/11). Daftar yang disusun oleh kelompok Swiss IQAir itu menempatkan AQI di ibu kota India pada peringkat 611 atau masuk dalam kategori 'berbahaya.’
“Kondisi meteorologi yang tidak mendukung, meningkatnya insiden kebakaran lahan secara tiba-tiba, dan angin barat laut yang memindahkan polutan ke Delhi adalah penyebab utama lonjakan AQI secara tiba-tiba,” kata Komisi Manajemen Kualitas Udara di wilayah tersebut pada Kamis (2/11).
Pihak berwenang memerintahkan sekolah dasar tetap tutup pada Jumat dan Sabtu, sementara sebagian besar pekerjaan konstruksi di wilayah tersebut sudah ditangguhkan.
Beberapa pemasok filter pembersih udara di wilayah tersebut mengatakan terjadi kekurangan persediaan karena permintaan tiba-tiba melonjak.
Pihak berwenang mengerahkan alat penyiram air dan senjata antikabut untuk mengendalikan kabut dan banyak orang menggunakan masker untuk menghindari polusi udara.
Pemerintah kota mengumumkan denda sebesar 20.000 rupee ($240) bagi pengemudi yang kedapatan menggunakan mobil berbahan bakar bensin dan solar. Bus dan truk yang menimbulkan kabut asap, biasanya model berusia 10 hingga 15 tahun, juga akan dikenai denda serupa.
Ritesh Kumar, yang mengunjungi New Dehli dari tempat lain di India, mengatakan udara ini sangat berbahaya bagi orang-orang seperti dirinya karena ia baru saja pulih dari COVID-19. “Saya menderita sakit kepala parah sejak saya mendarat di New Delhi dari negara bagian Maharashtra" di India Barat.
“Pesan apa yang disampaikan Delhi yang tercemar ini ke seluruh dunia?” tanyanya.
Menteri Lingkungan Hidup New Delhi Gopal Rai memperingatkan masyarakat tentang situasi kabut asap yang semakin buruk menjelang penyelenggaraan Diwali, festival cahaya Hindu yang menampilkan penyalaan petasan, yang akan diadakan pada 12 November.
New Delhi hampir setiap tahuan menduduki puncak daftar kota-kota di India dengan kualitas udara buruk, terutama pada musim dingin, ketika pembakaran sisa-sisa tanaman berlangsung di negara-negara bagian yang menjadi tetangganya sementara suhu dingin memerangkap asap yang mematikan.
Pembakaran sisa tanaman pada awal musim tanam gandum di musim dingin merupakan penyebab utama polusi di India Utara. Pihak berwenang telah berusaha untuk mencegah para petani melakukan itu dengan menawarkan insentif tunai untuk membeli mesin guna melakukan pekerjaan tersebut.
Bhagwat Mann, pejabat tinggi terpilih di negara bagian Punjab, India Utara, mengatakan upaya pemerintahnya telah mengurangi jumlah pembakaran sisa tanaman sebesar 30 persen.
Menurut Institut Meteorologi Tropis India yang dikelola pemerintah di Pune, asap dari pembakaran tunggul menyumbang 25 persen polusi di New Delhi.
New Delhi mengalami peningkatan tajam partikel kecil di udara sebesar 32 persen antara tahun 2019 dan 2020, penurunan sebesar 43,7 persen pada tahun 2021, dan peningkatan yang stabil pada tahun 2022 dan 2023, menurut Respirer Living Sciences, sebuah organisasi yang memantau kualitas udara dan faktor-faktor lingkungan lainnya.
Kualitas udara kota tersebut memburuk dari 109 mikrogram per meter kubik menjadi 113,9 mikrogram per meter kubik pada tahun lalu, atau meningkat sebesar 4,4 persen, kata organisasi tersebut.
Tahun ini, perhatian terhadap memburuknya kualitas udara membayangi Piala Dunia Kriket yang diselenggarakan di India, dan ibu kota keuangan Mumbai juga menderita akibat lonjakan tingkat polusi.
Delhi menjadi tuan rumah pertandingan Piala Dunia berikutnya pada Senin antara Bangladesh dan Sri Lanka.
Tahun lalu, Bhiwadi di India bagian utara menjadi kota paling tercemar di negara tersebut dan peringkat ketiga di dunia, menurut IQAir. New Delhi berada di peringkat keempat, sementara Lahore di Pakistan dan Hotan di China menduduki peringkat teratas. [ah/rs], [ab/uh]
Forum