Gedung Putih mengatakan Israel akan mulai menerapkan jeda operasi militer mereka terhadap Hamas selama empat jam di area Gaza utara setiap hari, mulai Kamis (9/11).
Pengumuman oleh Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby disampaikan ketika pasukan Israel bertempur melawan militan Hamas di Kota Gaza, sementara lebih banyak warga sipil Palestina melarikan diri dari kota itu.
Jeda-jeda itu akan memberi warga Palestina waktu untuk melarikan diri dengan menggunakan dua jalur kemanusiaan dan merupakan terobosan penting untuk mengurangi korban perang, kata Kirby.
“Kami telah diberitahu oleh Israel bahwa tidak akan ada operasi militer di area-area ini selama durasi jeda, dan bahwa proses ini dimulai hari ini,” kata Kirby.
Ia menambahkan, gagasan mengenai jeda itu disampaikan dalam diskusi antara Presiden AS Joe Biden dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Selain pertempuran darat di kota terbesar Jalur Gaza itu, pasukan Israel juga terus melancarkan serangan ke daerah itu melalui udara.
Pertempuran itu telah memicu pengungsian besar-besaran, di mana Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB mengatakan pada hari Rabu saja (8/11) sebanyak 50.000 orang melarikan diri ke sisi selatan Jalur Gaza.
Angka itu merupakan jumlah pengungsi tertinggi pekan ini. PBB mengatakan, secara keseluruhan ada 72.000 orang yang telah mengevakuasi diri dari Gaza utara sejak hari Minggu (5/11).
Israel mulai membuka sebuah koridor evakuasi di sepanjang jalan utama yang menghubungkan Gaza utara dan selatan pada hari Minggu. Jalur itu tetap dibuka selama empat jam setiap hari agar warga sipil dapat meninggalkan pusat pertempuran. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan pada hari Rabu bahwa pihaknya menambah waktu dibukanya koridor tersebut selama satu jam, karena saking banyaknya orang yang memanfaatkan jalur tersebut.
PBB dan kelompok bantuan lainnya membagikan air minum dan biskuit berenergi tinggi di sisi selatan garis yang memisahkan Gaza utara dan selatan.
Kondisi di sisi utara Gaza menjadi semakin mengerikan, di mana selama seminggu terakhir ini tidak ada bantuan kemanusiaan yang tiba di sana. PBB mengatakan, per hari Selasa (7/11), tidak ada toko roti yang buka karena ketiadaan bahan bakar, air, tepung gandum serta kerusakan di banyak toko.
Israel meluncurkan serangan balasan terhadap serangan Hamas 7 Oktober lalu di Israel selatan, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang, sebagian besarnya warga sipil. Hamas juga menculik sekitar 240 orang. AS, Inggris, Uni Eropa dan negara-negara lainnya di Barat telah mengelompokkan Hamas sebagai organisasi teroris.
Kementerian Kesehatan di Gaza, wilayah yang dikelola Hamas, mengatakan serangan Israel telah menewaskan lebih dari 10.500 orang, dua pertiganya perempuan dan anak-anak. Informasi tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen, meskipun PBB menyatakan bahwa di masa lalu, angka dari kementerian tersebut bisa diandalkan.
Kondisi yang Mengerikan
PBB telah memperingatkan membludaknya tempat-tempat penampungan di Gaza selatan sehingga “tidak dapat mengakomodasi pengungsi yang baru tiba.” Sekitar dua pertiga penduduk Gaza yang berjumlah 2,3 juta orang kini mengungsi, menurut PBB.
Di salah satu tempat pengungsian di Khan Younis, yang menampung 22.000 pengungsi Palestina, PBB mengatakan sedikitnya 600 orang berbagi satu toilet.
Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan pada hari Rabu (8/11) bahwa risiko penyebaran penyakit menular di Gaza semakin meningkat, seiring membusuknya mayat-mayat yang ada di bawah reruntuhan bangunan; sementara sistem kesehatan, air dan sanitasi sangat terganggu. Kasus diare di kalangan anak-anak melonjak. Kasus kudis, kutu, infeksi kulit dan saluran pernapasan atas juga meningkat.
WHO dan badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka memfasilitasi pengiriman pasokan medis darurat ke RS Al-Shifa di Kota Gaza, meski terdapat “risiko besar terhadap staf kami dan mitra kesehatan” karena terus terjadinya pemboman. Pengiriman pasokan medis itu adalah yang kedua kalinya dikirimkan ke rumah sakit tersebut sejak perang pecah. Badan-badan PBB tersebut menyatakan bahwa hal itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang sangat besar. Israel sendiri menuduh Hamas menyembunyikan pusat komandonya di bawah RS Al-Shifa.
PBB mengatakan pintu perbatasan Rafah dengan Mesir tidak dibuka hari Rabu, sehari setelah 600 warga asing dan dwikewarganegaraan meninggalkan Gaza.
Komisioner HAM PBB Volker Turk berada di perbatasan Rafah hari Rabu, tempat yang disebutnya “gerbang menuju mimpi buruk di dunia nyata.”
“Hukuman kolektif Israel terhadap warga sipil Palestina tergolong kejahatan perang, demikian juga evakuasi paksa warga sipil secara tidak sah,” ungkapnya. “Pemboman besar-besaran oleh Israel telah menewaskan, melumpuhkan dan melukai, khususnya, perempuan dan anak-anak.”
Ia juga mengutuk tindakan Hamas pada 7 Oktober dan menyebut serangan teror dan penyanderaan yang dilakukan sebagai kejahatan perang.
“Kita sudah jatuh ke dalam jurang. Ini tidak bisa dibiarkan,” ujarnya, sambil kembali menyerukan gencatan senjata kemanusiaan. [rd/em]
Forum